Pagi yang cerah , cuaca yang cocok untuk jogging. Kesempatan ini tidak dilewatkan Amanda, walaupun hanya sekedar jogging mengelilingi komplek. Sudah cukup memperlancar aliran darah dan merilekskan badannya. Terlepas dari segala rutinitas, kepenatan dan kesibukan di rumah sakit.
“ Yuuu ... Yu Marmiiii ...... “ panggil Amanda sesaat setelah masuk membuka pintu rumah ( Yu = sebutan untuk orang jawa yang berarti mbak )
“ Wo lhaa ... bocah sopan, manggil ibunya sendiri kok Yu. Senenge kok celelekkan “ sahut mama Amanda dari dapur. Tetap dengan logat jawanya
“ wakakakakakaka .... mama , laperrr “ rengek Amanda sambil memeluk mamanya dari belakang
“ Yo mandi sek kono, pake sragam baru sarapan. Mama bikin srundeng daging kesukaanmu “ jawab si mama
“ Manda libur kok .... makan dulu baru mandi boleh kannn “ rayu Amanda
“ Wo, libur to. Ikut mama wae piye ... mama mau ada arisan sama ibu – ibu komplek” ajak mama
“ Arisan ?? ga mau lah , campur ama ibu – ibu terus nggosip kesana kisini . Enggak ah “ tolak Amanda
“ Terus arep nopo di rumah sendirian. Adek nanti ada les sampe jam 6 sore, papa juga ada urusan ntar pulang maghrib. Mama abis arisan mau diajak tante Mila buat survei tanah. “ kata Mama dengan terus mengaduk srundeng di wajan teflon
“ Manda mau ke rumah Sinta aja .... ntar pulang abis maghrib skalian. Adek biar Manda jemput aja “ jawab Amanda
“ Yo wez kalo gitu, nanti mama bungkusin srundeng buat ibunya Sinta ya . Bilang kalo mama nitip salam. “ kata mama. Kali ini dengan mematikan kompor dan memindahkan ke wadah
“ Iyo Maa ... iyoo ... OK “ seru Amanda
Keluarga Amanda memang akrab satu sama lain, tapi tetap mengutamakan sopan santun. Mama dan Amanda bahkan malah seperti teman atau kakak beradik. Amanda mempunyai seorang adik laki – laki bernama Rehan. Sekarang dia menduduki kelas XI di SMA unggulan. Dan sang papa seorang pengacara yang setiap hari berkeliling – keliling berurusan dengan klien.
Amanda mulai bersiap – siap dengan semangat karena akan bertemu dengan sang pujaan. Zainal Ahmad Mustafa .... tinggi , putih , rambut cepak, pendiam, ulet, sedikit membuat penasaran. Itulah yang bisa didiskripsikan mengenai mas Zain dari sudut pandang Amanda.
Jam menunjukkan pk. 9.00 . Dia membolak – balik tumpukan baju untuk mencari yang cocok. Mengeringkan rambut dan menyisir dengan rapi. Lalu mengikat separo rambutnya , dan mulai berias. Dandanan natural, lipstik warna coral, baju lengan panjang biru navy , celana kulot strip dengan warna yang sama. Outfit Amanda hari ini. Lalu dia segera tancap gas menuju ke rumah Sinta.
Sesampai dirumah Sinta , Amanda bertingkah tidak seperti biasa. Dia berhenti di ruang tengah, celingak celinguk mencari sesuatu yang sudah dia nantikan sebelumnya.
“ Man, ayo masuk kamar .. ngapain kamu disitu clingukan ?? “ tanya Sinta
“ Enggak kok, ga papa . Mau cari minum sambil naruh kiriman dari mama buat umi “ alasan Amanda
“ Hallah , emang aku ga tau. Mas Zain ga ada di rumah, nganter Umi belanja. Makanannya taruh di meja makan aja “ jawab Sinta dari pintu kamarnya
“ Jangan keras – keras Neng , ntar mas Zain denger gimana ? “ kata Amanda sedikit ketakutan
“ Lha itu orangnya dibelakangmu ... “ goda Sinta
Spontan Amanda langsung lari menghampiri sahabatnya dan membungkam mulut Sinta
Tanpa berkata – kata , tanpa menoleh .. Amanda langsung lari menuju kasur , menutup mukanya dengan batal. Sinta tertawa terbahak – bahak melihat tingkah Amanda yang seperti itu. Amanda terkena tipuan sahabatnya , merasa tidak terima dan melemparkan bantal ke arah Sinta. Seketika suasana kamar itu menjadi gaduh dan menjadi taman bermain kanak – kanak. Tidak lama setelahnya , kondisi sudah kondusif kembali.
Karena yang ditunggu – tunggu tidak juga muncul, Amanda menghabiskan waktu dengan memainkan gadget.nya
“ Man, kamu sebenernya kesini cuma mau mainan HP to ?? “ tanya Sinta dengan sedikit kesal
“ Emang kenapa ? “ jawab Amanda singkat
“ Aku kan nyuruh kamu kesini buat bantu – bantu, kamu ga liat apa ada tumpukan kerudung disini “ jelas Sinta
“ Liat ... aku pikir kamu lagi beres – beres lemari “ kata Amanda dengan melirik ke arah tumpukan kerudung si depan Sinta
“ Hadeh , kamu itu emang ga peka deh. Sini turun bantuin “ suruh Sinta
“ Iya juga sie , masa isi lemarimu sebanyak ini. Kerudung sebanyak ini buat apa ? “ Amanda mulai penasaran
“ Ini dagangannya mas Zain. Dia dapet pesenan 200 hijab sama 200 bros, bros.nya udah aku kemas. Kurang hijabnya , ini diproduksi sendiri ... sekarang tinggal masukin ke plastik” terang Sinta
“ Oooo ... kok ga nyuruh mereka plastikin skalian. Kita terima tinggal beres “ kata Amanda sambil meyengir ke arah Sinta
“ mas Zain ga mau, dia selalu ngecek satu per satu dulu barangnya . biar semua dalam kondisi baik pas sampe ke pelanggan. Udah ah , jangan banyak tanya ntar ga kelar – kelar. Sekarang bantuin ngemas , skalian brosnya dimasukin jadi satu di kerudung” suruh Sinta dengan memberikan contoh
“ mas Zain orangnya harus perfect ya ... jadi tambah suka “ kata Amanda dengan nada manis – manis manja
Mereka memulai mengemas satu per satu hijabnya. Amanda mengelus – elus salah satu hijab, terbersit dalam pikiran Amanda kalo sebenarnya dia ingin mengenakan hijab. Hanya saja banyak sekali pertimbangan – pertimbangan yang mungkin berat baginya.
“ Sin ... aku mau tanya “ kata Amanda sedikit ragu
“ Hmmm” jawab Sinta singkat
“ Sejak kapan kamu pakai hijab ?“ amanda memulai pertanyan yang mengganggunya dari tadi
“ Sejak lahir “ jawab Sinta
“ Masa sejak lahir ... aku pernah tau foto kecil.mu pakai mini dress “ canda Amanda
“ Dimana taunya ?? ngaco kamu ... Umi mengajari aku pake krudung sejak dari kecil. Dan besok aku juga akan mendidik anak – anakku seperti yang Umi ajarkan juga “ jawab Sinta
“ Aku kan ga pake kerudung .... kok kamu , umi sama abah bisa baik sama aku ?” tanya Amanda dengan menatap tajam ke arah Sinta
“ Islam itu tidak membeda – bedakan sodara dengan syarat seperti itu. Yang terpenting dari sebuah pertemanan adalah kenyamanan, kecocokan, ketulusan dan hati yang baik. Kamu kan juga muslimah ... jadi kamu juga sodara buat aku. “ jelas Sinta dengan menatap dalam ke mata Amanda
“ Tapi kamu ga pernah maksa aku buat berhijab dan menjadi seperti kamu ? “ Amanda lagi - lagi mencecar sahabatnya dengan berbagai pertanyaan
“ Kamu ya kamu , aku ya aku ... aku tidak perlu memaksakan apapun ke kamu. Selama kamu tidak meninggalkan sholat 5 waktu , kamu masih beriman dan bertakwa kepada ALLAH ... aku rasa itu sudah cukup. Lagian kamu kan sudah dewasa , harusnya kamu sudah tau mana yang baik dan buruk .” jelas Sinta , tersenyum dan memegang tangan Amanda
“ Sin, sebenernya aku pengen pake hijab. Udah dari lama ... tapi aku ragu. Apa aku bisa berperilaku sesuai dengan hijab yang aku kenakan ? “ keraguan masih jelas terlihat dari raut wajah Amanda
“ Keraguan mana yang kamu maksud ? Setiap muslim muslimah wajib untuk menutup aurat, apalagi surga tidak menerima wanita yang membuka aurat.nya. Kalau kamu membenahi perilaku dulu lalu baru mengenakan hijab, itu kebalik. Butuh waktu lama dong .... berhijablah , karena hijab itu yang akan membelenggu keraguan – keraguan yang kamu maksudkan tadi. Dengan berhijab kamu tidak akan bergibah, mengumpat, mencela atau perbuatan buruk lainnya .... dengan berhijab kamu akan lebih condong masuk ke dalam komunitas yang lebih positif.” jelas Sinta panjang lebar .
Sinta membuka lemarinya dan mengambil selembar kerudung terbagus yang dia miliki. Sinta memasangkan ke kepala Amanda , mengangkat badan Amanda dan mengarahkan ke depan cermin. Sinta mulai membenahi hijab yang dia pasangkan itu.
“Hijab ini yang akan menyelamatkanmu di dunia dan akhirat.” Bisik Sinta halus ke telinga Amanda
Amanda tidak bisa menahan air matanya , dia menangis haru dan kagum pada sahabatnya. Dia bersyukur ALLAH telah mengirimkan orang terbaik ke dalam hidupnya. Mereka berpelukan erat , tangisan pecah diantara mereka berdua.
“ALLAH memberikan kehidupan ini bukan hanya sekedar untuk menikmati kehidupan duniawi. Kita harus mematuhi segala perintah ALLAH yang sudah dijelaskan di Al Qur’an. Dengan begitu kita akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik di tempat yang terbaik yaitu surganya ALLAH.” tambah Sinta dengan suara lembut dan terus memeluk erat Amanda
Suasana haru ini pun harus segera dihentikan. Mereka kembali menyelesaikan pekerjaan . Mereka bergerak cepat untuk meyelesaikan semua tumpukan kerudung itu karena terdengar mas Zain dan Umi sudah pulang. Kalo sampai Umi tau kerudung masih bertumpuk di kamar, bakal ada ceramah 2 jam dari Umi. Tapi alhamdulillah , hanya kurang beberapa kerudung saja yang belum dikemas saat Umi masuk mengecek ke kamar.
“ Alhamdulillah .... selesai !!” kata Sinta dan Amanda bersamaan sembari merebahkan badan di kasur. Amanda masih mengenakan karudung yang dipasangkan Sinta.
“Sin, kerudungnya aku pake dulu ya. Besok aku kembaliin “ tanya Amanda
“ Iya , dipake aja ga usah dikembaliin. Itung – itung hadiah untuk hijab pertama yang kamu pake “ jawab sinta sambil mengecup kepala Amanda
“ kapan – kapan aku ganti sama yang baru deh kalo gitu “ paksa Amanda
“ Gitu juga boleh ... asyikk, dapet kerudung baru “ jawab Sinta dengan nada kegirangan. Mereka tertawa – tawa lagi
“ udah sore nih, aku pulang dulu. Mau jemput dedek pulang les juga “ pamit Amanda
“ OK. Oh ya Man ... jangan pernah dicopot ya hijabnya, kalo kamu bimbang ... ingat, aku ada disini. Kita belajar bareng – bareng, kalo kamu mau kita bisa ikut pengajian bareng juga . “ Ucap Sinta, dia sangat bahagia melihat perubahan yang terjadi
“ Insyallah ... hari ini berharga banget buat aku. Tenkyuu ... for everythink.” Amanda kembali memeluk sahabatnya itu.
Banyak pelajaran yang dia dapat hari ini, pelajaran ini sangat berharga sampai dia terlupa akan tujuan utamanya datang ke rumah Sinta. Dia melupakan mas Zain , orang yang dia sukai ... dan menyimpan ceritanya rapat – rapat di lubuk hati.
Waktu terus berjalan , hari berganti hari. Amanda semakin mantap dalam balutan hijab yang menutup kepalanya. Papa dan mama juga mendukung keputusan Amanda berhijab. Si adek juga terus mengacungkan jari jempol setiap kali mereka bertatap muka. Amanda merasa lebih nyaman dan lebih istiqomah dalam menjalankan aktifitas dengan perubahan baru ini. Teman – teman di rumah sakit juga ikut senang melihatnya.
Amanda mulai mengikuti pelatihan asisten bedah. Dia mendapatkan cuti tanpa agunan selama masa pendidikan. Tidak ada hambatan selama dia mengikuti pelatihan , semua berjalan lancar dan berharap agar pendidikannya selesai dengan cepat.
Amanda mulai jarang main ke rumah Sinta, terhitung 1 bulan sudah mereka tidak bertemu. Hanya bertukar kabar dan cerita lewat telepon saja, sesekali bertukar ilmu tentang agama. Mereka tetap seperti sahabat yang tidak dapat dipisahkan.
Sampai suatu saat , Sinta menelepon Amanda dengan suara dan kata yang tidak jelas. Seperti tergagap – gagap, nada putus – putus, sedikit terengah – engah , tidak jelas apa yang dikatakan. Sepertinya Sinta tidak bisa menyampaikan berita itu lewat telepon, mereka memutuskan untuk bertemu di sebuah taman setelah Amanda pulang pelatihan.
“ Ada apa sih , kelihatannya penting banget ? sampai lewat telepon aja ga bisa ngomong “ tanya Amanda penasaran
“ Jiah, ini penting banget . Penting buat hidup Loe ... “ kata Sinta
“ hahahahhhaha ... ngomongnya pake penekanan banget Neng” Amanda tertawa lepas
“eh , diem dulu jangan ketawa. Aku bingung mulai darimana ngomongnya” kata Sinta sambil mengatur nafas
“ OK , aku diem. Buruan ngomong, udah laper bener ini “ Amanda menata duduk.nya, menghadap tepat ke arah Sinta agar dia dapet menangkap semua yang diceritakan
“ Ini soal mas Zain “ Sinta berkata pelan – pelan dan tegas
“mas Zain .... dia kenapa ?” Amanda sedikit kaget mendengar nama itu
“ 3 hari yang lalu dia pulang , hanya sebentar mampir ke rumah. Dia ngajak aku ngobrol sebentar di teras, awalnya dia tanya ... dia bilang dia pengen tau tentang kamu “ jelas Sinta , tetap dengan nada perlahan sambil menunggu ekspresi yang dikeluarkan Amanda.
“ Hah, dia tanya tentang aku ... tentang apa ? beneran ?? kok tiba – tiba gitu ? aku kan ga pernah ngobrol sama dia ?” Amanda mulai salah tingkah dan bingung kemana arah pembicaraan ini
“ Kamu kaget ya ? nah, yang ini lebih kaget lagi. Dengerin baik – baik ... mas Zain pengen ngajak kamu taaruf . Nah loeee .... “ kali ini Sinta berbicara dengan jelas dan keras.
Bagai disambar petir , Amanda syok mendengar ini. Dia memutar otak , mengerutkan dahi ... mencari – cari darimana semua ini berasal dan darimana semua ini berawal. Amanda berdiri dan berjalan mondar mandir di depan Sinta untuk memikirkan semua itu. Ini tidak masuk akal karena selama ini Amanda merasa tidak ada respon apapun dari mas Zain. Bahwa mas Zain tidak tahu kalo Amanda manaruh rasa suka padanya. Sinta hanya bisa menatap sahabatnya , bola matanya bergerak kanan kiri mengikuti arah gerak Amanda
“ Kok bisa kaya gini ? Taaruf ? dia natap aku apalagi ngajak ngobrol aja belom pernah lho. Bisa – bisanya dia ngajak taaruf ? jangan – jangan kamu crita mas Zain kalo aku udah lama suka sama dia ya ? “ Amanda mulai meninggikan suaranya
“ Astagfirullah Manda , aku berani bersumpah kalo aku menjaga semua rahasia yang kamu percayakan ke aku. Aku ga crita apa – apa ke dia. Dan ternyata mas Zain itu merhatiin kamu , dia juga tau kok kalo kamu selalu cari moment setiap kali dia di rumah.” Sinta mulai membuka sedikit problem disini
“ Hah ... dia tau. Terus kenapa ga ngucap sesuatu apa gitu ... terus kenapa sekarang dia nyuruh kamu yang ngomong , kenapa dia ga ngomong langsung. Dia gentle ga sih ?” amanda mulai sewot dengan mata yang berkaca – kaca
“ Istighfar Manda ... kamu ga boleh suudzon kaya gini. Mas.ku itu orang yang sholeh ... dia pasti punya banyak pertimbangan. Pokok.nya dia bilang , setelah ini dia mau ngajak kamu ketemu. Dia sendiri yang akan menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan.mu . Aku mohon Manda, pertimbangkan ini baik – baik dengan pikiran yang tenang dan jernih. Setelah kamu siap untuk bertemu mas Zain, kamu kabari aku ya . Aku yang akan ngatur pertemuan kalian . Please Manda ? “ ujar Sinta dengan setengah memohon, meletakkan tangannya di kedua pipi Amanda , mendongakkan wajahnya .... terlihat air mata mengalir. Air mata bahagia , atau air mata kejengkelan ... hanya dia yang tau.
Terima kasih untuk like dan coment.nya mb. Dede_pratiwi
Comment on chapter aku