"Apa yang terjadi pada mobil-mobil itu?" Semakin Nick perhatikan, semakin dia sadar bahwa tempat ini semacam kedatangan raksasa yang menginjak serta meremukkan segala benda kecil di hadapannya. Mobil misalnya, lalu melemparnya ke sudut sana dan sudut sini. Sebagiannya adalah mobil polisi. Terbentuk beberapa retakan pada permukaan lapangan, bahkan ada sepotong bagian yang diambil seolah bahan lapangan ini terbuat dari kue spons. Tampaknya reruntuhan di dekat mobil polisi yang terguling adalah bekas potongan yang dilempar. Mari berharap itu hanya khayalannya saja. Paling tidak, sejauh mata memandang dia tidak menemukan mayat.
"Karena genderuwa barusan kita terlambat sampai sini," Jessie menjelaskan. "Rekanmu barusan meneleponku, Sam bersama perkumpulannya melakukan perlawanan dan gagal dihadang. Kini mereka semua bergerak ke KMM."
"Ke KMM?" Nick refleks menegakkan tubuhnya, apa kata dia barusan? "Mereka ke tengah jalan dengan wujud monster mereka? Apa mereka sudah di sana?"
Pertanyaan tersebut tidak sempat dijawab karena ponsel Jessie yang diletakkan pada dasbor bergetar. Untuk kali ini saja Nick tidak mau mengendalikan kesopanan karena dia sudah tahu yang menelepon adalah Cassandra.
"Cassandra?"
"Cassandra? Kok, kau begitu, sih? Kita ini baru berkenalan, lho. Dan kau menganggapku seorang cewek?"
Jantung Nick tiba-tiba berdebar keras. "Sam?"
Sam berdecak kecewa. "Huh, benar dugaanku. Dasar si jalang pengkhianat. Ah, tapi apa ruginya kehilangan seorang vampir?" Dia terbahak di ujung sana. Selain itu dapat terdengar suara sirene polisi, kemungkinan sedang mengejar kriminal satu ini.
Suasana saat itu sangat sepi sampai-sampai Jessie bisa mendengar makian Sam. Nick mendapati mata Jessie menyiratkan betapa besar amarah yang ia simpan terhadap Sam.
"Kau masih di sana, Bung?" Sam bertanya. "Omong-omong, dengar-dengar rumahmu ada di jalan West Cleveland 31, ya?"
Mata Nick bergetar, ia sempat berpikir kenapa Sam harus menanyakan hal tersebut. "Mau apa kau ke sana?!" serunya.
"Kita lihat saja nanti. Aku menunggu kehadiranmu, lho. Sampai jumpa."
Sambungan pun terputus. Dalam waktu singkat seluruh darah yang mengalir di dalam tubuh Nick berubah sangat panas. Tanpa perlu diberi perintah, Jessie memutar kunci mobil hingga mesin mobilnya menderum kencang. "Pasang sabuk pengamanmu, Nick, ini akan lebih kasar dari sebelumnya." Cewek itu pun melihat ke belakang, mendapati hanya Yuka yang sudah terjaga. "Yuka, pegangan yang kuat juga."
Mereka kembali memasuki jalan. Jessie tidak ragu menaikkan kecepatan mobil super beratnya sampai maksimal karena batas kecepatannya pun tidak sekencang mobil biasa. Mirisnya, hanya dengan itu sudah membuat Nick mencengkeram sandaran lengan pada pintu sementara jantungnya tertinggal di belakang, tiba-tiba saja lupa bahwa sebelumnya sedang marah besar. Gigi-giginya mengatup rapat untuk menahan jeritan di tenggorokan. Beruntungnya Jessie mengetahui jalan menuju alamat rumah Nick sehingga dia tidak mengajukan satu pun pertanyaan. Baru kali ini Nick merasa udara melawannya untuk duduk dengan normal. Cewek satu ini benar-benar sinting, pikirnya.
Di sisi lain, tak jauh dari kediaman Jones terjadi aksi baku tembak. Gerung mobil merayap dalam kota yang masih tertidur bersama kericuhan ban mobil menggesek aspal sekuat tenaga. Sebuah mobil sedan, SUV, dan truk kontainer ukuran kecil, memanfaatkan kesempatan kekosongan jalan raya pada dini hari untuk melawan arus dengan kecepatan maksimal. Sejumlah mobil polisi diiringi raungan sirene pun terpaksa melanggar aturan demi mengekori mereka, membelah angin malam yang berubah tidak tenteram.
Truk kontainer tertinggal beberapa meter dari dua mobil ganas di depannya. Ia sengaja memosisikan diri di tengah jalan sementara dua kawannya berada di sisi kiri dan kanan. Tiba-tiba pintu kontainer itu terbuka, membebaskan lusinan—mungkin lebih—makhluk berbadan percampuran kelelawar dan manusia. Tubuh mereka tak lebih dari ukuran ransel, tetapi jumlahnya yang terlalu banyak dan menggerombol pada beberapa mobil polisi mengakibatkan kekacauan. Salah satu mobil tak cukup gesit mengendalikan kendali setir sehingga menabrak lampu jalan, ada pula yang terpaksa berhenti menyebabkan mobilnya berputar 360 derajat.
Sedangkan mobil terakhir masih sempat melakukan tindakan. Cahaya merah menerangi bagian dalam mobil, berasal dari tangan polisi yang duduk di jok penumpang depan. Setelah cahaya di tangannya membentuk sebuah shotgun, ia menurunkan kaca mobil untuk menembak proyektil yang bertebaran dari larasnya. Begitu sejumlah proyektil menembus tubuh makhluk aneh itu, mereka hancur lebur menjadi asap hitam. Proyektil yang telah menembusnya pun tidak berhenti, ia berbelok menerobos kawanan di dekatnya menimbulkan serentetan ledakan asap. Asap tersebut kemudian berbaur bersama udara.
"Gargoyle sialan," ketus si polisi sambil mengokang senjata mematikannya.
Rupanya upaya mereka masih belum cukup cepat. Belokan West Cleveland 31 sudah di depan mata, tiga mobil dalam pengejaran menikung tajam dan diikuti mobil polisi yang tersisa. Mereka semua berhenti tepat di depan rumah keluarga Jones. Dari mobil sedan, keluar Sam berwujud manusia normal, sementara rekan yang mengendarai mobil bertransformasi menjadi setengah bigfoot yang mengenakan piama begitu keluar dari mobil. Piama itu kelihatan longgar di badannya, tentu saja karena pakaian itu sudah dibuatkan khusus untuk para shapeshifter dan yang pasti hanya dijual oleh KMM. Mereka ini perkumpulan hipokrit.
Dari mobil lainnya pun keluar makhluk-makhluk aneh: siren, seperti apa yang Carl Raymond katakan, sang makhluk yang tinggal di laut. Bagian atas tubuhnya adalah manusia wanita dan bersayap burung, tetapi dari pinggang ke bawah adalah kaki burung dan dia adalah burung gagak. Sementara lainnya adalah manusia yang segera bertransformasi menjadi ogre setinggi tiga meter dan membawa tongkat bisbol raksasa yang ditancapkan paku-paku. Ada pula wanita yang bergerak melayang seperti asap hitam, keluar dari SUV, masih belum diketahui apa dia, tetapi tampaknya dia adalah banshee. Dan tentu saja masih ada ras lain yang keluar dari SUV dan truk.
Seluruh polisi adalah Mata Merah, warna mata mereka telah berubah meskipun belum menunjukkan kekuatan apa yang mereka miliki. Salah satu polisi memanggil sebuah benda dari brankasnya, benda itu adalah sebuah bola besi dicat putih yang kemudian ia banting ke aspal. Bola itu tidak memantul, ia menempel kuat dan memancarkan garis-garis biru bersinar pada permukaan licinnya. Garis-garis itu merupakan bidang yang terbuka seperti transformasi robot, kemudian sekumpulan listrik berwarna biru meledak mencapai radius dua kilometer dan menghilang.
Perkumpulan Sam—kecuali Sam sendiri, dengan gagah berani berderap menyerukan seruan perang, fokus utama mereka ada pada bola yang masih memercikkan listrik tanda masih aktif. Para polisi memanggil perisai anti-demonstran dari brankas untuk menghadang mereka dan memamerkan kebolehan masing-masing.
Salah satu ogre mengayunkan pemukulnya pada perisai polisi. Polisi tersebut tak dapat membendung tenaga yang dia limpahkan sehingga dia terpental ke dinding rumah Cel. Tidak ada reaksi dari pemilik rumah karena saat ini mereka berada di dimensi yang lain yang diciptakan bola itu.
Di tempat lain, seorang banshee meraungkan raungan kematian pada polisi pria yang membuat udara bergelombang di sekitarnya. Udara mematikan tersebut dapat ditahan oleh perisai. Ketika banshee harus berhenti untuk mengisi tenaganya lagi, polisi itu menghantamkan perisainya padanya, lalu menjulurkan tangan untuk melejitkan emisi listrik dari telapak tangan. Alhasil banshee itu kejang-kejang di udara hingga dia roboh ke jalan menjadi remaja perempuan biasa.
Pertarungan sengit tersebut merupakan hiburan bagi Sam yang berada jauh di belakang, sebaik mungkin menahan dengusan geli. Niatnya, dia ingin menghubungi bagian perkumpulannya yang lain yang sedang melakukan pemberontakan di KMM, tetapi matanya langsung fokus pada bola putih di samping mobil polisi, tidak terjaga oleh siapa pun. Gara-gara benda itu sinyal ponselnya tidak akan bisa menembus dimensi, kecuali benda sialan itu segera ia matikan.
Tak memiliki pilihan lain, dia mulai bergerak, menyelinap di antara orang-orang yang sedang bertarung, memukulkan senjata masing-masing, saling adu pancaran tenaga magis, bergulat satu sama lain. Semudah itu dia tiba di depan bola, sudah siap membungkuk untuk meraihnya kecuali begitu perisai hampir menghantam kepalanya. Beruntung dia memiliki refleks cukup cepat untuk berkelit.
Polisi yang menyerangnya akan melancarkan serangan kedua. Sisi dirinya yang sangat nekat menyempatkan diri mengambil bola itu dan berguling masuk ke kolong mobil.
"Sial!" umpatnya, dengan hati-hati meletakkan jari di setiap bidang yang terbuka, khawatir sinar yang dipancarkannya dapat melukainya. "Bagaimana cara mematikan benda ini—"
Mulut Sam sontak terbuka lebar saat mendengar keriut mobil serta mesinnya yang menjauh dari pandangan. Rupanya polisi itu mengangkat mobil hanya dengan satu tangan. Dengan tangan beruang, tepatnya. Mata merahnya menatap Sam dengan beringas sebelum sedikit melempar mobil ke sisi lain. Ketika dia siap mencengkeram leher Sam, anak itu keburu berguling ke sisi dan segera bangkit, mengambil langkah selebar yang dia mampu.
Sekeras mungkin dia mengabaikan sensasi menggelitik yang menyebar di punggungnya mengetahui polisi itu masih mengejarnya. Dia sibuk melihat seluruh sisi bola itu untuk mematikan pemicunya hingga akhirnya dengan frustrasi menekan seluruh sisi bola itu. Rupanya usaha tersebut berhasil. Bola menutup rapat diikuti cahaya yang barusan tersebar, kembali mengecil ke dalam bola. Kali ini di sekitarnya, ia melihat para warga di depan masing-masing rumah terkesiap mendapati kemunculan mereka dari kilat cahaya yang merambat ke pusat menuju bola.
"Ha!" serunya dengan bangga, sayangnya rasa bangga itu harus tertunda akibat pukulan keras yang ia dapatkan di punggungnya. Sam dapat menahan diri dengan kedua tangan dan lututnya sebelum merusak wajahnya pada aspal.
Si polisi bertangan beruang mencengkeram baju bagian belakang Sam dengan tangan satunya yang tidak bertransformasi. Ia membalik Sam untuk menghadiahkan bogem mentah pada wajahnya dengan tangan beruang. "Nah, anak bebal, menyerah sebelum hukuman yang akan menimpamu semakin memberatkan!"
Hajaran tersebut tidak berhasil membuat Sam jera, anak itu malah menyeringai lebar dengan mata nyalang seakan menginginkan serangan itu lagi—hanya untuk memadamkan api dengan minyak.
Api itu berhasil menguasainya. Tangan kurusnya mencengkeram lengan beruang si polisi, lalu mematahkannya bagai sekadar mematahkan ranting pohon.
Terdengar sangat jelas suara tulang itu mengertak, suara renyah itu semakin terdengar menggairahkan bersama pekikan si polisi yang menyeret diri mundur, terenyak cukup menyakiti tulang ekornya. Setengah dari lengannya loyo tak dapat digerakkan, dan itu sudah cukup membuatnya tidak sanggup bergerak lebih. Kesempatan itu Sam manfaatkan untuk bangkit, mendekatinya yang ketakutan setengah mati.
"Loh, loh, baru patah tulang saja sudah berubah menjadi anak ayam?" Langkah dan intonasinya terdengar sangat terhibur. Ia pun memasukkan bola pencipta dimensi barusan ke dalam saku celana, siapa tahu bisa dia manfaatkan di lain waktu.
Sang polisi tidak menjawab, hanya dapat menunjukkan ancaman yang merupakan pertahanan terakhirnya. Dia tak bisa berkutik ketika Sam meraih kepalanya, kemudian menggelengnya hingga berderak tak bernyawa. Semudah itu Sam membuangnya pada aspal, menepuk kedua tangannya seakan baru menyentuh debu yang menempel.
Sekelilingnya hanya dipenuhi polisi serta anak buahnya yang bergelimpangan. Dia cukup kecewa sekaligus marah karena para Mata Merah berengsek ini telah melukai anak buahnya yang sangat berharga, walau jumlah mereka yang berjatuhan setimpal dengan para polisi. Dia bersumpah para Mata Merah ini akan membayar segalanya ketika mereka berhasil digulingkan dari singgasana kekuasaan.
Namun dendam kesumatnya teralihkan begitu ia melihat kemunculan mobil Jeep yang sangat dia kenali pemiliknya, parkir di dekat mobil-mobil polisi yang masih meraungkan serta menyinari suasana dengan sirene. Seringai penuh kebengisan di bibirnya menyambut kedatangan orang-orang yang ia tunggu. Semakin berdebar jantungnya oleh gelora ingin membunuh ketika dua orang itu muncul dari dalam mobil, kemudian diikuti dua orang tidak penting di belakangnya.
"Akhirnya. Datang juga," gumam Sam dengan rasa bahagia menggebu-gebu.
Si anak berambut pirang pucat itu, Nick, memanggil dua buah katana dari brankasnya, sedangkan Jessie memanjangkan kesepuluh kukunya. Warna mata kedua orang itu berubah sesuai rasnya masing-masing, dan mereka tidak berbasa-basi untuk mengambil satu, dua, tiga langkah, menerjang tanpa gentar pada Sam.
Sam sangat kagum terhadap semangat mereka yang tidak berhenti. "Maju, kalian kutu-kutu bedebah!" serunya tak sabar, melebarkan tangannya dengan gesit. Ia menyambut mereka dengan luar biasa semangat.
Ceritanya bikin penasaran. Openingnya kereeeeennn.
Comment on chapter Act 000