Kapan kali terakhir dia berkunjung ke KMM? Pengalaman terakhirnya pun sama sekali tidak menyenangkan. Yah, walau dia tidak tahu persis apa yang terjadi karena masih di bawah pengaruh hantu penggemar donat. Sadar-sadar dia berada di sebuah ruangan dalam markas KMM, rasanya perut kempisnya membengkak dan seluruh daerah di sekitar mulutnya dipenuhi rasa manis. Tumpukan kotak donat kosong lusinan di lantai yang menjelaskan segalanya. Wajah panik orang-orang mencair. Ferus yang saat itu bersendawa rasa gula segera didekap oleh Abuela seolah akan kehilangan cucu satu-satunya akibat overdosis donat. Namun itu tidak berlangsung lama karena Ferus mendorong Abuela untuk menghiasi lantai dengan muntahan warna-warni.
Kasus kali ini tidak separah itu, kecuali ditempatkan di ruangan yang sama. Sebuah ruangan putih bersih yang tersambung dengan ruangan lain tetapi dibatasi oleh kaca, tempat di mana orang-orang mengatur sesuatu yang dilakukan oleh kursi kejam pengendali pikiran yang sering kautemukan dalam cerita fiksi sains (kecuali kalau pengalaman pribadimu lebih erat dengan kursi pasien perawatan gigi).
Walau dia memiliki sejarah dirasuki penggemar donat, bukan berarti dia tahu apa yang akan dilakukan orang-orang berkemeja putih dan celana bahan hitam ketika dia duduk di kursi perawatan gigi. Sebuah kubah di atasnya, yang terpasang pada sesuatu mirip tiang berengsel ekskavator membuatnya resah. Jika dia memang dirasuki dan roh itu harus dilepas, apakah rasanya akan sama seperti mencabut helai rambut satu per satu?
Tiba-tiba saja dia lebih memilih menjadi inang hantu. Sebaiknya berbalik sebelum terlambat. "Uh, tiba-tiba aku kangen Abuela."
"Eh." Yuka di belakangnya menghalanginya. "Katanya mau periksa?"
"Tidak," jawaban Ferus lebih cepat dari satu detik. "Ayahmu sendiri tadi bilang, aku seperti tidak dirasuki apa-apa. Lagi pula aku sudah baikan."
Rupanya itu tidak cukup meyakinkan Yuka karena dia berubah merengut. Gadis pendek itu memaksa Ferus untuk berputar dan duduk di atas kursi penyiksaan, sementara seseorang dari dalam ruangan yang terpisah oleh kaca bergabung dengan mereka. "Jangan menerka-nerka sendiri. Ayo, duduk."
Terpaksa Ferus duduk memberengut. Seorang wanita paruh baya berperut tempurung kura-kura yang datang dari ruangan satunya menghampiri. "Ah, apakah kamu si anak penggiat donat itu?"
Penggiat donat. "Bukan." Ferus terkekeh manis bermakna miris. "Kalau iya pasti aku sudah gemuk, Bu." Seperti Anda, Bu Tempurung Kura-Kura Terbalik.
Untungnya wanita itu tidak menangkap sarkasme dari Ferus. Dia justru mengusap rambut ikal Ferus dengan gemas. "Iyalah. Hantu yang membuatmu seperti itu. Coba saja dia menularkan hobinya padamu. Ah, kapan tepatnya itu terjadi? Apa kamu masih ingat aku?"
Di antara ingatannya yang kabur selama beberapa tahun silam, ada satu hal yang dia ingat bahwa tidak ada wanita segemuk dia. Siapa sangka sekitar tiga sampai empat tahun dapat mengubahnya menjadi Gloria? Ferus nyengir, memutuskan untuk menggeleng tidak yakin. Untungnya wanita itu tidak memaksanya untuk mengingat atau perut buncitnya akan menggencetnya.
"Oke, oke. Sekarang ayo duduk senyaman mungkin. Kita akan mulai pemeriksaannya." Dia lalu menengok pada Yuka yang ada di sampingnya. "Nona Regas boleh ikut denganku." Wanita itu pun kembali masuk ke ruangan yang dibatasi oleh kaca.
Kegelisahan menghantuinya, tapi berulang kali ia katakan pada diri sendiri ini lebih baik daripada membiarkan roh jahat menguasainya dan mungkin akan membantunya panjat sosial di berbagai situs. Bukan cuma terkenal karena kesetanan, dia tidak bisa membayangkan kehilangan puluhan ribu pengikut Sound Cloud-nya karena takut mendengar rekaman dari setan yang menyanyikan lagu Taylor Swift.
Kubah di atas kepala Ferus perlahan turun, tipis terdengar bunyi seperti "wurrr" tanda mesin bekerja. Sebentar lagi sebagian kepalanya akan tertutup. Tidak mungkin ini akan menyakitkan.
Tidak mungkin.
Dia percaya.
Dia mulai memejamkan mata, menarik dan mengembuskan napas sedalam-dalamnya.
Kecuali ketika sebuah cengkeraman sekuat dan sedingin baja melingkari lengannya. Bagian terburuknya adalah ketika dia menyentak mata: sosok mencekam wanita hamil itu berada di sampingnya dan berkata dengan suaranya yang habis, "Hentikan ini."
Pekikan Ferus meledak bagai bom, akibat mendadak menegakkan badan keningnya membentur pinggir kubah yang harusnya sudah menutupi sedikit kepalanya. Saat-saat begini dia menjadi hebat, sanggup mengabaikan getaran dalam tengkoraknya akibat rasa takut yang membara. Sikapnya mirip manusia eksperimen yang mendadak gila dan melarikan diri. Tingkah itu menyebabkan seisi ruangan lain gempar. Dua orang tanpa pikir panjang segera menyusul Ferus sedangkan Yuka masih terpaku di tempatnya, tidak tahu harus berbuat apa.
Sosok berasap dan berperut besar itu tidak berhenti mengejarnya ternyata. Entah kenapa hanya dengan melangkah dia bisa mengimbangi kecepatan lari Ferus yang secara harfiah memang di atas kecepatan manusia normal. Padahal dia pikir dia termasuk salah satu pelari jempolan di dunia (juga pelari dari kenyataan). Kepercayaan dirinya menyusut saat menengok ke belakang, halilintar seakan merayap di punggungnya dan bulu roma berdiri tegak menangkap teror. Suhu tubuhnya menaik dan menurun drastis hanya dalam beberapa detik. Berhenti mengejarku! Ferus berteriak dalam hati, yang kemudian keluar dari mulutnya berupa jeritan panjang.
Sang hantu wanita tidak akan berbelas kasih. Mata hitamnya sangat fokus membidik Ferus, kakinya yang dilumuri darah menapak lantai begitu pasti. Pengejar Ferus yang berasal dari ruangan sebelumnya terus-terusan menyuruh Ferus berhenti. Itulah bagian mengherankannya. Sasaran sesungguhnya jelas menampak tapi mereka sibuk mengurusi Ferus. Mereka itu betulan Mata Merah, kan? Masa hantu ini hanya khayalannya saja?
Ataukah hantu ini terlalu luar biasa bagi mereka?
Semua orang yang berusaha menahan Ferus di mulut lorong ia seruduk, tak peduli mereka jatuh bahkan ada yang mendarat dengan tulang ekornya lebih dahulu. Pintu kaca menuju teras megah KMM adalah satu-satunya harapan dengan anggapan hantu tidak akan kuat menyongsong matahari sekalipun sudah sore.
Padahal dia tahu hantu selalu ada di mana pun dan kapan pun.
Itulah kenapa. Rumah. Ferus membutuhkan rumahnya. Tempat itu aman dari sejak ia lahir sampai menjadi si bodoh jangkung delapan belas tahun. Tenaganya tidak sedikit pun terkuras sekalipun menyeberangi lapangan parkir super luas. Sekitar tiga orang mati-matian menguber kecepatannya, menyuruhnya untuk berhenti.
Percuma saja, mana mungkin Ferus berhenti hanya karena panggilan? Bahkan Volkswagen yang sedang memelesat di jalan ia tantang. Kali itu nyawanya sedang beruntung karena pengendara menginjak rem tepat pada waktunya, kebetulan tidak ada kendaraan di belakangnya yang bakal menimbulkan tabrakan beruntun. Klakson melabrak Ferus tetapi anak itu tidak berhenti menyusuri trotoar.
Orang-orang yang sedang menyisir trotoar memandang Ferus bukan karena kerusuhan yang ia timbulkan saja, melainkan air mata yang berlinang dari matanya yang memerah.
Semua ini membuatnya lelah.
Untungnya Abuela dengan cepat membuka pintu, mendapati cucunya menderaikan air mata pada wajahnya yang kusut dan berkeringat. Gemetar mengguncang lengannya. Hal buruk—sangat buruk, pasti baru saja menimpanya. Abuela lekas menarik lengan Ferus untuk masuk dan memeluknya. Tak perlu mendengarkan penjelasan Abuela tahu persis apa yang terjadi.
Padahal tinggi Abuela sebatas dagunya, tetapi Ferus sudah merasa sangat nyaman ketika wanita bertubuh rapuh itu memeluknya. Ferus juga butuh memeluknya agar tidak jatuh dalam kekelaman, meremas baju belakangnya sambil menangis tersedu-sedu.
Perlahan Ferus melepas pelukannya. "Aku ingin ke kamar."
Abuela tidak membantah, ia memberikan anggukan pelan.
Karena tidak banyak yang bisa dia jelaskan dalam keadaan seperti ini. Dia lebih memilih untuk mendekam di kamar, menggunakan kasur Nick karena dia terlalu lemas untuk menaiki tangga ranjang tingkat. Jas, dasi, kemeja, kaus kaki, semuanya dia lepas, hanya menyisakan singlet putih dan celana hitam membalut tubuhnya.
Pandangannya hampa menghadap tembok. Untuk memejamkan mata selama satu detik saja, imajinasinya dengan liar menggambarkan sosok hantu itu lagi. Dia tahu—walau entah kenapa—tidak satu pun hantu bersemayam di rumahnya, tapi bagaimana kalau kali ini dia bisa masuk? Karena tubuhnya sudah dikuasai oleh hantu itu? Atau karena hantu itu lebih hebat dari biasanya?
Andai saja .... Andai saja apa yang mereka sebut sebagai karunia ini bisa dicabut. Bayangkan hidup selama delapan belas tahun seperti ini. Dibayang-bayang oleh hantu, hanya kau yang bisa melihatnya, dan ketika kau kerasukan orang-orang hanya menganggap itu sebagai akting mencari perhatian. Dan setelah itu apa yang terjadi? Perundungan. Bulan-bulanan. Kekejaman. Caci-maki. Tawa di atas penderitaan orang lain.
Hari berikutnya Ferus terduga membunuh seseorang secara tidak langsung.
Sekali lagi—semoga saja ini sisa terakhir—air matanya jatuh lagi. Bahkan memenuhi pernapasannya. Ia memejamkan mata meskipun terasa pedih, manalagi pada jantung. Ia mengingat seseorang itu ... seorang guru. Seorang guru yang memang paling dia benci. Wisata sekolah. Pegunungan. Mendaki gunung. Tebing. Ia kembali kehilangan kesadaran. Hal selanjutnya yang terjadi adalah dia sudah berada di dalam mobil polisi dan semua pendaki dikumpulkan di rute awal. Sebuah ambulans dengan sirene menyala mengekorinya.
Memaksakan otaknya untuk berhenti mengungkit hal yang tidak diinginkan, alam bawah sadarnya mulai bekerja. Terkadang kegelapan utuh adalah hal yang paling dibutuhkan.
Sekarang bayangkan, sehabis kerasukan dikejar-kejar dua setan tak berbentuk—tambah satu saat di KMM, besoknya sudah harus bersekolah seolah kejadian kemarin itu tidak pernah ada. Apalagi setelah secara resmi Ferus mengganti profesi menjadi putri tidur selama tujuh belas jam.
Siapa bilang semudah itu dia dapat membenahi mentalnya? Semuanya gara-gara Abuela. Baru kemarin dia senang merasa mendapatkan perlindungan dari wanita itu, pagi ini mereka sudah perang mulut yang tidak akan berhenti jika Ferus tidak membiarkan neneknya menang sendiri.
"Setelah kemarin Abuela masih menyuruhku pergi ke sekolah? Tolong jangan bercanda!" Ferus tetap duduk di tepi kasur sementara Abuela membentaknya dari ambang pintu. "Ini baru sehari dilepas Nick dan hidupku sudah berantakan!"
"Dan kamu akan terus seperti itu sampai Nick dipulangkan?" suaranya tidak kalah lantang meskipun tubuhnya lebih kecil bahkan lebih ringkih dari Ferus. "Mijo*, bayangkan ketika anak itu sudah punya urusannya sendiri dan tidak bisa tinggal denganmu lagi. Sampai kapan kamu selamanya seperti ini?"
*[Mijo: nak untuk laki-laki dalam bahasa Spanyol.]
Sampai kapan katanya? "Sampai selama-lamanya!" Untuk memikirkan jawaban lebih defensif saja sudah membuatnya pusing. Dia membanting tubuhnya untuk berbaring miring dan menyelimuti tubuhnya lagi. Akhir perdebatan.
Tentu saja Abuela tidak tinggal diam, dia masuk dan menarik selimut Ferus sampai terbuka seluruhnya. Saat Ferus berbalik, siap menghardiknya, Abuela sudah memenangkan siapa yang lebih cepat. "Pergi sekolah, sekarang! Abuela tidak mau di masa depan kamu menjadi bodoh!"
Lagi-lagi mulut Abuela menyerangnya dengan perkataan semacam itu. "Bisakah Abuela bersikap lebih lembut padaku?"
"Disikapi lembut malah jadi seenaknya! Dari dulu kamu terus seperti itu. Ayo, bangun!"
"Astaga berhenti mengoceh dan biarkan aku bolos sehari saja masa tidak bisa?!" Ferus bangkit lagi dengan kasar, bahkan ludahnya berlompatan dari mulutnya.
Semakin lama semakin mata katarak Abuela membulat. "Mau sehari, dua hari, tiga hari, itu tidak akan berpengaruh pada rasa takutmu terhadap makhluk-makhluk itu. Yang kamu butuhkan hanya perubahan!"
Benar-benar. Nenek tua ini harus tutup mulut. "Jangan bicara seenaknya kalau tidak pernah merasakannya!"
"Abuela tidak mau dengar alasan!"
"Argh!" Baiklah, cukup. Ferus muak. Dia lekas berdiri. Pastinya bukan untuk mematuhinya. Neneknya ia dorong, beruntung akal sehatnya masih setengah sadar kecuali ingin wanita tua renta ini terjengkang. Ia pun membanting pintu, menekan punggungnya kuat-kuat pada daun pintu.
Abuela tidak bisa menerima itu. Dia tidak gentar menggedor pintu Ferus, mendorongnya dengan segenap tenaga rapuhnya. "Mijo!" Engsel pintu bergerak naik-turun tidak nyaman. "Buka!"
Bisa-bisa Ferus lebih dulu gagal jantung dibanding neneknya yang sudah berumur ... berumur berapa? Sepertinya sudah di penghujung enam puluhan. Mana bisa dia tahan mendengar segala ucapan menyakitkan yang dilempar bertubi-tubi itu? Andaikan dia tidak perlu takut melangkahkan kaki ke luar, dia pasti akan melakukannya. Tidak ada gunanya juga berada di sini jika wanita tua keras kepala itu masih ada di rumah.
Posisinya terus bertahan sampai sepuluh menit ke depan, sampai Abuela menyerah meninggalkan dengusan dan entak kaki menggusar. Akhirnya. Perlahan Ferus merosot hingga bokongnya bertemu dengan lantai kayu yang dingin. Ia pun menyelonjorkan kaki, menyandarkan kepala, dan memejamkan mata. Dia perlu memperbaiki detak jantungnya yang abnormal. Entah ruangan ini memang gerah atau suhu tubuhnya yang memanas akibat emosi.
Setengah jam ke depan dia baru mulai bergerak. Dia mendorong meja "belajar"-nya ke depan pintu. Bagi Abuela, kunci kamar sangat haram untuk Ferus yang sering melakukan pemberontakan seperti ini. Sayangnya anak ini sudah cukup kuat untuk mendorong meja, bahkan berani duduk di atasnya untuk menambah beban.
Ketika itu dia melihat ada sebuah kotak di atas meja. Kira-kira ukurannya hanya sebesar kotak biskuit.
Paket dari Paman Ethan.
Tidak biasanya paket itu masih terbungkus rapi dalam kertas cokelat pembungkus yang direkatkan oleh selotip kuning. Maksudnya, Abuela selalu harus tahu apa saja yang Ferus miliki (dan itulah kenapa dia menitipkan majalah pornografi di brankas Nick karena Abuela tidak akan senang menemukannya diselipkan di kasur). Memang, sekeras itulah dia. Kadang Ferus tidak bisa membedakan rasa sayang murni dan rasa sayang yang dibentuk oleh pendidikan moral.
Dugaan Ferus, apakah Paman Ethan meminta dengan amat sangat agar hanya dia atau Nick yang membukanya? Padahal setelah diangkat isinya tidak terlalu berat. Bisa dibilang isinya hanya udara. Saat diguncang, dia mendengar beberapa benda saling tubruk dalam lingkup ruang sempit.
Ferus mulai merobek kertasnya hingga mendapati ini adalah boks kardus berisi dua buah boks cokelat yang biasanya digunakan untuk kotak hadiah. Paman Ethan, atau siapa pun orang terniat itu, mengikatnya dengan pita seakan perayaan akhir tahun dipercepat beberapa bulan. Di atas tutupnya, masih dalam ikatan pita, ada secarik kertas yang bertuliskan: UNTUK FERUS dan UNTUK NICK. Semuanya huruf kapital menggunakan spidol papan tulis warna hitam, berbentuk runcing, panjang-panjang, dan kaku. Selain dua benda itu, dia juga menemukan selembar kertas lepas yang berisi: HARGAI MASING-MASING PRIVASI :)
Artinya dia tidak boleh membuka kotak Nick meski dia tetap mengguncangnya untuk menebak isinya. Masih belum terjawab. Benda itu tampaknya sangat kecil dibanding dengan kotaknya dan lumayan berat. Dia letakkan benda itu lagi dan membuka miliknya sendiri.
Pernah lihat batu tawas? Ferus tidak tahu apakah itu mitos atau fakta, dulu Abuela pernah menyarankannya menggosok ketiak dengan batu tawas. Ketiaknya selalu mengeluarkan bau semacam bawang menyengat. Ferus sempat mengalami krisis kepercayaan diri pada satu tahun terakhir di masa sekolah menengah pertama. Bau itu selalu muncul saat dia stres, dan menariknya adalah dia selalu stres. Dia pernah dijuluki Si Bawang Busuk oleh anak-anak sialan penguasa sekolah yang gemar merundungnya. Kalau bukan karena iklan deodoran, mungkin dia sudah menjadi penjual bawang.
Batu yang ada di dalam kotak ini mengingatkan Ferus tentang masa kelam menjadi bawang busuk. Hanya saja batu ini berwarna kuning yang lama-lama diperhatikan menyerupai ... air seni. Untungnya Paman Ethan masih memberi petunjuk lain di dalam kotak. Lagi-lagi ada sebuah pesan yang kali ini dilipat sekecil mungkin hingga lipatannya nyaris membuat kertas tak berbentuk lagi. Kali ini tulisan tidak sekasar kertas-kertas sebelumnya. Dapat dibayangkan Paman Ethan menulisnya dengan pulpen mahal, sepenuh jiwa, dan berhati-hati. Tulisan huruf sambungnya khas seperti tulisan orang-orang zaman dulu ketika masih menggunakan pena dan tinta bak. Dari baris ke baris pun lurus seakan dibantu penggaris padahal garis bantu di kertas saja tidak ada. Sejujurnya saking indahnya tulisan ini Ferus sampai nyaris tidak bisa membacanya. Lebih terlihat seperti dekorasi pola rumput.
Eh, itu pujian.
Berapa umurmu saat ini, Ferus Thomas Jones? Enam belas tahun? Atau delapan belas? Menjadi Sang Dikaruniai selama itu memang cukup sangat berat. Bahkan seorang Mata Merah atau setengah Mata Merah pun masih kesulitan menghadapi dunia yang tidak serealistis orang-orang pahami. Coba saja kauperhatikan wajah suram Nick. Well, realistis. Tergantung kita bicara dari sudut pandang siapa. Jika dari sudut pandang kita maka para hantu dan makhluk aneh lainnya adalah riil, benar?
Selama Nick dirawat di rumah sakit aku tahu kau juga mencemaskan nasibmu sendiri. Tidak ada salahnya kau lebih mengkhawatirkan dirimu sebelum orang lain, karena siapa lagi yang bakal memedulikan kita selain diri kita sendiri? Orang lain hanya orang lain. Bahkan nenek dan kakekmu adalah orang lain. Tapi setidaknya ada beberapa orang yang cukup peduli padamu dan biarkan aku menjadi salah satunya walau ini mungkin tidak seberapa dibanding perjuangan Nick menjagamu walau dia terpaksa.
Itu bukan batu tawas, apalagi air seni yang diawetkan. Itu peridot, sebuah mineral silikat yang bisa ditemukan dari bumi atau meteorit. Dan ya, yang satu ini berasal dari meteorit. Sudah pasti berkaitan dengan selestial. Bukan hanya berasal dari angkasa, tapi apakah kautahu kenyataannya ada salah satu Personifikasi suci pengendali semesta dan dia tinggal di angkasa mengamati kita? Ast, dia adalah pengatur benda langit, Personifikasi Semesta. Yang membuat orang-orang zaman dulu menentukan adanya astronomi. Terkadang dia agak ceroboh mengabaikan benda langitnya sehingga atmosfer bumi menyedot meteornya yang berceceran. Peridot itu suci, Ferus. Ia adalah salah satu simbol Ast dan—tentu saja—harus kukatakan mahal harganya. Kau pasti bertanya-tanya kenapa aku tidak memberikan benda ini padamu dari dulu ketimbang mengirim Nick tinggal bersamamu untuk mengacak-acak hidupmu.
Peridot suci itu mahal karena hanya datang dari bongkah meteor. Kesucian mineral lain yang dihasilkan bumi sudah hilang karena manusia-manusia kotor yang berpijak di permukaan. Dan kedua, energinya bisa habis. Benda ini terbatas. Dia tidak bisa melindungimu tujuh puluh dua jam seperti Nick (bisa kemungkinan kurang dari itu). Tapi untuk sementara ini kuberikan peridot padamu karena Nick sedang butuh hari tanpa Ferus, benar?
Astaga. Baru kusadari tulisannya bisa sampai sepanjang ini. Maaf. Sangat maaf. Aku jadi ingat masih belum menyelesaikan buku ilmu filsafatku. Inspirasi selalu datang dan hilang tiba-tiba. Dan dia malah berkumpul di surat yang harusnya sesingkat aku menjelaskan peridot itu apa dan untuk apa. Baiklah, semoga harimu menyenangkan, Ferus Thomas Jones :)
Dengan tulus, Ethan F. Regas.
P.S. Sering olahraga supaya tidak sekurus ranting pohon.
P.P.S. Jangan lewatkan kesempatan merebut hati gadis-gadis muda!
Dia tidak percaya Paman Ethan satu pemikiran persoalan batu tawas dan air seni yang diawetkan. Dan iya, dari sederet tulisan sulit terbaca hingga dia butuh mengulang beberapa kata untuk memastikan matanya tidak salah, dia terlalu fokus pada hal itu.
Dapat melindunginya? Apakah itu benar? Ia mengulurkan tangan untuk mengarahkan peridot pada sinar matahari yang menyelusup di balik tirai jendela. Untuk tujuan mendramatisasi tentunya, apa lagi? Sayangnya permata ini tidak seindah yang dimiliki penyihir.
Apakah ini artinya dia bisa pergi ke luar? Jujur saja, betapa dia sangat ingin bertemu teman-temannya. Apa sebaiknya dia pergi ke sekolah? Sial, dia terlanjur gengsi dengan Abuela kalau pergi sekarang. Tidak lucu setelah marah-marah begitu keputusannya malah kontradiktif. Lagi pula siapa yang mau berkutat dengan buku-buku bau itu?
Dia melompat dari meja, meraih ponsel yang masih berada di dalam saku jas formalnya yang tergeletak di lantai. Sebuah ruang obrol dengan kontak bernama Jack ia tekan.
Ferus Jones: Bung, hari ini ada latihan teater, kan?
Butuh menunggu sampai setengah jam untuk mendapatkan balasan selanjutnya.
Jack Snider: Iya, dong. Kamu mana? Mrs. Roswell sudah siap menghukummu dengan soal paling susah sepanjang sejarah.
Ferus Jones: Aku bolos. Nanti akan datang saat latihan.
Jack Snider: Lagi?
Jack Snider: D:
Jack Snider: Apa kamu menemani pacar gantengmu itu?
Ferus Jones: Kamu salah.
Ferus Jones: Aku yang lebih ganteng.
Jack Snider: Bo-hoo.
Jack Snider: Dasar anak nakal.
Jack Snider: Ya sudah. Selamat bersenang-senang dengan Nick.
Ferus Jones: Dan selamat berkencan dengan Hayes.
Ya. Bersenang-senang. Ini saatnya membuka laptop dan bermain game. Menendang semua hal buruk dalam kepalanya, termasuk menendang hantu bau jelek sialan yang bersarang dalam kepalanya.
Ceritanya bikin penasaran. Openingnya kereeeeennn.
Comment on chapter Act 000