Robert berjalan cepat ke dalam hutan. Tanpa pencahayaan kecuali cahaya bulan yang masuk melalui sela-sela dedaunan, ia dengan putus asa berlari mencari tanaman herbal untuk menurunkan demam yang diderita Fiola. Pria itu melihat ke beberapa bagian bawah pohon satu ke pohon yang lain mencari tanaman obat yang mungkin tubuh liar disekitar tempat itu. Tetapi walaupun ia mencari sekeras apapun, ditempat itu sama sekali tidak ada tanaman obat yang bisa ia gunakan.
"Sialan ... kenapa kebanyakan yang tumbuh tanaman yang tidak aku tahu! Masa tidak ada, sih ... tanaman yang bisa digunakan untuk obat."
Robert bersandar pada salah satu pohon sambil menutup matanya dengan lengan kanannya. Dalam hatinya ia merasa kesal, dan meningkatkan dirinya dimana dia masih sakit dan tidak berdaya dulu.
Saat merunduk kesal, sebuah anak panah dengan ujung kayu runcing melesat ke arahnya dan mengenai kepalanya. Suaranya terdengar jelas tepat sasaran, tapi anehnya anak panah itu malah hancur saat mengenai kepala Robert.
"Sialan... itu tadi cukup sakit...."
Dengan raut wajah kesal, ia berdiri lalu mencari orang yang tadi menembakan anak panah dari kegelapan. Tapikarena kurangnya pencahayaan, Robert sama sekali tidak bisa menemukannya.
"Cih! Padahal lagi buru-buru, tapi malah ada masalah segala.... kalau situasinya seperti ini, sesuai klise pasti aku diserang sama monster.... Kalau seperti ini, Fiola juga bisa dalam bahaya... lebih baik aku singkirkan mereka... atau...."
Robert menghela napas, lalu bergumam.
"Ya, ini lebih baik daripada bandit."
Tanpa aba-aba sama sekali, Robert langsung berputar lalu menendang pohon di belakangnya sampai tercabut dari akarnya dan terlempar ke udara. Pohon itu melayang dan jatuh membentur salah satu pohon lain sampai tumbang.
"Kalau mau petak umpet, akan ku ladeni kalian....! Jangan khawatir... akan aku temukan kalian!"
Robert berlari ke depan, lalu menendang pohon di depannya sampai tumbang, setelah itu dilanjutkan dengan tendangan berputar ke arah pohon lain. Pria dengan telanjang dada itu terus mendang dan menuju pohon-pohon sampai tumbang, sampai pada akhirnya, hutan di daerah sekitar tempat itu tidak ada pohon yang berdiri.
"Hem, kalau begini... tidak ada tempat sembunyi seharusnya...."
Sambil meletakan kedua tangannya pada pinggang, Robert melihat ke arah langit yang terang dengan bintang dan bulan.
"Untung malam ini... malam yan---"
Tang!
Tiba-tiba seseorang memukul kepala Robert dengan kampak besi dari belakang. Tapi, kampak tersebutlah yang patah dan Robert hanya tertunduk karena hentakannya.
Saat Robert menengok ke arah sosok yang memukul kepalanya, di sana berdiri seekor monster setinggi 2 meter. Monster itu berkulit hijau, memiliki taring yang mencuat dari bawah dan memiliki perawakan kekar. Monster itu juga mengenakan pakaian kulit dan sabuk pengikat dari serat.
"Sialan... gawat... Monster ini entah mengapa sangat kuat...."
Robert mulai ketakutan. Ia perlahan melangkah mundur, sedangkan monster di depannya masih terlihat kebingunan kenapa senjatanya bisa patah.
Orc itu membuang gagang kampaknya yang patah, lalu bersiap untuk menghajar Robert. Menyadari sikap tubuh monster itu yang bersiap memukul dengan tangan kanannya, Robert segera meloncat ke belakang.
Tapi, kecepatan monster itu diluar perkiraan. Gerakan Orc bertubuh besar itu sangat gesit dan membuat Robert terpana pukulannya tepat di bagian perut.
"Ugh!"
Tubuhnya sedikit terangkat. Dengan sedikit melangkah mundur, Robert memegang perutnya yang terkena pukulan tadi.
"Eh... tidak sakit? Baik-baik saja? Apa aku benar-benar baik-baik saja?"
Dengan sedikit bingung, Robert berdiri tegak dan sedikit memasang wajah heran.
"Benar juga... ini berkat Berkah itu. Heh, bikin kaget saja. Karena tubuhnya besar dan kekar, aku sampai ketakutan tadi...."
Robert memasang kuda-kudanya. Kali ini ia sama sekali tidak merasa takut dengan monster yang ada di depannya.
"Ayo, maju! Dasar sialan!
Robert memprovokasi monster itu. Saat monster itu akan memukulnya dengan tangan kanannya, di mata Robert entah mengapa pukulan monster itu kali ini terlihat lambat. Ia menghindarinya, lalu melancarkan serangan balasan dengan tinju pendek ke perut monster itu.
Bruak!
Ketika itu, hal yang yang mengejutkan Robert terjadi. Hanya dengan tinju pendek, tubuh monster itu meledak sampai daging dan darahnya terpencar berserakan.
"Ah.... me-menjijikan...."
Setelah mengalahkan Orc tersebut, kawanan yang bersembunyi di bagian hutan yang pohonnya tidak tumbang mulai keluar dari persembunyian mereka. Monster-monster itu terdiri dari beberapa Orc, dan puluhan Goblin, sejenis monster berkulit hijau tetapi memiliki tubuh yang pendek.
Beberapa diantara mereka langsung berlari ke arah Robert dan menyerangnya, tapi sekali lagi serangan mereka tidak berarti. Senjata mereka yang terdiri dari senjata rampasan seperti pedang berkarat, bola besi berduri yang sudah rusak, dan beberapa senjata bekas lainnya, semua itu hancur saat digunakan untuk menyerang Robert.
Menyadari serangan mereka tidak mempan, para monster itu mulai melangkah mundur dengan ketakutan.
Karena tidak ingin membiarkan mereka pergi, Robert langsung berlari ke arah salah satu diantara mereka dengan kecepatan sedang dan memukul salah satu Goblin yang terdekat sampai kepalanya hancur.
Saat itulah para monster itu berlarian masuk ke dalam hutan.
"Teruslah berlari... sampai di sarang kalian... saat itulah aku akan menghabisi kalian... jangan pikir aku akan memberikan kalian lolos dengan mudah...."
Sambil tersenyum gelap, Robert berjalan cepat mengikuti pada kawanan monster yang berlari ke dalam hutan tersebut.
Lalu, seperti apa yang dikatakannya. Robert mengubah sarang para monster itu menjadi kuburan bagi mereka.
««»»
Pagi harinya. Sinar matahari mula menyinari rerumputan dan pepohonan. Embun pagi perlahan menetes dari dedaunan pepohonan yang tumbang. Karena beberapa alasan, pohon-pohon di hutan yang tadinya berjejer rapi, entah mengapa sekarang beberapa pohon dari hutan yang berbatasan langsung dengan padang rumput tersebut tumbang.
Di sana terlihat sekitar 30 sampai 35 pohon yang tumbang. Diantara pohon-pohon tersebut, sebagian besar pohon yang tumbang memiliki bekas benturan benda keras dan bebas kepalan tangan.
Saat sihir mulai menyinari Fiola yang tertidur di saling api unggun yang menjadi arang, ia terbangun dan mulai melihat sekeliling dengan setengah tertidur. Di sekitar tempatnya tertidur, ada beberapa buah kelapa yang telah terbuka, dan hanya airnya saja yang hilang sedangkan daging buahnya utuh.
"Hem... kenapa saya berada di luar? Saya kira, saya---"
Saat melihat kondisi hutan yang kacau balai, seketika Fiola tercengang. Pikirannya mulai berpikir dengan cepat dan mencari tahu jawaban akan kebingunannya.
"Ah, ini pasti mimpi... tidur lagi ah...."
Fiola membaringkan dirinya kembali ke atas rerumputan dan berusaha tertidur kembali, tapi rasa penasaran gadis itu lebih besar dan membuatnya tidak bisa tenang. Ia pun bangun kembali.
Fiola berdiri sambil menutupi tubuhnya dan selebar kain putih, tapi saat ia tangan kanannya menyentuh pakaian laki-laki yang dirinya kenakan, ia teringat kejadian saat malam.
"Be-Benar... Tuan Robert... dimana dia?"
Fiola panik. Ia matanya mencari pria itu kesana kemari, tapi tetap tidak ada tanda-tanda orang berwajah sedikit suram itu.
Menyadari orang itu tidak ada di sekitar sana, Fiola dengan panik masuk ke dalam hutan yang bagian depannya sudah porak poranda.
"Tuan Robert... saya mohon jangan tinggalkan saya...."
Gadis itu terus berlari dengan bertelanjang kaki masuk ke dalam hutan. Ia tidak memperdulikan ranting-ranting pohon yang terjatuh di atas dan menjinakkan tanpa memperdulikan kaki mekaniknya yang mulai lecet.
Saat ia berjalan melewati bagian hutan yang porak poranda, di sekitar tempat itu terlihat beberapa mayat monster Goblin dan Orc yang bentuknya sudah tidak karuan.
"A-Apa ini... kenapa ada banyak mayat monster di tempat ini....?
Fiola ketakutan dan berpikir untuk menunggu saja di luar hutan, tapi saat ia berpikir kembali, tidak ada jaminan bahwa pria itu akan kembali. Pada akhirnya gadis bertubuh kecil itu melanjutkan masuk ke dalam hutan.
Ia melewati jalan yang kasar, dedaunan kering yang berjatuhan, ranting-ranting tua yang terjatuh di tanah, dan batu-batu kerikil yang kasar.
Fiola terus mencarinya di dalam hutan, diantara pepohonan, dan di atas cabang-cabang pohon yang tertutup dedaunan. Tanpa ia sadari, dirinya telah masuk terlalu dalam sampai dirinya tidak tahu cara kembali.
"Eh... di mana saya....?"
Raut wajahnya berubah takut. Di sekeliling gadis itu hanya ada pepohonan besar dengan tinggi sekitar 7 sampai 12 meter berdaun lebat yang sampai menghalangi sinar matahari sampai ke permukaan.
Sekilas, ia mendengar sesuatu yang bergerak diantara dedaunan pohon, dan itu membuatnya panik. Fiola langsung mempersiapkan sihirnya dan menunggu suara tersebut terdengar kembali. Gadis itu langsung memulai rapalan sihirnya dengan cepat.
"Wahai Roh Api, aku memohon padamu dan dengarkan perintahku, atas nama satu dari lima elemen dasar, memburu untuk hidup, maka pinjamankan lah kekuatan untuk memanah hewan buas...."
Saat Fiola suara dedaunan yang bergerak dari atas pepohonan dari arah belakang, ia langsung berbalik dan mengulurkan tangan kanannya ke arah dedaunan pohon tersebut.
"Burning Arrow!!"
Lingkaran sihir tercipta dan anak panah api merah membara langsung melesat dari telapak tangan kanan Fiola ke arah dedaunan pohon tersebut.
Panah api itu langsung membakar dedaunan pohon tersebut, tapi saat itu terjadi sesuatu yang aneh. Beberapa detik setelah dedaunan itu terbakar, hembusan angin yang kencang tiba-tiba tercipta dari daerah pohon yang terbakar itu dan mematikan apinya.
"Ooi, oi, kejam sekali. Main lempar benda berbahaya seperti itu...."
Suara yang tidak asing bagi Fiola terdengar dari atas pohon tersebut. Saat orang itu, meloncat turun, ternyata orang itu tidak lain adalah Robert. Pria itu telanjang dada dan penuh dengan keringat.
"A...." Raut wajah gadis itu terlihat seperti akan menangis. Dalam hatinya ia merasa sangat lega bisa bertemu dengan orang itu lagi.
"Bodoh...!" Ucap Fiola.
Ia langsung berlari ke arah Robert dan memeluknya. Ia langsung menangis sampai ingusnya keluar.
"Dari mana saja ! Saya khawatir tau!" Ucapnya sambil terus memeluk Robert.
"Hem, kalau kamu sudah sesemangat itu, aku rasa kamu sudah sembuh."
Mendengar perkataan Robert, Fiola sedikit kebingungan. Ia melepaskan pukulannya dan mundur dua kangkah, lalu melihat Robert sambil sedikit memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung.
"Sembuh....?"
"Hem... apa kamu tidak ingat? Kamu demam parah loh tadi malam... jujur aku kira kamu tidak akan selamat."
"Tidak... kalau soal demam, saya ingat. Tapi... apa anda yang menyembuhkan saya?" Tanya Fiola.
"Hem, yah begitulah. Jujur mencari tanaman obat di hutan sangat sulit loh... ditambah lagi banyak monster."
Robert sedikit memalingkan wajahnya dan memasang wajah sedikit kecewa.
"Heh, aku tidak mengira kalau Goblin dan Orc itu sangat pengecut...."
"A-Apa kamu membunuh mereka?" Tanya Fiola dengan sedikit gemetar.
"Tidak semua.... hanya beberapa saja, setelah itu mereka langsung kabur semua."
"Jadi... kamu membunuh mereka...."
Fiola sedikit menatap takut Robert. Diamati kembali, kedua tangan pria itu memiliki beberapa bercak darah yang terlihat segar.
"Mau bagaimana lagi, saat aku mencari tanaman obat di hutan, tiba-tiba menyerangku dari belakang sih. Bukan salahku kalau mereka aku bunuh...."
Robert menyembunyikan kedua tangannya yang memiliki bercak darah ke belakang, lalu memalingkan pandangnya.
"Oh, iya... dari pada membahas itu, apa kamu benar-benar sudah baikan?" Tanya Robert sambil melihat ke arah Fiola dengan tatapan datar.
"Hemp! Saya sudah baikan! Bahkan lebih baik dari semalam!" Ucap gadis itu dengan ceria.
"Memangnya... apa yang telah anda lakukan? Apa anda memberiku obat tradisional atau semacamnya?" Tanyanya.
"Hem, bukan. Aku hanya meminum,'kan kamu air kelapa muda yang segar kepadamu. Itu hanya sedikit trik tradisional dari daerah asalku."
"Air kelapa muda....? Memangnya air dari kepala bisa menyembuhkan demam? Tanya Fiola dengan raut wajah bingung.
"Ya, bisa kok. Aku tidak bisa menjelaskannya secara kedokteran sih, tapi air kelapa bisa berkhasiat untuk menurunkan demam, mengobati keracunan, dan lain-lain."
Robert sedikit memalingkan wajahnya dan memasang ekspresi wajah sedikit bersalah.
"Yah, saat aku mencari tanaman obat di hutan, aku tidak bisa menemukannya sih. Untunglah saat masuk lagi ke dalam hutan aku menemukan pohon kelapa. Yah, meskipun di sekitar sana ada beberapa monster lagi sih...."
"Maaf...." Fiola menunduk dengan rasa bersalah.
"Heh, kenapa minta maaf?" Tanya Robert.
"Rasanya... saya terus merepotkan...."
"Tidak apa, kok. Fiola tidak selalu merepotkan, kamu juga membuat banyak hal. Ingat, kamu 'kan membuat api unggun."
"Tapi, anda sama sekali tidak menggunakannya bukan? Anda tahan dingin ya 'kan? Bahkan anda berjalan-jalan semalaman tanpa baju juga tidak apa...."
Fiola menatap Robert sambil mengembungkan pipinya yang merah merona.
Mendapat tatapan kesal seperti itu, Robert memalingkan wajahnya dan sedikit menghela napas.
"Kenapa gadis ini terobsesi bisa berguna atau tidak sih? Apa itu akal sehat dunia ini?"
Robert kembali menatap gadis itu, lalu mengelus kepalanya.
"Sungguh tidak apa, kok. Kamu bisa bergantung padaku... lagipula, merawatmu tadi malam bukan hal yang sulit, kok... kecuali satu hal...."
"Heh?" Fiola terkejut. Ia menatap Robert dengan penasaran akan hal yang membuat pria itu kesulitan saaf merawat dirinya.
"Apa itu?! Apa yang membuat anda kesulitan?!" Tanya Fiola dengan penuh rasa penasaran.
"Yah... bukan sulit, sih... lebih tepatnya repot...."
Robert sedikit memalingkan pandangnya dan terlihat enggan untuk melanjutkan topik pembicaraan.
"Apa itu?! Beritahu saya?! Saya akan mengoreksi diri setelah mendengarnya!" Ucap gadis itu dengan penuh semuanya.
"Itu... saat mengelap tubuhmu yang penuh keringat dingin...."
Mendengar itu, Fiola sedikit terkejut dan memikirkan arti perkataan pria di depannya. Saat dirinya tahu arti perkataan pria itu, Fiola langsung menundukkan kepalanya.
Mengelap tubuh, dengan kata lain membersihkan tubuh yang basah karena keringat. Kalau akan melakukan itu, sangat diperlukan bagi yang melakukan untuk melihat hampir seluruh tubuh orang yang dibersihkan tubuhnya. Dengan kata lain, pada saat itu Robert melihat seluruh tubuh Fiola saat ia tidak sadarkan diri.
"Yah, jujur itu sangat sulit. Kamu berkeringat sangat banyak... mungkin sampai dua liter? Ha ha, bercanda deh!" Ucap Robert dengan nada bercanda. Ia samar-samar tahu kalau ucapannya itu membuat Fiola sedikit kesal.
"Apa anda melihatnya....?" Tanya Fiola dengan nada sedikit gelap.
"Eh....?"
"Apa anda melihat tubuhku saat mengelapnya....?" Tanya Fiola kembali dengan nada yang semakin gelap.
Robert langsung menundukkan kepalanya dan langsung mengikutinya tanpa menyanggah sedikitpun.
"Ya... aku me... lihatnya...."
"Bukan hanya melihat, 'kan? Anda juga... menyentuhnya, 'kan? Jawab dengan jujur...." Fiola mengangkat wajah Robert dan menatap matanya dengan tajam.
"Serem! Serem amat nih anak! Kalau diingat lagi, kelayakan gadis emang seperti ini yah...." Keringat pria itu mulai mengalir. Saat itu Robert teringat kembali akan betapa menemukannya seorang perempuan.
"Ya... aku... menyentuhnya.... itu sangat lembut... dan halus.... Tapi, bukan berarti aku berpikiran kotor atau... semacamnya... Itu hanya semata-mata untuk... membersihkan keringat dari tubuhmu...." Sekali lagi Robert mengaku tanpa perlawanan.
Fiola melepaskan Robert, lalu melangkah mundur kembali.
"Kalau begitu, mau bagaimana lagi ya...." Gadis itu tersenyum ringan.
Melihat senyuman yang sangat manis itu, untuk sesaat Robert terpana. Ia terlihat kembali dengan isterinya di dunia sebelumnya saat muda dulu.
"Apa kamu tidak marah?" Tanya Robert.
"Marah? Untuk apa saya marah? Anda sudah berkata jujur, itu sudah cukup bagiku... lagipula anda...."
Fiola memalingkan wajahnya yang terlihat sedikit memerah.
"Hem, ada apa?" Tanya Robert.
"Tidak ada apa-apa!"
"Eh....?"
Melihat ekspresinya, Robert menatap gadis itu dengan sedikit aneh.
"Dari pada ngobrol di sini, ayo kita lanjutkan perjalanannya! Kita harus sampai di kota terdekat sebelum malam!"
Fiola berbalik, lalu berjalan lurus ke depan dengan ceria.
"Fiola...."
"Hem, ada apa?" Gadis itu menengok dengan senangnya.
"Itu bukan arah selatan loh.... Itu barat.... yang selatan sebelah sini," ucap Robert sambil menunjuk ke arah selatan.
Mendengar perkataan Robert, wajah gadis itu langsung memerah malu.
"Bi-Bilang dari tadi dong!"
Fiola berbalik arah, lalu pergi ke arah yang ditunjuk Robert.
Melihat gadis yang berjalan dengan wajah memerah itu, Robert sedikit memasang ekspresi gelap sambil memalingkan wajahnya ke arah yang tadi akan gadis itu ambil.
"Ya... lewat arah situ saja... kalau kamu lewat arah sini, kamu mungkin akan melihat sesuatu yang membuatmu menyesal...."
Robert berbalik, lalu berjalan mengikuti Fiola sambil tersenyum kecil.
"Yah, bukan berarti aku menjauhkan gadis itu dari hal-hal seperti itu sih... kalau dia ingin terus hidup, mungkin akan menemui hal-hal semacam itu...."
Arah yang tadinya ingin Fiola ambil, dengan kata lain arah barat tidak lain adalah arah dimana Robert mendapat beberapa buah kelapa untuk menurunkan demamnya Fiola. Di arah tersebut jugalah, Robert membantai beberapa kelompok Goblin dan Orc yang menyerangnya tadi malam.
================================
Note:
Mungkin.....
Sekali lagi cukup Dark.....