Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Red Eyes
MENU
About Us  

Raut Jessie tidak menegaskan kebingungan, melainkan sebuah ancaman. Rupanya tertangkap basah oleh Jessie tetap sama dengan ketegangan ketahuan Sam.

"Apa yang kaulakukan di sini?" Jessie bertanya.

Dalam sekian detik, Nick berusaha merangkai kata-kata tanpa membuat dirinya kelihatan panik. "Pertanyaan yang sama akan kutanyakan padamu."

Jessie tidak bicara, sepintas terlihat alisnya bertautan.

"Oh." Nick mulai memikirkan hal lain. "Kau pacarnya?"

Jessie tetap tidak membuka mulut, hanya menghela napas. Tangannya meraih sesuatu di atas meja Sam. Benda mengilat itu rupanya adalah sebuah kunci. Perempuan itu memasukkannya ke dalam lubang dan memutarnya. Terdengar bunyi klik dua kali.

Apa yang ia lakukan?

Saat berbalik, matanya telah berubah menjadi kuning benderang. Entah itu hanya perasaan Nick atau bukan, energi asing yang tidak Jessie pancarkan bahkan ketika pertemuan mereka di kantin tiba-tiba muncul dan serasa begitu berat. Serasa jantung Nick tertusuk secara mental. Tiba-tiba kulitnya terasa mengencang dan lidahnya membengkak.

Jessie mengentakkan kaki ke arah Nick. Anak laki-laki itu sontak mundur, sepatunya sudah siap naik ke kasur untuk melompat dan memutarinya. Tetapi tak disangka, semakin ia melawan, semakin gesit pula Jessie menghampirinya.

"Wow, Jessie—wah!"

Sol sepatunya mendarat tidak tepat di tepi kasur sehingga Nick merosot ke bawah dan membuat dirinya terbanting. Kesempatan itu Jessie gunakan untuk menahan pundaknya dengan tenaga mesin hidrolik. Nick tidak melebih-lebihkan itu karena sendinya serasa akan dipisahkan dengan bahunya. Dia mengerang dan refleks mencengkeram pergelangan tangan Jessie.

Jarak wajah mereka hanya terlampau lima senti. Aroma parfum gadisnya begitu menyengat hingga Nick tidak mau menutup-nutupi lagi, ia mengernyit masam. Nick tidak ragu lekas menggunakan kedua tangannya untuk mendorong pundak Jessie, bahkan kakinya sudah siap menendang. Sayangnya itu semua hanya harapan. Detik itu juga secara tiba-tiba seluruh perintah yang diberikan pada tubuhnya mati total. Kini ia hanya bisa berbaring kaku dengan kaki menekuk ke arah lantai.

Nick baru sadar, seharusnya ia tidak memandang mata kuning itu.

Jessie tersenyum, tetapi senyum manisnya tidak seperti sebelumnya. Ia memandang ke bawah, pada dasi yang Cel pasangkan padanya. "Aku sudah mengatakannya tadi," ujarnya dengan suara rendah, "tapi aku ingin menegaskan lagi bahwa aku senang kau datang ke sini."

Saat ini yang bisa menenangkan Nick hanyalah napasnya sendiri. Tidak ada yang bisa ia lakukan, sekalipun melempar perempuan ini dengan angin. Hanya mata dan hidungnya yang dapat bekerja.

Jessie menyentuhkan jari-jari berkuku warna biru di pangkal dasinya. Nick mencoba bicara, rupanya ia masih bisa melakukannya. "Aku turut senang mendengarnya."

"Apa kau juga datang demi aku?" tanya Jessie lagi.

Datang demi dia? Jangan konyol. Nick mendengus tipis. "Anggap saja begitu."

Sepertinya Jessie menangkap maksud sebenarnya. Seringainya kian melebar.

Kali ini bukan hanya tidak bisa bergerak, tangan Nick bergerak sendiri. Tangannya bergerak sendiri melingkari pinggang Jessie, menyusuri lekuk tubuhnya yang begitu memukau. Tiba-tiba saja Nick tidak sabar meraih ritsleting di belakang punggungnya. Menikmati warna kulit eksotisnya.

Sedetik kemudian, Nick sadar kalau setengah kesadarannya yang tersisa itu juga dikendalikan oleh Jessie. Berulang kali ia mengerjapkan mata hingga dapat mengatur ulang jalan pikirnya, namun itu tidak berpengaruh pada kerja fisiknya.

Jessie tampaknya tidak keberatan jika Nick berhasil mematahkan pengaruh pikirannya. Ia masih sibuk memburai dasi Nick, mulai menyusuri dada anak laki-laki itu pula dengan tangan lainnya. Bohong jika jantung Nick tidak berdebar keras, Jessie pasti bisa merasakannya dan semakin tertantang. Hanya saja, Nick harap ia tidak sadar bahwa detak jantung itu bukan cuma dari segala macam sentuhannya, ia juga takut bakal dimangsa, apalagi kalau sampai tahu Nick hanya setengah Mata Merah.

Kini Nick hanya berharap pada salah satu probabilitas yang akan Jessie lakukan terhadapnya.

Jessie melepas satu kancing Nick. "Tunjukkan warna mata itu," katanya.

Sudah tidak perlu kaget mendengar Jessie tahu identitasnya. "Apa kau membencinya?" tanya Nick berusaha meledek di tengah kegentaran.

"Tidak. Justru aku sangat menyukainya. Warna merah itu ... indah. Berani, dan ... seperti darah." Jessie melepas kancing kedua. Matanya yang sayu terus melihat kancing lepas satu per satu. "Mengapa kaukira aku membencinya?"

Nick tidak bisa menangkap apakah dia hanya menjebaknya atau memang tidak tahu sejarahnya. "Rasku senang berkuasa, kau tahu sendiri."

Kali ini Jessie tersenyum, entah tersenyum karena ucapan Nick atau puas melihat kancing kemejanya sudah lepas semua. Ia perlahan membukanya. Terdapat hal lain yang kini menyapu kepanikan Nick dengan kepanikan baru. Sesuatu yang sangat membuatnya tidak percaya diri.

"Tidak apa-apa. Itu artinya kalian memang hebat, tidak selemah kami." Jessie berkata.

Dan, rupanya, perempuan ini membeku saat melihat sisi kanan tubuh Nick. "Apa yang terjadi di sini?" Jessie menyentuhnya. Rupanya kabar burung tentang suhu tubuh rendah seorang vampir benar. Nick bisa merasakan tangan Jessie dingin tidak normal.

"Bekas luka bakar," jawab Nick dengan enggan, "Kau tidak keberatan kalau aku tidak mau menjawab kelanjutannya?"

Jessie memandang Nick. Hanya firasatnya saja atau Jessie sempat kelihatan cemas? Walau sekarang tangannya malah tetap menarik kemeja Nick semakin terbuka. "Pasti parah sekali karena tidak menghilang."

Kendali Jessie kembali memberi sebuah perintah. Ia memerintah tangan Nick untuk meneruskan membuka ritsletingnya. Sementara ia sudah membuka kemeja Nick lebar-lebar, dan semakin mendekatkan diri hingga pinggang mencapai tubuh atas mereka bertemu. Detak jantung Jessie yang lemah berusaha membalap detak jantung Nick yang sangat kencang.

Pandangan Jessie dengan sepasang mata sewarna emas itu begitu teduh.

Jessie menyeringai sinis, berhenti mendekati wajah Nick ketika sekilas bibir mereka bersentuhan. Ia berpindah pada pipi Nick, kemudian pada rahangnya yang berbelok tajam, turun pada leher jenjangnya, hingga mencapai jembatan pundaknya. Di satu waktu yang sama, Jessie memerintah Nick untuk menyusuri telinganya, mencari sesuatu yang sebenarnya sama sekali tidak diinginkan. Pakaian Jessie ditarik ke bawah, merosot sampai pinggang, hanya tersisa bra tanpa tali di tubuh atasnya yang mengilat diterpa lampu tidur di atas nakas.

Nick masih menanti, padahal ia sangat tidak menyukai ini. Tangannya menyusuri punggung mulus Jessie yang terbentuk sempurna oleh otot-otot terlatih, sementara gadis itu menyisir setiap inci dari kulit Nick. Jessie dapat merasakan lekukan-lekukan otot atletis pada tubuh Nick yang berkeringat, menyentuh tekstur kasar bekas luka bakarnya, kemudian Jessie mendesah bahagia seolah ia baru mencapai tujuan hidup yang sebenarnya.

Sampai kapan aku harus terus seperti ini? Cepat isap darahku, keparat, benak Nick menyumpah.

Dan sesuai apa yang ia inginkan, Jessie melakukannya. Taringnya tidak hanya menusuk, tapi juga mengoyak yang membuat Nick sedikit bergidik dan merintih bahkan mendorongnya pelan. Namun inilah yang Nick tunggu-tunggu. Justru matanya semakin lebar sebab tidak sabar dengan reaksi berikutnya.

Kali ini giliran darahnya yang akan membuat gadis ini berteriak kencang.

Terwujud.

Jessie terjengkang ke belakang. Kepalanya membentur dinding hingga bergetar. Kakinya terbuka lebar, tanpa bermaksud mempertontonkan celana dalamnya yang berwarna hitam. Dengan malang ia memekik keras. Akibat itu, Nick kembali mendapatkan kendali fisiknya. Ia lekas berdiri dan menarik napas kencang lewat mulutnya.

Dasar makhluk hina, pikir Nick. Ia mengusap lubang di lehernya yang berdenyut-denyut pedih, lalu melirik pada darahnya sendiri yang tercetak di jari, menguarkan bau zat besi memuakkan. Setidaknya sekarang ia bisa menyeringai lebar melihat Jessie tak berdaya. "Ternyata kepekaan kalian tidak sehebat yang kubayangkan."

Jessie berubah total dari sebelumnya. Warna kulitnya lebih muda dan taringnya lebih tajam, besar, terlumuri darah Nick. Ia meludah ke samping, menganggap Nick benar-benar menjijikkan sekarang. Pupil matanya mengecil, nyaris pipih seperti kucing. Yang membuatnya semakin konyol adalah baju merosot tidak menutupi tubuh atasnya. Ia masih gemetar seperti robot gangguan saraf. "Mengapa darahmu bisa menyetrum mulutku?!"

"Seperti kau tidak tahu tentang KMM saja," kata Nick sambil mengancingi kemeja. "Kami punya banyak penangkal untuk makhluk-makhluk rendahan seperti kalian. Jadi jangan pernah naif dengan makhluk cerdik seperti kami."

"Berengsek." Jessie mengumpat, menjilat giginya sambil meringis menahan sensasi setrum pada darah yang masih tersisa di giginya.

Kemudian Nick membungkuk untuk mencekik leher Jessie dengan satu tangan. "Dengar, Jessie. Aku datang ke pesta ini memang untukmu. Oh, lebih tepatnya untuk ayahmu. Sekarang kau masih punya kesempatan untuk kuantar pulang."

Sepertinya pernyataan Nick adalah lelucon baginya. "Ayahku kamu bilang? Ah, dia pasti mulai menceracau tentang tradisi lagi, kan?"

Nick tidak menjawab, sekadar mengangkat sebelah alis.

"Nicholas Lincoln. Kau mungkin hanya agen yang disewa, kemudian menjalankan tugas demi mendapat uang. Tapi kau tidak akan pernah tahu fakta apa yang membuatku kembali ke jalan kuno." Jessie pun menangkup pipi Nick, membelainya lembut yang membuat Nick langsung mengelak.

"Ya? Karena itu bukan urusanku?"

Tiba-tiba tangan Jessie, dengan tenaga vampir, menarik rahang Nick hingga ujung hidung mereka saling bersentuhan. "Si tua bangka itu meminum darah ibuku sampai habis, Nick. Jadi buat apa aku mendengar kata-kata dari orang munafik?"

Jessie berhasil membuat Nick separuh terkejut. Sejujurnya dari awal Nick sudah mencurigai sesuatu terjadi di antara keluarga mereka, dan itu pasti berkaitan dengan masalah vampir mereka. Dia refleks menjauhkan diri dengan berdiri tegak.

Jessie membenarkan posisinya, memasangkan bajunya dengan benar, kemudian dia menyeringai sadis padanya. "Tapi kau juga bodoh karena terlalu larut oleh godaanku."

Seolah Jessie baru saja menampar Nick, dia memang baru menyadari satu hal. Di luar sepi, sama sekali tidak ada suara musik atau keramaian orang berpesta, seolah mereka tertelan ke dunia yang berbeda. Jika begitu, harusnya dia tidak merasakan aura mencekam yang masih sama dari para makhluk supernatural.

Mereka menunggunya di luar sana.

Dan Ferus. Ferus dalam bahaya.

"Aku tidak tahu apa yang bakal atau sudah terjadi pada saudaramu, Nick," ungkap Jessie membaca pikiran Nick.

Anak itu tidak menunggu, dia langsung berlari ke arah pintu, dengan gusar membuka kunci. Benar saja. Semua orang tanpa terkecuali sudah berdiri di tempat. Diam, dengan seringai mengerikan mereka. Ia terjebak di antara perkumpulan atau sekte sesat, dan mungkin mereka akan melakukan ritual mengerikan padanya. Namun yang membuatnya benar-benar terpukul adalah Ferus tidak terlihat di mana pun.

Sam yang paling depan, senyumnya lebar sekali. "Kita sudah naik level, kawan-kawan. Kita dapat kalkun besar malam ini."    

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • SusanSwansh

    Ceritanya bikin penasaran. Openingnya kereeeeennn.

    Comment on chapter Act 000
  • authornote_

    @SusanSwansh wah makasih ya. Makasih juga sudah mampir!

    Comment on chapter Act 000
  • SusanSwansh

    W.O.W. Kereeennnnnnnn.... Like banget ceritanya.

    Comment on chapter Act 000
Similar Tags
Antara Tol dan Nasi Bebek
32      30     0     
Romance
Sebuah kisah romantis yang ringan, lucu, namun tetap menyisakan luka dalam diam.
Temu Yang Di Tunggu (up)
19578      4082     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
Unknown
260      211     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
Premium
Dunia Leonor
116      101     3     
Short Story
P.S: Edisi buku cetak bisa Pre-Order via Instagram penulis @keefe_rd. Tersedia juga di Google Play Books. Kunjungi blog penulis untuk informasi selengkapnya https://keeferd.wordpress.com/ Sinopsis: Kisah cinta yang tragis. Dua jiwa yang saling terhubung sepanjang masa. Memori aneh kerap menghantui Leonor. Seakan ia bukan dirinya. Seakan ia memiliki kekasih bayangan. Ataukah itu semua seke...
Kita
704      462     1     
Romance
Tentang aku dan kau yang tak akan pernah menjadi 'kita.' Tentang aku dan kau yang tak ingin aku 'kita-kan.' Dan tentang aku dan kau yang kucoba untuk aku 'kita-kan.'
Aditya
1434      648     5     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
Varian Lara Gretha
5548      1710     12     
Romance
Gretha harus mempertahankan persahabatannya dengan Noel. Gretha harus berusaha tidak mengacuUhkan ayahnya yang berselingkuh di belakang ibunya. Gretha harus membantu ibunya di bakery untuk menambah biaya hidup. Semua harus dilakukan oleh Gretha, cewek SMA yang jarang sekali berekspresi, tidak memiliki banyak teman, dan selalu mengubah moodnya tanpa disangka-sangka. Yang memberinya semangat setiap...
The Presidents Savior
9765      2141     16     
Action
Semua remaja berbahaya! Namun bahaya yang sering mereka hadapi berputar di masalah membuat onar di sekolah, masuk perkumpulan tidak jelas yang sok keren atau berkelahi dengan sesama remaja lainnya demi merebutkan cinta monyet. Bahaya yang Diana hadapi tentu berbeda karena ia bukan sembarang remaja. Karena ia adalah putri tunggal presiden dan Diana akan menjaga nama baik ayahnya, meskipun seten...
Luka Adia
827      503     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...
Aku Biru dan Kamu Abu
821      480     2     
Romance
Pertemuanku dengan Abu seperti takdir. Kehadiran lelaki bersifat hangat itu benar-benar memberikan pengaruh yang besar dalam hidupku. Dia adalah teman curhat yang baik. Dia juga suka sekali membuat pipiku bersemu merah. Namun, kenapa aku tidak boleh mencintainya? Bukannya Abu juga mencintai Biru?