Ternyata benar apa yang dipikirkan Abizar. Amanda tidak suka dia menggangu kesendiriannya. Abizar tidak tahu harus memulai perbincangan dari mana.
“ Panggil saja Abi ... tempat ini ternyata nyaman juga. Di dalam sana hatiku tersiksa , aku tidak kuasa melihat saudara – saudara kita dalam kondisi seperti itu. Aku tidak mungkin menangis di depan mereka , bahkan mereka sudah lupa cara menangis untuk tetap bertahan hidup.” Abizar mencoba mencari topik pembicaraan
“ Dan aku , air mata ini selalu keluar walau aku tidak ingin menangis . Air mata ini tidak pernah kering walau mataku sudah lelah menangis. Disini , aku meratapi saudaraku dan juga takdirku sendiri. “ kata – kata ini keluar begitu saja dari mulut Amanda.
Abizar mendengar suara itu samar – samar. Dia melihat raut wajah sedih Amanda.
“ Nama kamu Amanda kan ? Beberapa hari yang lalu seorang tentara datang dan memberi peringatan padaku. Mereka meminta tim medis mematuhi peraturan dan tidak bertindak seenaknya” Abizar mencoba mencari topik pembicaraan lainnya.
“ Aku tahu. Maaf ... aku masih ingin disini, tidak akan terjadi lagi” jawab Amanda, lalu dia berdiri dan berjalan kembali ke gedung
“ Tunggu, ini ada kue . Aku bawa dari Indonesia ... kamu mau ?” Abizar memotong jalan Amanda dan menyodorkan kue yang hanya dipegangnya dari tadi. Amanda kaget dan mendongakkan wajahnya. Abizar memandang wajah gadis itu ... paras yang cantik bersih dengan mata sembab sedikit bengkak, raut wajahnya membuat orang bersimpati padanya.
Sadar bahwa Abizar sedang menatapnya, Amanda kembali menunduk .
“ terima kasih ... anak – anak pasti senang” Amanda menerima kue yang disodorkan Abizar lalu pergi , berjalan dengan cepat.
“ Anak – anak ? ahh ... “ Abizar tersenyum kecil , ternyata Amanda memberikan kue itu untuk anak – anak di rumah sakit. Abizar kagum dengan wanita itu.
3 hari setelah malam itu mereka tidak bertemu di malam hari. Ada kiriman beberapa pasien dengan luka serius yang membutuhkan perawatan. Ditambah dengan pasien anak – anak yang mulai risau ketakutan dan menangis terus sepanjang hari. Beberapa tenaga medis mencoba untuk membantu menenangkan sebisa mereka.
Hari ini begitu melelahkan, hari cepat sekali menjadi malam. Abizar keluar untuk mencari udara segar setelah bekerja keras seharian ini. Tanpa disegaja dia berjalan menuju pohon yang dia kunjungi beberapa hari ini. Dan ternyata tempat itu memang sedikit nyaman dan jauh dari kebisingan.
Tetapi tidak disangkanya ternyata Amanda sudah berada disana . Dia menangis tersedu – sedu. Hari ini Amanda merawat seorang anak yang mengalami luka disekujur tubuh.nya. Anak ini terkena percikan bom yang menghantam kampungnya saat asik bermain. Orang tuanya meninggal dan masih belum ditemukan dibawah reruntuhan bangunan rumahnya. Si anak terus menangis dan merintih kesakitan .
Amanda membersihkan luka – luka yang mengeluarkan darah segar. Dia juga mengeluarkan timah panas yang menancap di luka si anak. Amanda meneliti dan membersihkan luka itu dengan tangan gemetar. Dia berusaha menyeka air mata agar pandangannya tetap fokus. Tetapi halusinasi itu datang lagi , Amanda mendengar rintihan Raka.
“ sakit bun ... sakit bun ... “
Amanda teringat saat dia membersihkan serpihan kaca yang menancap diwajah putranya. Tidak lama kemudian nyeri di dadanya kembali terasa. Sekuat tenaga dia menahan nyeri itu sampai selesai membersihkan luka si anak. Amanda juga memberikan beberapa makanan ringan agar anak itu berhenti menangis . Tapi si anak menolak , dia meminta Mushaf dan mendoakan ayah ibunya yang telah tiada .
Kejadian hari ini benar – benar membuat Amanda berpikir. Apa yang dilakukan anak itu seharusnya juga dia lakukan . Tapi apa yang ada dipikirannya saat ini ?
Abizar melihat dan merasa iba pada Amanda .
“ duka yang kita alami belum seberapa dibanding dengan duka mereka bukan ? mereka mencoba bertahan di tanah ini , mereka tetap berusaha hidup dan tidak mau menyerah. Mereka menyebut nama ALLAH dan mengadu padaNYA setiap saat. Tapi tidak pernah ada kekecewaan pada Tuhannya, mereka percaya bahwa ALLAH menempatkan mereka pada jalan yang mulia. “ kata Abizar yang bediri di depan Amanda
“ Memang benar , tapi terkadang kita tidak pernah bisa keluar dari duka yang begitu dalam. Dan tidak tahu bagaimana mengatasi kedukaan ini” Amanda berkata dengan suara bergetar
“ Maka dari itu kita tidak boleh mencintai sesorang melebihi cinta kita terhadap ALLAH. Disaat kita tahu bahwa segala yang ada di dunia ini milikNYA , kita tidak akan begitu merasa menderita saat mereka diambil kembali oleh pemiliknya. Yang perlu kita lakukan adalah mendoakan , mencoba untuk bangkit dan hidup lebih baik ” Abizar mencoba memberikan penjelasan
“ Apa anda tahu apa yang saya alami ?” Amanda curiga mengapa seolah – olah Abizar menujukkan perkataannya untuk dirinya
“ maaf , aku meminta Sinta bercerita karena kau terus menangis disini tiap malam” kata Abizar
“ Anda bisa saja mengatakan seperti itu, orang lain juga berkata seperti itu. Mayat itu suami dan anakku .. mereka mati tragis didepanku. Yang tau rasa kehilangan itu adalah aku, Bukan mereka ... apalagi kamu “ Amanda berkata dengan nada tinggi dan tidak senang Abizar mencaru tahu tentang dirinya
Amanda berlari masuk dengan penuh marah dan bercucuran air mata . Dia hendak menghampiri Sinta. Sinta sudah keterlaluan membuka privasinya pada orang lain yang belum dia kenal.
“ Apa maksud kamu bercerita ke dokter Abi tentang privasiku ?” Amanda bertanya pada Sinta dengan mata memerah
“ Aku hanya ingin kamu kembali seperti Amanda yang dulu. Amanda yang ceria, penuh semangat, percaya diri. Sudah terlalu lama kamu berlarut - larut dalam sedih, semakin banyak orang yang membantu mungkin akan semakin baik “ jelas Sinta. Dia sudah seperti menemui jalan buntu semenjak mereka berada di Syuriah. Dengan tingkah laku Amanda yg terus menantang maut.
“ Jadi kau membutuhkan orang lain ? Apa kau pikir aku orang yang sakit ? kalau aku membuatmu dalam kesusahan ... maafkan aku. Mulai sekarang jangan urusi aku lagi. Biarkan aku melakukan apa yang aku mau “ Amanda berkata dengan nada penuh penekanan
“Jangan menyuruh aku pergi, menghilang, atau berhenti. Kau adalah iparku , temanku , sahabatku . Suamimu adalah kakakku , anakmu adalah keponakanku, dukamu sama dengan dukaku. Tapi aku ingin memuliakan mereka dengan doa - doaku , hanya itu yang bisa kirim untuk mereka. Bukan tangisan , apalagi nyawa. Kita punya ALLAH yang maha tau segalanya. Kenapa pikiranmu masih belum juga terbuka ? Sebelum kamu bahagia , aku juga tidak akan merasa bahagia. Aku rasa ini sudah cukup untuk mendampingi duka.mu. Mari kita lanjutkan , sampai kapan kamu akan bertahan seperti ini. Kita berdua “ kata Sinta sambi memegang tangan Amanda
Amanda hanya terdiam menatap sahabatnya.
“ Aku tahu apa kamu pikirkan. Kau mencoba mati dengan mengatas namakan jihad ? apa kau pikir ALLAH bisa dibodohi ? jangan berbuat macam – macam dan pegang janjimu pada kedua ibumu . Aku menyesal telah membawamu kemari “ kata Sinta dengan amarah dan berlalu meninggalkan Amanda.
Terima kasih untuk like dan coment.nya mb. Dede_pratiwi
Comment on chapter aku