Read More >>"> Dark Fantasia ([Skyrius 06] Hunting and Gathering II) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dark Fantasia
MENU
About Us  

Mereka berdua berjalan menyusuri hutan dengan pepohonan tinggi dan dedaunan yang lebat. Suara daun-daun yang saling bergesekan tertiup angin entah mengapa memberikan suasana damai dan membuat mereka melupakan beberapa masalah yang telah Fiola dan Robert lalui.

Kalau dipandang oleh orang lain, kombinasi kedua orang itu memang terlihat sedikit aneh. Seorang pria muda bertelanjang dada yang terlihat berumur 20 tahunan dan seorang gadis kecil berumur sekitar 16 tahunan yang hanya mengenakan kain dan baju compang-camping, dilihat dari manapun itu terlihat sedikit melanggar moral yang ada.

Meskipun begitu, dua orang tersebut tidak terlalu memikirkannya. Di dalam hutan yang mereka masuk masih ada banyak hal yang perlu dipikirkan daripada hal-hal semacam itu.

"Eng... Tuan Robert, saya sedikit penasaran...."

Gadis berambut perak itu berbalik ke arah Robert yang berjalan mengikutinya. Rambutnya yang ringan berkibar indah bagaikan benang perak yang bersinar terkena sinar matahari yang masuk melalui sela-sela dedaunan.

"Hem, penasaran....?"

Robert berhenti melangkah. Ia berhenti memperhatikan sekitarnya dan mulai menatap ke arah Fiola.

"Tadi... Anda pergi ke mana? Ehm... bukankah saat saya terbangun, anda tidak ada?"

"Oh... itu... aku mencari informasi dari udara."

Mendengar perkataan yang terdengar abstrak itu, Fiola sedikit memasang wajah datar.

"Udara...? Apa anda baik ke atas pohon untuk bisa melihat lebih jauh?" Tanya Fiola.

"Memang aku tadi mencari tempat tujuan kita dari atas, tapi sayangnya aku tidak naik pohon...."

"Eh...?" Ekspresi wajah gadis itu terlihat terkejut.

"Aku meloncat... ke udara beberapa ratus meter untuk mencari seberapa jauh lagi kita sampai ke tempat tujuan kita...."

Penjelasan itu membuat kepala Fiola sedikit sakit. Di dunia ini tidak ada yang meloncat beberapa ratus meter hanya untuk mencari informasi seperti itu, terlebih lagi tidak ada orang yang bisa meloncat setinggi itu kecuali yang memiliki sayap atau dengan sihir.

"Hah... Saya sudah tidak kaget lagi dengan apa yang dilakukan orang ini...." Fiola memalingkan wajahnya sambil menghela napas.

"Jadi... apa yang anda temukan....? Saat meloncat tadi...." Fiola menatap datar ke arah Robert.

"Ya... hanya sebuah fakta bahwa kalau kita terus berjalan dengan kecepatan seperti ini, mungkin kita akan sampai ke kota terdekat paling cepat satu minggu lagi...."

"Eh?? Eh?!! Sa-Satu minggu? Apa jaraknya sejauh itu?" Tanya Fiola dengan panik.

Fiola berjalan mendekati Robert, lalu berjinjit sambil menatap wajahnya ke atas.

"Hem... memang benar... jaraknya cukup jauh. Tapi, kalau lon--"

"Tidak mau," potong Fiola.

"Aku belum selesai bicara...."

Pria itu sedikit memalingkan pandangnya dan melihat ke arah Timur.

"Hemp! Pasti anda ingin bilang 'bagaimana kalau kita loncat lagi seperti sebelumnya?' Pasti seperti itu, bukan? Hemp! Sudah saya bilang, jangan lakukan itu lagi....!"

"Huh, kalau begitu... tidak apa kalau sampai satu minggu?" Tanya Robert sambil melirik ke arah Fiola.

"Kalau itu... mau bagaimana lagi... kalau loncat lagi, bisa-bisa kita sampai di tempat aneh...."

Fiola memasang ekspresi sedikit khawatir, lalu memalingkan wajahnya dari orang yang ada di depannya.

"Kalau kamu tidak masalah, baiklah." Robert melihat ke arah Fiola sambil sedikit tersenyum kecil. "Lagi pula kalau kita cepat sampai di kota terdekat bukan berarti tempat itu aman sih," gumam Robert.

"Eh...?" Fiola kebingunan.

"Kalau begitu, ayo! Sambil jalan, kita akan membahas beberapa hal lainnya...."

Robert berjalan melewati Fiola, lalu menepuk bahunya. "Ayo, bergegas," ucap Robert sambil terus berjalan ke arah selatan.

Fiola berbalik, lalu berjalan mengikuti pria itu sambil bertanya-tanya dalam benaknya.

"Membahas sesuatu...? Memangnya apa yang ingin anda bicarakan?" Tanya gadis bertubuh kecil itu.

"Apa kamu lupa? Aku sama sekali tidak tahu tentang dunia ini loh... aku butuh informasi."

"Oh, benar juga. Anda orang hilang ingatan ya...."

Mendengar itu, Robert sedikit menengok ke belakang dan melirik gadis itu dengan tatapan sedikit heran.

"Hah, jadi pada akhirnya aku dianggap orang hilang ingatan ya...." Robert menghela napas, lalu menggaruk bagian belakang kepalanya sendiri.

"Bagaimana memulainya ya, pertama-tama tolong jelaskan masalah pokok paling dasar situasi kita saat ini...."

"Masalah pokok paling dasar...?" Tanya Fiola.

"yah, tentu saja tentang masalah kenapa sampai kerajaan Armenia bisa diserang dan ditaklukkan oleh Kekaisaran Vandal. Jujur, aku sedikit penasaran tentang itu.... Tiba-tiba aku terjebak masalah seperti itu sih...."

Mendengar itu, Fiola terhenti. Ia menunduk dan terlihat enggan untuk membicarakan hal tersebut.

Melihat hal tersebut, Robert ikut berhenti dan berbalik menghadap ke arah Fiola yang terlihat murung.

"A... kalau kamu tidak ingin membalasnya, tidak apa. Kita ganti topik saja...."

"Bukan begitu... hanya saja, saya...."

Fiola bertambah murung. Ia terlihat sangat tidak ingin membahas hal itu dan hanya menundukkan kepalanya.

"Sudah...." Robert menepuk ringan kepalanya, lalu mulai mengelusnya.

"Jangan memaksakan diri," ucap Robert.

Gadis itu mengangguk ringan, lalu mengangkat kepalanya dan menatap wajah Robert. "Hem, baiklah," ucapnya dengan suara ringan.

Robert mengangkat tangannya dari kepala Fiola, lalu sedikit memang wajah lega.

"Kalau begitu, mari kita baha---"

Krucuk-krucuk...!

Tiba-tiba suara peluru keroncongan Fiola terdengar cukup keras. Gadis berambut perak itu langsung menundukkan kepalanya kembali dengan malu.

"Eeem? Lapar ya...? Kalau diingat-ingat, kamu dari kemarin belum makan apa-apa ya...."

Robert menengok ke arah Barat, lalu sedikit bergumam, "mungkin di sekitar sana tempatnya... "

"Hem, apa yang anda katakan, Tuan Robert?" Tanya Fiola.

"Tidak... saat aku memeriksa meloncat, aku melihat beberapa tempat yang dipenuhi pohon berbuah di sekitar sana...."

"Benarkah?! Ada makanan?!" Tanya Fiola dengan penuh semangat.

"Ya... mungkin," ucap Robert sambil sedikit melirik ke arah Fiola.

Mendapat jawaban yang meragukan itu, entah mengapa sekarang Fiola sama sekali tidak merasa ragu pada pria itu seperti sebelumnya. Dalam benak gadis kecil itu, dirinya merasa kalau memang Robert bukanlah orang yang suka memberi harapan palsu.

Setelah itu, mereka berdua merubah arah tujuannya ke barat menuju tempat yang dikatakan Robert tadi.
.
.
.

Kurang dari sepuluh menit berjalan kaki, mereka berdua keluar daerah pepohonan hutan dan sampai di sekitar danau berair jernih di tengah hutan. Danau itu terlihat cukup luas dengan beberap teratai yang mengapung di pojok danau. Berbeda capung beterbangan di atas air danau dan pantulan bayangan mereka tercermin pada air danau.

Di sekitar danau, tumbuh banyak pohon-pohon berjenis berry seperti Mullberry, Cranberry, Dewberry, dan Lungonberry yang merupakan jenis-jenis buah berry yang biasa tumbuh liar di hutan. Pohon-pohon dengan buah-buahan berwarna variasi merah terang, merah gelap, biru gelap, dan hitam kebiruan itu berjejer di sekitar danau dengan rapi.

Kalau diamati kembali, daerah sekitar danau tersebut sedikit lembab dan suhu udaranya cukup rendah yang membuat suasana sejuk terasa.

Robert dan Fiola yang melihat indahnya pemandangan danau yang masih asri dan pepohonan dengan buah-buah yang bagaikan perhiasan berwarna-warna itu terkagum. Untuk sesaat mereka membisu setelah satu langkah keluar dari hutan dan melihat semua keindahan yang ada.

"Indah sekali...." Fiola berjalan lebih dulu, lalu berputar melihat sekeliling tempat itu. Gadis itu terlihat sangat senang dan tidak bisa berhenti tersenyum senang. "Wah... Wah... Indahnya," ucap Fiola.

"Tuan Robert! Boleh saya pergi ke danaunya? Saya haus...?" Tanya Fiola sambil menengok ke arah Robert dengan gembiranya.

"Boleh saja sih... tapi, apa bisa diminum...?" Robert sedikit memasang wajah heran.

"Hem! Kalau sejernih itu, saya rasa tidak apa." Gadis kecil itu menunjuk ke arah danau sambil memasang wajah tidak sabar.

"Huh... silakan saja, tapi hati-hati ya! Kita tidak tau apa yang ada di tempat ini." Robert sedikit melihat sekeliling dan memastikan kalau di sekitar tempat itu tidak ada bahaya yang mengancam.

Dengan semangat, gadis kecil berambut perak panjang punggung itu berlari ke arah danau. Ia berjongkok di depan air danau, lalu mengambilnya dengan tangan dan perlahan meminumnya. Perlahan air segar melewati tenggorokan mungil gadis itu dan menghilangkan dahaganya.

Melihat gadis itu yang dengan senangnya meminum air dari danau, Robert menarik napas lega dan tersenyum ringan.

"Aku rasa tempat ini aman...."

Tapi rasa lega yang ia rasa itu hanya sesaat. Dari arah danau beberapa meter dari tepi tempat Fiola berjongkok meminum air, terlihat sebuah gundukan besar yang mengambang dengan cepat bergerak ke arah gadis kecil itu.

"Apa itu....?"

Perasaan Robert tidak enak. Merasakan akan adanya bahaya, ia langsung berlari ke arah Fiola.

Seperti apa yang ia duga, gundukan itu menampakkan dirinya yang ternyata adalah seekor buaya raksasa sebesar empat kali ukuran orang dewasa. Buaya itu memiliki kulit kasar berwarna abu-abu, mata merah, dan gigi bergerigi yang tajam dan rahang yang sangat kuat.

Melihat monster itu semakin mendekat, Robert menambah kecepatannya sembari berusaha untuk mengontrol kekuatannya.

Saat buaya raksasa itu meloncat dari permukaan air menerkam ke arah Fiola, Robert dengan cekatan langsung menarik tubuh kecil gadis itu ke belakang, lalu memantapkan pijakan kaki kirinya dan menendang rahang bawah buaya raksasa itu sampai berputar di udara dan masuk ke dalam air kembali. Semua itu dilakukannya dengan cepat sampai-sampai Fiola kebingunan dengan apa yang sedang terjadi.

"Heh...? Ta-Tadi...? Tadi itu...?!" Dengan tubuh sedikit gemetaran, gadis itu menengok ke arah Robert. Ia sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya sekilas tadi.

"Ya... seperti itu buaya," ucap Robert dengan santai. Pria itu sedikit memalingkan wajahnya dengan ekspresi tenang.

"Huh, tadi itu hampir saja..." Robert menghela napas. "Tapi, tadi... Hem, untung saja aku bisa menahan kekuatan tendanganku tadi... kalau tidak, bisa-bisa mata air di sini berubah jadi merah dan tidak bisa diminum....yah, melawan Goblin dan Orc tadi malam ada gunanya juga rupanya... sedikit demi sedikit aku sudah mulai menguasai kemampuan fisik yang memiliki kekuatan diluar nalar ini."

Melihat ekspresi tenang pria yang telah menyelamatkan tersebut, untuk beberapa alasan Fiola merasa sedikit tercengang karena setelah apa yang terjadi, pria itu tetap bisa bersikap tenang dan tetap memasang ekspresi datarnya.

"Sebenarnya apa orang ini...?" Pikir Fiola dalam benaknya heran. Pada saat yang sama dirinya juga merasa sedikit kesal dan mengembungkan kedua pipinya.

"Hem, ada apa? Kenapa wajahmu terlihat masam seperti itu? Apa air yang tadi kamu minum rasanya tidak aneh?" Tanya Robert.

Fiola menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu menjawab pertanyaan Robert dengan nada yang terdengar kesal. "Emh... malahan rasanya tawar dan segar."

"Ha ha, berarti tadi itu buaya air tawar dong! Jelas saja bisa besar seperti itu," ucap Robert dengan nada bercanda.

"Dilihat saja udah tahu!" Ucap Fiola dengan nada tinggi. "Hem... kenapa sih anda bisa setenang itu? Padahal tadi itu hampir saja...." Fiola menatap kesal ke arah Robert.

"Hem, apa?" Tanya Robert.

"Tidak ada!" Dengan kesal gadis itu berjalan ke arah daerah pepohonan hutan dimana tumbuh berjenis Berry tubuh.

Gadis itu berbalik, lalu melihat ke arah Robert dengan tatapan mata yang terlihat seperti anak kecil yang akan menangis.

"Ka-Karena kita tahu di dalam danau ada mo-monster tadi, sebaiknya kita makan buah-buahan sa-saja yang ada di sekitar sini," ucapnya dengan sedikit kaku.

"Maaf... sepertinya aku terlalu berlebihan menggodanya."

Robert menoleh ke arah danau, lalu sedikit memasang wajah cemas dengan apa yang akan mereka temui nantinya saat perjalanan.

"Maaf, aku akan minum dulu yah! Haus nih!" Ucap Robert sambil berjalan ke arah danau.

Mendengar itu, Fiola sangat terkejut. Setelah apa yang dialaminya tadi dan hampir menjadi makanan buaya penghuni danau, ia merasa heran terhadap Robert sama sekali tidak merasa takut.

"Tu-Tunggu Tuan Robert...! Bu-Buaya! Buaya tadi....!"

"Tenang saja! Buaya air tawar itu makhluk yang cukup cerdas, mereka tidak akan menyerang setelah mereka kalah seperti tadi....! Yah, itu mungkin sih."

Mendengar kata yang meragukan itu kembali, kali ini dirinya benar-benar meragukannya. Gadis kecil itu memasang wajah sedikit cemas sambil terus melihat Robert yang sedang minum air danau. Tapi seperti apa yang dikatakan pria itu, tidak terjadi apa-apa dan buaya tadi sama sekali tidak menyerangnya.

Setelah Robert selesai, ia berjalan ke arah Fiola dan mencari beberapa buah Berry untuk mengganjal perut mereka yang kelaparan.

Memetik berry-berry dari pohonnya yang tidak terlalu tinggi, lalu mengumpulkannya dan memakannya di sekitar danau saat sudah terkumpul cukup penuh di tangan mereka.

««»»

Setelah mengisi perut mereka, Fiola dan Robert duduk bersebelahan di sekitar danau. Sambil bersandar pada salah satu pohon yang ada, mereka beristirahat setelah memakan buah-buah Berry sampai mereka kenyang.

"Rasanya perutku sangat penuh...."

Fiola memegang perutnya yang terlihat membesar karena terlalu banyak makan buah berry. Entah mengapa saat itu terlihat seperti sedang mengandung sesuatu.

"Padahal cuma makan buah, kenapa sampai sebesar itu? Lapar apa doyan?" Robert sedikit memasang ekspresi heran sambil menatap perut tertutup kain gadis itu yang membuncit.

"Jangan terlalu membuat saya seperti itu.... rasanya malu...." Fiola tersipu malu.

"Tidak, hanya saja itu terlihat seperti hamil."

"Eh?! Apa makan terlalu banyak buah berry bisa membuat orang hamil?!" Tanya Fiola dengan panik.

"Tidak mungkin lah, dari mana kamu dengar yang seperti itu?"

"He he, benar juga yah...." Fiola sedikit memalingkan wajahnya yang mulai tersipu malu.

"Ngomong-omong, Fiola... bagimana kalau kita melanjutkan pembicaraan kita sebelumnya...."

Mendengar perkataan tersebut, Fiola menatap dengan raut wajah cemas. Ia kira yang ingin pria itu bahas adalah masalah kenapa kerajaannya bisa diserang kekaisaran Vandal dan ditaklukkan.

"Apa ia sangat tidak ingin membalasnya?" Pikir Robert.

Robert mengelus kepalanya, dan berkata, "jangan khawatir, aku tidak menanyakan hal itu. Aku hanya ingin bertanya beberapa hal tentang dunia ini."

"Memangnya hal apa yang ingin anda tanyakan?" Tanya Fiola.

Robert menurunkan tangannya dari atas kepala gadis itu, lalu memalingkan wajahnya dan melihat ke arah danau.

"Apa yah... bagaimana kalau tentang uang di dunia ini? Tidak, lebih tepatnya tentang jenis-jenis mata uang di dunia ini sih," ucap Robert sambil melihat ke arah Fiola kembali.

"Hem...." Gadis itu sedikit memiringkan kepalanya dan berpikir sambil meletakan jari telunjuknya di ujung bibir tipisnya. "Jenis-jenis? Di dunia ini dari dulu hanya ada satu jenis mata uang internasional yang digunakan seluruh tempat di daratan ini loh...."

"Heh? Hanya satu?" Robert terkejut.

"Hem, hanya satu. Mata uang di dunia ini adalah [Qire]. Nilai yang mulai digunakan sejak masa perekonomian barter selesai...."

Mendengar itu, Robert sedikit memalingkan pandangnya dan mulai memikirkan sesuatu.

"Hem... hebat ya. Berarti seluruh negeri menggunakan satu mata uang dong... kalau begitu, mungkin kedepannya akan sedikit lebih mudah."

"Ada apa , Tuan Robert? Kok diam?" Tanya Fiola.

"Ga ada apa-apa, kok... Terus, bisakah kamu menjelaskan tentang mata uang Qire tersebut?" Tanya Robert.

"Hem... bagiamana yah menjelaskannya." Fiola sedikit memalingkan kepalanya ke arah lain, dan mulai berpikir kembali.

"Pada dasarnya Qire itu hanya satuan dasar untuk mengukur suatu nilai, dan sebagai alat transaksi yang paling umum biasanya mengunakan koin. Koin bervariasi terdiri dari koin perunggu, koin perak, koin emas, dan koin platinum," ucap Fiola.

"Hem, sistem koin abad pertengahan yah... aku rasa ini memang dunia fantasi," pikir Robert.

Fiola mulai berusaha mengingat-ingat sesuatu kembali, lalu mulai melanjutkan penjelasannya.

"Emm... 10 koin perunggu bernilai 1 koin perak, 10 koin perak bernilai 1 koin emas, dan sepuluh koin emas bernilai 1 koin platinum," lanjut Fiola. 
"Hem, kurang lebih aku paham. Kalau begitu, satu koin perunggu nilainya berapa Qire,Fiola?"

"Nilai Satu koin perunggu 10 Qire, dan itu bernilai kelipatan sesuai dengan jumlah dan koin-koinnya. Jika 1 koin perunggu bernilai 10 Qire, berarti 1 koin perak bernilai 100 Qire, sedangkan koin emas bernilai 1000 Qire, dan 1 koin platinum bernilai 10.000 Qire...."

Mendengar penjelasan sistem keuangan yang sederhana itu, Robert langsung padam dan mengangguk.

"Kurang lebih aku paham...."

"Hm-Ehmm... yakin paham? Kalau bingung ditinggal tanya saja, jangan malu-malu...." Fiola mendekatkan wajahnya dan menatap tajam mata Robert.

"Kalau kau menganggap aku orang yang hanya menggunakan otot saja, dan sama sama sekali tidak menggunakan otak... kamu salah besar. Asal kau tahu, aku orang yang cukup terpelajar dulu," ucap Robert sambil menatap balik Fiola.

"Hwm... jadi sebelum hilang ingatan, anda seorang yang terpelajar yah," ucap Fiola dengan nada curiga.

Robert memalingkan wajahnya dengan rasa sedikit bersalah. Ia mulai berkeringat karena gadis itu benar-benar menganggapnya sebagai orang amnesia.

"Kurang lebih seperti itu," ucap Robert sambil mulai berdiri, lalu melihat sekeliling danau.

"Oh, iya. Biasanya, untuk biaya hidup satu orang sehari berapa?" Tanya Robert sambil menoleh ke arah Fiola.

Mendengar pertanyaan seperti itu, Fiola tersentak dan mulai bertingkah gugup.

"A... mungkin sekitar 10 koin perak?" Ucap Fiola dengan ragu-ragu.

"Hem, 20 koin perak, berarti 2000 Qire. Tidak, itu setara dengan dua koin emas loh... masa untuk satu hari saja sampai sebanyak itu...."

Robert sedikit menatap ragu gadis itu, lalu menghela napas.

"Hah, benar juga. Dia tuan putri, pasti standar hidupnya berbeda dengan kebanyakan orang di dunia ini...."

Mendapat reaksi seperti itu, Fiola menggerutu. "Apa sih, reaksi ini! Hemp, mau bagaimana lagi, semua masalah kebutuhan sehari-hari selalu telah disiapkan pelayan istana sebelum saya tahu! Bukan salah saya kalau saya tidak tahu berapa banyak uang yang dibutuhkan rakyat biasa!"

Mendengar itu, Robert menghela napas kembali dengan lebih berat.

"Haaah, dari pada melanjutkan topik seperti itu, lebih baik kita lanjutkan pembicaraannya." Robert menoleh ke belakang, lalu sekilas melihat danau, setelah itu melihat Fiola kembali.

"Eng... membahas soal apa memangnya....?"

Mendapat balasan pertanyaan seperti itu, Robert benar-benar bingung. Dalam dirinya ia bertanya-tanya apakah memang benar gadis itu tidak menyadarinya, atau memang ia sengaja tidak membahas masalah tersebut.

"Tentu saja.... tentang alasanmu memilih pergi ke Republik Sriana. Apa kamu punya rencana setelah sampai di sana?" Tanya Robert.

Gadis itu langsung menundukkan kepalanya dan terlihat cemas. Tidak tahu mengapa gadis itu terdiam, Robert bertanya kembali.

"Neh, kenapa?"

"Itu... dari sekian banyak negeri yang ada di daratan ini, hanya Republik Sriana lah yang sangat toleran dengan pendatang asing.... jadi, kalau kita mendapat kewarganegaraan di sana, mungkin saj---"

"Itu sangat tidak mungkin," potong Robert.

"Eh?" Fiola terkejut. Itu pertama kalinya pria itu terlihat sedikit kesal.

"Mana mungkin ada negara yang mau menerima buronan, yang ada malah kita diserahkan kepada kekaisaran. Apa kamu bodoh?" Ucap Robert sambil sedikit menaikan kedua alisnya.

"I-Itu... bi-bisa saja mereka belum tahu kalau ki--"

"Apa kamu pikir berita tentang ditaklukkannya sebuah kerajaan belum tersebar di negara tetangga?"

Gadis itu tertunduk murung, lalu mulai melihat kedua kaki mekaniknya dan mulai termenung.

"Terus... bagaimana lagi... selain tempat itu, saya tidak tahu harus pergi kemana...."

"Hah, sudah aku duga. Jujur saja, ini terdengar mengganjal saat kamu mengatakan untuk pergi ke Republik. Nah, dengarkan sebuah saran kecilku ini jika ingin tetap kita pergi ke negeri itu...."

Mendengar itu, Fiola mengagkat kepalanya dan melihat ke arah Robert yang berdiri di depannya.

"Berhentilah menjadi bangsawan...."

"Eh....??"

"Buang status kebangsawananmu untuk selamanya, buang nama margamu, buang kehidupanmu sebagai tuan putri, buang segala sesuatu yang kamu miliki selama ini, lalu buang kehidupanmu sebagai Tuan Putri Fiola Resterus."

"A-Apa yang anda katakan?! Mana mungkin aku melakukan hal itu!!"

"Setelah kamu melakukan semua itu, mulailah kembali kehidupanmu yang baru di negeri itu sebagai orang lain," lanjut Robert.

Fiola langsung tercengang. Ia sangat paham mengapa pria itu mengatakan hal itu padanya. Putri dari kerajaan yang telah runtuh, selama dirinya menyandang gelar itu, ia akan selalu menjadi incaran orang-orang. Ditambah lagi reputasi yang dimiliki kerajaan Armenia kebanyakan hanya hal-hal buruk yang ada.

Tapi, meskipun telah mempertimbangkan semua hal yang ada, tetap saja Fiola tidak bisa menerima apa yang disarankan oleh Robert.

"Saya... tidak bisa melakukannya. Kalau hanya melepas kebangsawanan atau semacamnya, saya tidak akan keberatan... tapi... kalau anda meminta saya untuk melepas nama ini, saya tidak akan mau!"

Fiola berdiri, lalu menatap wajah Robert dengan tatapan mata yang berkaca-kaca. Saat melihat ekspresi gadis itu, Robert sama sekali tidak merubah ekspresi datarnya.

"Kenapa....?" Tanya Robert.

"Itu... karena... nama ini... adalah satu-satunya hal yang tersisa dari pemberian Ayahanda dan Ibunda... Saya... tidak memiliki sesuatu untuk dikenang kecuali nama dan pengetahuan yang mereka beri! Saya tidak akan melepaskan nama Fiola ini walaupun seluruh orang di daratan ini mengincar diriku!"

Gadis itu menatap dengan penuh keyakinan. Sorot matanya terlihat bersinar dan penuh semangat untuk hidup. Di sini lain, Robert hanya memasang sorot mata yang kelam. Dalam benak pria itu bertanya-tanya, "mengapa gadis itu bisa berbicara seperti itu dengan penuh keyakinan setelah apa yang dialaminya?" Tapi, Robert tidak berkata apa, lalu memalingkan pandangnya dan menghela napas.

"Hah, sebegitu pentingnya nama itu ya... jujur aku tidak terlalu paham hal yang seperti itu, tapi... aku ingatkan lagi, kalau kamu tetap memakai nama itu setelah sampai di Republik, kamu hanya akan dapat masalah loh."

Robert melihat tajam ke arah Fiola, lalu menunjuk kening gadis itu dengan telunjuk tangan kanan.

"Saya tidak peduli! Saya tidak akan melepaskan nama Fiola ini!" Ucap gadis itu.

"Yah, yang nanti kena masalah bukan kau saja nih...." Robert sedikit memasang ekspresi pasrah.

"Em-hmm, kalau begitu, paling tidak jangan pakai nama marga milikmu itu saat di sana...."

"Eh?" Fiola terkejut karena Robert berhenti semudah itu.

"Jujur saja, yang membuat itu nama keluarga kerajaan yang kamu bawa. Kalau tidak salah...."

"Resterus," ucap Fiola. "Nama marga kerajaan Armenia adalah Resterus."

"Ya, nama itu yang kemungkinan besar mengundang masalah. Jujur saja di nama Fiola banyak yang memilikinya diluar sana, tapi nama Resterus Fiola mungkin hanya ada satu sih," ucap Robert.

"Terbalik...! Yang benar Fiola Resterus. Nama marga ada di belakang, kenapa anda sampai tidak tahu itu sih?" Ucap Fiola dengan nada sedikit kesal.

"Heh, ada apa? Kenapa kamu marah?" Tanya Robert dengan bingung.

"Tidak ada!" Gadis itu mengembungkan pipinya dan memalingkan wajahnya.

"Apa kamu marah karena aku memintamu untuk mengganti nama margamu?" Tanya Robert.

"Bukan itu!" Gadis itu memalingkan wajahnya ke arah lain.

Melihat ekspresi, Robert memikirkan beberapa kemungkinan lainnya yang bisa membuatnya kesal. Tapi setelah berpikir kembali, tetap saja Robert tidak bisa menemukan penyebabnya.

"Neh, kenapa kamu kesal?" Tanya Robert.

"Namaku...."

"Eh?"

"Namaku bulan nama pasaran!" Ucap Fiola dengan nada tinggi.

Mendengar alasan dia terlihat kesal, Robert sedikit memalingkan pandangnya dengan ekspresi acuh.

"Peduli amat... gak penting...."

Robert menghela napas, lalu melihat ke arah dan mengelus kepalanya.

"Baik, baik. Aku minta maaf. Jadi, apa kamu mau merubah nama margamu saat sampai di sana? Asal kamu tahu saja, bukan berarti marga kamu hilang untuk selamanya kok, kalau kamu membutuhkannya untuk beberapa kepentingan mendesak, kamu bisa menggunakannya. Yah, jujur aku harap kamu tidak meneriakkan margamu di tengah-tengah kota nanti sih," ucap Robert dengan santai.

Gadis itu mengembungkan pipinya, lalu menatap Robert dengan ekspresi wajah yang memerah.

"Tentu saja saya tidak akan berteriak!" Ucap Fiola jengkel.

"Hem, jadi telah diputuskan yah. Setelah kita sampai di sana, jika ada administrasi yang harus diisi, kamu tidak boleh mengunakan nama marga kerajaan itu yah."

Robert berjalan ke arah hutan dan hendak melanjutkan perjalanannya, tapi saat itu Fiola menahan tangan kanannya. Pria itu berhenti, lalu menoleh dengan heran.

"Ada apa?" Tanya Robert.

"Marga...."

"Hem, marga?"

"Ya! Marga apa yang harus saya gunakan?" Tanya gadis itu.

"Hem, benar juga.... kalau begitu, bagaimana kalau margaku saja. William." Robert mengangkat jari telunjuk tangan kanannya, lalu sedikit tersenyum kecil.

Mendapat jawaban itu, untuk sesaat raut wajah Fiola memerah. Kalau seorang gadis memakai marga seorang pria, hal itu tidak diragukan lagi mengarah ke hal seperti pernikahan atau semacamnya. Memikirkan hal itu, Fiola melangkah mundur dengan canggung dan menatap mulai menatap pria di depannya dengan pandangan berbeda.

"A-Apa yang anda katakan?! Ke-Kenapa anda membiarkan orang asing seperti saya memakai nama marga anda!?" Ucap Fiola dengan sangat gugup.

"Hem...? Kenapa malah balik tanya? Bukankah itu setting yang sesuai?" Ucap Robert sambil berbalik, lalu melihat gadis di depannya dengan bingung.

"Setting...?" Fiola sedikit memiringkan kepalanya.

"Hem, setting sebagai saudara. Kalau kamu menjadi adikku, mungkin saat melewati administrasi akan lebih mudah."

"Hah?" Mulut Fiola sedikit terbuka dengan wajah bingung. Mendapat jawaban seperti itu, seketika ia langsung merasakan malu yang luar biasa karena salah mengira. Wajahnya memerah, saking merahnya itu sampai terlihat seperti buah delima.

"O-Oh... be-benar juga, sebagai adik anda toh... adik rupanya... he he. Asik yah...." Fiola memalingkan wajahnya yang terlihat kecewa.

"Hem, kalau dilihat orang lain, kamu lebih cocok jadi adik. Itu akan memudahkan kita," ucap Robert.

Mendengar itu, Fiola menunduk dengan raut wajah menyerah dan pasrah akan pola pikir orang yang ada di depannya itu.

"Ya... terserah saja," jawabnya dengan nada yang sudah tidak peduli lagi dengan pembicaraan.

"Hem, sudah diputuskan ya! Kalau begitu, ayo kita melanjutkan perjalanannya!" Ucap Robert dengan sedikit semangat.

"Ya... huh, padahal masih belum istirahat....."

Keluh gadis itu sambil mengikuti Robert masuk ke dalam hutan. Mereka berdua berjalan ke arah Selatan dimana salah satu kota di Republik Sriana yang mereka tuju berada.

Saat beberapa meter memasuki hitam, Robert merasakan sesuatu dengan aura tidak mengenakan sedang mengamati mereka. Robert berhenti, lalu menoleh ke arah danau dan mencoba untuk memastikannya.

"Hem, ada apa, Tuan Robert? Tanya Fiola heran.

"Tidak... rasanya ada yang sedang mengawasi kita," ucap Robert.

"Eh? Apa monster lagi?" Fiola panik dan langsung mendekati Robert.

"Tidak... itu mungkin hanya imajinasiku saja...."

Robert kembali menatap ke depan dan lanjut berjalan.

"Ha ha, jangan buat aku takut...." Gadis kecil itu mendekatkan diri kepada pria di depannya dengan sedikit gemetar.

Saat mereka terus berjalan masuk ke hutan, samar-samar Robert merasakan tatapan tajam yang diarahkan kepada mereka.

"Sudah aku duga... ada yang sedang mengawasi. Hem, semoga saja tidak terjadi hal yang menyusahkan," pikir Robert sambil memasang wajah malas.

===============================

Tambahan penjelasan mata uang dunia ini:

»10 koin perunggu = 1 koin perak.
»10 koin perak= 1 koin emas.
»10 koin emas = 1 koin platinum.

Mata uang utama dunia adalah Qire.

Nilai 10 Qire sama dengan 1 koin perunggu.

Contoh:

10 koin perunggu sama dengan 100 Qire.

10 koin perak sama dengan 1000 Qire.

10 koin emas sama dengan 1.000 Qire.

10 koin platinum sama dengan 10.000 Qire.

Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, minimal harus menghabiskan 200 Qire atau sama dengan 20 koin perunggu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
May be Later
13754      2026     1     
Romance
Dalam hidup pasti ada pilihan, apa yang harus aku lakukan bila pilihan hidupku dan pilihan hidupmu berbeda, mungkin kita hanya perlu mundur sedikit mengalahkan ego, merelakan suatu hal demi masa depan yang lebih baik. Mungkin di lain hari kita bisa bersanding dan hidup bersama dengan pilihan hidup yang seharmoni.
Tumpuan Tanpa Tepi
7331      2574     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Strawberry Doughnuts
602      403     1     
Romance
[Update tiap tengah malam] [Pending] Nadya gak seksi, tinggi juga kurang. Tapi kalo liat matanya bikin deg-degan. Aku menyukainya tapi ternyata dia udah ada yang punya. Gak lama, aku gak sengaja ketemu cewek lain di sosmed. Ternyata dia teman satu kelas Nadya, namanya Ntik. Kita sering bertukar pesan.Walaupun begitu kita sulit sekali untuk bertemu. Awalnya aku gak terlalu merhatiin dia...
Anak-Anak Dunia Mangkuk
460      264     6     
Fantasy
Dunia ini seperti mangkuk yang biasa kalian pakai untuk makan dan minum. Kalian yang tinggal di lembah hidup di dasarnya, dan pegunungan batu yang mengelilingi lembah adalah dindingnya.
Premium
Titik Kembali
4206      1366     16     
Romance
Demi membantu sebuah keluarga menutupi aib mereka, Bella Sita Hanivia merelakan dirinya menjadi pengantin dari seseorang lelaki yang tidak begitu dikenalnya. Sementara itu, Rama Permana mencoba menerima takdirnya menikahi gadis asing itu. Mereka berjanji akan saling berpisah sampai kekasih dari Rama ditemukan. Akankah mereka berpisah tanpa ada rasa? Apakah sebenarnya alasan Bella rela menghabi...
Rain Murder
1288      534     7     
Mystery
Sebuah pembunuhan yang acak setiap hujan datang. Apakah misteri ini bisa diungkapkan? Apa sebabnya ia melakukannya?
Langit Jingga
2498      841     4     
Romance
"Aku benci senja. Ia menyadarkanku akan kebohongan yang mengakar dalam yakin, rusak semua. Kini bagiku, cinta hanyalah bualan semata." - Nurlyra Annisa -
The Journey is Love
621      427     1     
Romance
Cinta tak selalu berakhir indah, kadang kala tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Mencintai tak mesti memiliki, begitulah banyak orang mengungkapkan nya. Tapi, tidak bagiku rasa cinta ini terus mengejolak dalam dada. Perasaan ini tak mendukung keadaan ku saat ini, keadaan dimana ku harus melepaskan cincin emas ke dasar lautan biru di ujung laut sana.
Beloved Symphony | Excetra
880      402     0     
Romance
Lautan melintang tiada tuturkan kerasnya karang menghadang.
PEREMPUAN ITU
485      324     0     
Short Story
Beberapa orang dilahirkan untuk membahagiakan bukan dibahagiakan. Dan aku memilih untuk membahagiakan.