Read More >>"> ALUSI (Pilihan?) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - ALUSI
MENU
About Us  

Nhay menaruh kopernya ke bagasi mobil. Lalu masih dengan air mata yang menggila, ia masuk ke dalam mobilnya dan segera pergi dari lingkungan apartemen Ezha. Dia lajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi tanpa ingin menguranginya. Mendahului tiap kendaraan yang ada di depannya tanpa ingin mengalah sedikit pun. Sangat gila memang! Untung saja malam ini jalanan tak sebegitu ramai. Seolah memberi kesempatan untuk seorang Nhay mengeluarkan amarahnya. Menunjukkan perasaan kacaunya yang terlalu berbahaya.

Dia terus menangis. Kedua matanya bahkan sudah memerah dengan bibir yang gemetar tanpa bisa ditenangkan. Lengkap dengan rasa sakit di batinnya yang entah harus bagaimana rupanya.

Cinta memang tak selamanya adalah kebahagiaan. Karena terkadang cinta butuh pilihan. Harus merelakan atau harus melawan. Seperti sebuah takdir, ketika cinta dipertanyakan maka bukan berarti cinta harus terhapuskan. Sama halnya sebuah hati. Siapapun yang ingin mengendalikannya, meski harus terluka, ia harus melewatinya. Karena apa?

Karena itu hidupnya... pilihannya.

Nhay yang sangat mencintai Ezha, entah harus mengarungi derasnya aliran sungai atau harus memisahkan sebuah gunung, baginya dia hidup untuk cinta yang demikian itu. Meskipun harus mengumpulkan banyak air mata hingga tak cukup tertampung di tengah derasnya hujan, baginya cinta adalah dia yang selalu berdiam di tempatnya. Yang tak pernah mematikan senyumannya demi cinta yang lebih cinta lagi.

Yah... ini sudah berakhir. Seperti sebuah mimpi di malam yang panjang, kisah delapan tahun itu sudah berakhir. Dan seperti sebuah hukuman, untuk akhir yang menyakitkan ini... dia harus tetap hidup untuk esok yang entah bagaimana rupanya. Masih menangis atau tidak... Tuhan adalah Dia yang menjaga. Masih kecewa atau tidak... Tuhan adalah Dia yang mencinta.

Maka inilah alur. Seperti Ezha yang mencintai Nhaya dalam diam, kali ini ijinkan Nhaya yang memutuskan pilihannya. Harus mengetahuinya atau pergi dengan cerita cinta yang lain... itu pilihannya. Karena bukankah cinta si pemilik alur? Selayak cinta Ezha yang ada untuk Nhaya, bukankah Nao sama mencintanya?

-------------------

 Nhay menghentikan mobilnya tepat ke halaman depan rumah sakit jiwa dimana Nao berada. Langsung saja keluar dari mobilnya dan segera masuk menemui perawat yang mengurus Nao. Dia pun ijin untuk menginap semalam di ruangan Nao. Meskipun sempat tidak diijinkan, namun akhirnya pihak rumah sakit membolehkan. Nhay pun dengan mata yang masih sembab masuk ke dalam ruangan Nao yang tak sebegitu terang karena Nao tak menyukai itu.

Segera dia dekati Nao dan mengambil posisi duduk di sampingnya. Mengamatinya pelan, sosok Nao yang tak pernah berubah. Masih duduk di pojok ruangan dengan lamunan mengarah ke jendela di samping atasnya.

“Sebenarnya apa yang kau lihat? Apa kau tak bosan? Apa kau tak pusing?” Nhay mulai bertanya dengan nada pelan. Namun seperti biasa, Nao tak meresponnya. Nhay pun tak sebegitu berharap. Segera dia sandarkan punggungnya ke dinding di belakangnya dan mulai ikut melamun bersama Nao. “Delapan tahun ini aku belajar banyak hal. Aku mulai mengerti makna uang, kerja keras dan pengorbanan. Aku juga mulai mengerti bagaimana mencintai seseorang dengan sebenarnya. Aku yang dulunya merasa memiliki segalanya, tiba-tiba berubah takut kehilangan yang kupunya. Aku yang dulunya cengeng dan selalu bergantung padamu ketika mendapat masalah, mulai menyelesaikan semuanya sendiri. Aku menangis sendirian... aku juga menghapus air mataku sendirian. Aku melewati itu semua demi kebahagiaan yang aku impikan.”

“Namun sekarang aku sadar. Kenapa aku masih belum menemukan kebahagiaan itu padahal aku sudah melakukan segala cara dan pengorbanan... aku sudah tahu jawabannya. Itu tidak lain dan tidak bukan karena keegoisanku. Karena keinginan untuk mendapatkan sesuatu, aku memilih sebuah cara yang dari awal sudah salah. Hanya demi keegoisanku, aku mengorbankan masa depan dan keluargaku. Hanya untuk alasan kebahagiaan... aku membuang kebahagiaan yang sebenarnya sudah aku miliki dari dulu. Lalu sekarang, apa yang harus aku lakukan? Aku sudah tidak memiliki masa depan yang cerah lagi, Nao. Untuk pulang ke rumah saja aku terlalu malu. Jadi apa yang harus aku lakukan?”

Nhay mulai menjatuhkan air matanya satu per satu. Mulai memperdengarkan isakan paraunya dengan kepala yang menunduk sedih. Dan perlahan... dia pun menyandarkan kepalanya ke pundak kiri Nao. Mulai menderaskan air mata dan isakannya beberapa saat sebelum akhirnya berkata dengan berat, “Seharusnya di saat seperti ini kau memelukku dan menenangkanku! Tapi apa yang kau lakukan sekarang, huh? Apa ini yang dinamakan pacar? Apa kau tak ingin mengkhayal bodoh lagi dan membuatku kesal?”

“Menikahlah denganku.” gumam Nao tiba-tiba yang sontak mengejutkan Nhaya. Namun ia masih tetap melamun dan tak menggerakkan tubuhnya sedikit pun. Seolah hanya sebuah gumaman kosong, ia bahkan tak menambahkan perkataannya dan semakin membuat Nhay sedih.

“Jika kau ingin menikahiku maka bangunlah! Peluk aku dan lamar aku seribu kali seperti dulu yang kau lakukan padaku! Jangan hanya melamun dan membuatku semakin tak karuhan!! Apa kau tahu sebesar apa keinginanku untuk melihatmu kembali seperti biasa?! Huh?! Apa kau benar-benar ingin aku menikah dengan lelaki lain?!” bentak Nhay yang merasa kecewa. Namun setelahnya kembali dia tidurkan kepalanya di pundak Nao dan mengalungkan tangannya ke lengan kiri Nao. “Sebenarnya aku baru saja putus dengan Ezha beberapa menit yang lalu. Jujur aku sangat mencintainya hingga tak ada alasan sedikit pun untuk membencinya. Bahkan setelah tahu dia tinggal dengan wanita lain, aku masih sempat berdiam dan tidak menanyainya. Karena aku sangat mencintainya! Tapi,” Nhaya menunda perkataannya ketika air matanya terlalu deras mengalir dari kedua matanya. “ini terlalu sulit. Untuk melihatnya bersama dengan wanita lain atau bersikap dingin padaku, aku masih bisa menahannya. Namun untuk menerima kenyataan jika dia tidak mencintaiku dan tidak bahagia bersamaku, itu terlalu sakit. itu membuatku berasa seperti orang jahat yang mengurungnya untuk tidak merasakan kebahagiaan.”

Nhay pun terus memperbanyak air matanya dan terisak semakin keras hingga merasa puas. Tak peduli meskipun Nao hanya melamun dan tak meresponnya, bagi Nhay dia hanya ingin menenangkan dirinya sendiri. Karena dengan begitu dia bisa menyapa hari esok yang lebih baik lagi. Dengan menangis malam ini, mungkin saja dia bisa tersenyum esok pagi.

-------------------

Esok paginya.

Nhay yang semalaman menginap di rumah sakit, langsung saja mengurus berkas-berkas yang kemarin diberikan papanya padanya. Tanpa pulang terlebih dahulu, dia berkonsultasi dengan psikiater yang merawat Nao untuk menemukan psikiater baru yang lebih berpengalaman. Dan setelah menghabiskan waktu kurang lebih satu jam, dia pun memutuskan untuk membawa Nao ke rumah sakit jiwa yang memiliki peralatan lengkap untuk mengetahui kondisi kejiwaannya.

“Saya akan mengurus administrasinya. Kemungkinan besok saya bisa pastikan jika peralatan pemeriksaannya siap.” tutur psikiater yang menangani Nao. Nhaya pun terlihat lega dan segera permisi untuk mengurus biaya transportasi dan akomodasi psikiater baru yang diundangnya untuk melihat kondisi Nao. Namun sebelum itu, dia berniat untuk pulang terlebih dahulu. Apalagi kalau bukan untuk membersihkan tubuhnya dan mengambil beberapa berkas yang dibutuhkan.

Seperti yang diharapkan, dia memang cukup baik saat ini. Seolah tengah memakai topeng, tak ada sedikit pun raut sedih di wajahnya. Dia bahkan sarapan dengan lahap tadi pagi. Sempat ikut membantu menyuapi ibu Ezha dan mengganti pakaiannya. Karena meskipun dia sudah tak ada hubungan dengan Ezha, bagi Nhay dia tetap harus melihat kondisi wanita yang sudah dianggapnya ibunya sendiri itu.

-------------------

Beberapa menit setelah itu, Nhay pun sampai di apartemennya. Dia pun segera masuk ke dalam sembari membawa koper yang tadi malam diambilnya dari apartemen milik Ezha. Namun belum sampai dia benar-benar masuk ke dalam, tiba-tiba langkahnya terhenti. Tepat ketika dua matanya mendapati sosok Ezha yang sudah berdiri tak jauh darinya.

Keheningan pun sempat terjadi beberapa saat. Mimik yang tadi baik-baik saja, kini berubah kaku lengkap dengan aura sedih yang terpancar begitu ketara. Seperti dua sosok asing, mereka hanya saling memandangi dengan makna di tiap tatapannya.

“Aku rasa tidak ada barangmu sama sekali di sini.” Nhay mulai berbicara sembari berjalan melewati Ezha guna mengambil air minum di meja dapur. Berusaha untuk tenang dan tak memperlihatkan mimik gerogi yang akan membuatnya terlihat sebagai korban. Namun itu tidak mudah. Bahkan setelah dia menghabiskan dua gelas air putih, mimik wajahnya masih tak bisa berbohong. Dan akhirnya, dia pun menyerah. Segera dia tatap sosok Ezha yang masih berdiri memandangnya dengan tatapan tajam yang siap mengiris lelaki itu. “Ada apa kau ke sini? Apa masih ada yang harus dibicarakan?”

“Hanya saja aku masih belum bisa menerimanya. Kenyataan bahwa kita sudah tak berhubungan, aku belum menerimanya.” tegas Ezha yang sontak membuat Nhaya mendengus kesal. Bahkan langsung memalingkan wajah.

“Kau benar-benar ingin mempermainkanku hingga akhir.” gerutunya kesal dengan pikiran yang kembali kacau. Karena bagaimanapun, dia selalu kesusahan mengerti apa yang diinginkan Ezha atau apa yang dimaksudkannya.

“Sebenarnya aku tak ingin mengusirmu tapi,” Nhay kembali menatap tajam ke arah Ezha. “aku mohon keluarlah! Jangan buat aku membencimu. Atau kau tak perlu keluar lebih dulu.” Nhaya menaruh gelasnya. Lalu dengan buru-buru, segera dia melangkah keluar dari dapur sembari berkata, “Karena aku yang akan lebih dulu keluar. Tapi setelah itu, aku mohon keluarlah!”

“Apa kau tak ingin mendengar apa yang akan kukatakan?”

Nhay menunda langkahnya tepat ketika berada di samping Ezha. Lalu mulai melirik ke arahnya pelan dan menegaskan, “Kita sudah berakhir. Dan itu sudah menjadi keputusanku.” Dia pun kembali berjalan mendahului Ezha dan berniat untuk benar-benar keluar dari apartemen itu. Namun kurang dari lima langkah dari pintu, tiba-tiba Ezha menekuk kedua kakinya hingga kedua lututnya menyentuh lantai. Seperti kejadian delapan tahun lalu, ia juga langsung menundukkan kepalanya dan berkata keras hingga membuat Nhaya menghentikan langkahnya seketika.

“Sembilan tahun yang lalu aku menghamili Vivi. Tapi karena pada saat itu aku masih sangat muda dan takut bertanggung jawab, aku memaksanya aborsi! Pada awalnya dia tidak ingin melakukan itu, tapi karena aku tetap memaksanya dan bahkan langsung membawanya ke tempat praktek aborsi, dia melakukannya. Itu juga karena aku berjanji padanya akan menemaninya hingga kapanpun itu dan akan menjadi lelaki yang bertanggung jawab untuknya nanti. Tapi setahun kemudian karena aku membutuhkan uang untuk kuliah dan biaya kesehatan ibuku, aku melanggar janji itu! Hanya karena dia tak semampu kamu aku meninggalkannya dan memilih untuk mengemis padamu! Aku biarkan dia menjalani hidupnya sendirian padahal saat itu dia sudah terpisah dengan keluarganya dan hanya tinggal dengan neneknya. Dan beberapa bulan yang lalu, dia mencariku sampai ke rumah sakit. Dia memohon agar aku menangani penyakitnya hingga sembuh. Dia juga memohon agar aku membantunya menemukan keluarganya karena dia berpikir aku memiliki koneksi lebih daripada dia. Pada awalnya aku memang berniat menolong dia dan segera memberitahumu. Tapi malam itu, tiba-tiba dia mengancamku! Aku tak tahu apa yang mendasarinya hingga memiliki niat seperti itu tapi mengingat apa yang sudah kulakukan padanya, aku berusaha memahami. Karena itu semua memang kesalahanku. Dan untuk tidak memberitahumu dan memilih untuk mengikuti ancamannya, itu juga kesalahanku.”

Nhay perlahan mulai mengerti tentang apa yang terjadi. Namun meskipun begitu, mimik kecewa itu masih terlalu jelas terlihat di wajahnya. Bahkan setelah membalikkan tubuhnya dan mendapati Ezha yang sudah berlutut di hadapannya, dia justru semakin merasa kecewa. Sangking banyaknya hingga membuat air matanya terjatuh tanpa harus dipertanyakan.

“Kau takut dengan ancamannya, atau karena kau ingin mengikuti ancaman itu, aku tak sebegitu paham.” Tiba-tiba Nhay membuka mulutnya dengan nada yang lebih lembut. Namun tak selembut maknanya yang kembali menghitam di setiap telinga yang mendengarnya.

Ezha pun semakin menundukkan kepalanya. Entah apa yang tengah dipikirkannya. Namun yang jelas beban itu terlihat berat di punggungnya. Sangking beratnya hingga membuatnya terlihat begitu menyedihkan.

“Aku tak pungkiri jika rasa kasihan itu sangat besar. Karena rasa bersalahku juga, aku membiarkan dia mengancamku dan mengatakan yang tidak-tidak padamu. Seolah berpura-pura tak mengetahuinya, aku mengikuti skenario yang dibuatnya tanpa memikirkan perasaanmu. Aku memang salah! Tapi di balik semua itu, aku juga takut! Jika Vivi menceritakan semua yang pernah kulakukan padanya, aku takut kau meragukanku dan berujung dengan mengakhiri hubungan kita. Karena aku akan terlihat sebagai lelaki yang tak bertanggung jawab! Kau akan meninggalkanku dan tak berpikir untuk tetap bersamaku. Itu yang aku takutkan. Jadi aku membiarkan dia mengancamku! Dia bilang hanya sampai aku menemukan keluarganya. Jadi karena itu juga aku berusaha keras mencari keluarganya. Aku pikir ini akan segera berakhir. Namun ternyata karena kebodohanku itu, aku justru lebih cepat kehilanganmu.”

Ezha mulai mengangkat kepalanya dan mengarahkannya ke arah Nhaya yang juga menatapnya. Lalu masih dengan alur yang mengaliir lembut, Ezha berkata, “Aku tak pernah memiliki perasaan lain selain rasa kasihan dan rasa bersalah pada Vivi! Jujur aku tak pernah berpikir untuk kembali padanya atau mencintainya lagi!”

Nhay pun menatapnya semakin dalam lagi. “Apa kau ingin aku mempercayaimu?” tanyanya kemudian.

“Maaf karena aku membohongimu! Maaf karena aku tak memberitahumu! Maaf juga karena aku menyakitimu!! Tapi Nhay,” Ezha membiarkan air mata pertamanya terjatuh tanpa beban. Lalu kembali ditatapnya kedua mata cantik itu dengan sama dalamnya dan berkata, “aku tak mau kita berakhir seperti ini! Aku tak mau kehilanganmu!”

“Apa lagi-lagi kau ingin aku mempercayaimu?”

“Nhay!”

“APA KAU INGIN AKU MEMPERCAYAIMU?!” teriak Nhaya seketika. “Saat ini aku benar-benar mengerti tentang sesuatu. Sama halnya denganku yang ternyata tidak mengenalmu, ternyata kau juga tidak mengenalku, Zha. KARENA JIKA KAU MENGENALKU,” Nhay menelan ludahnya dengan bibir yang mulai gemetar tak terkendali. “kau tak akan merasa takut.”

“Nhay,”

“Jujur aku sangat asing dengan sikapmu yang ini! Semua perkataan manismu! Semua air mata dan tatapanmu yang seperti itu, aku sangat merasa asing!! Jadi bagaimana kita bisa menjalin hubungan jika delapan tahun yang kemarin saja kita tak saling mengenal satu sama lain, huh?! Bahkan ketika kau dengan sadarnya tahu jika kau sudah membuatku sakit hati tapi malah semakin menambah rasa sakit itu padaku, apa aku akan baik-baik saja menerimanya? Apa kau pikir karena aku sangat mencintaimu kau bisa memperlakukanku seperti itu?!”

“Aku benar-benar minta maaf, Nhay!”

“BUKAN ITU YANG AKU MAU!!” teriak Nhay yang semakin menekan perasaan Ezha. “Apa kau dari dulu masih belum paham betul dengan yang kumau?! Huh?! Coba ingat! Selama delapan tahun ini berapa kali aku bertanya padamu tentang perasaanmu, huh?! Berapa kali aku menyuruhmu untuk tidak bilang ini itu dan cukup bilang ‘aku mencintaimu’ padaku?! Kau bahkan bukan anak kecil lagi! Jika kau ingin bersamaku dan memilikiku, bukankah kau akan mengatakan itu padaku? Apa kau masih belum sadar betul arti dari kalimat itu untukku? Dan tanpa kesadaran itu kau sekarang tengah memohon agar aku kembali bersamamu? Begitu?!”

Setelah itu, tanpa menunggu respon dari Ezha, Nhay pun langsung berjalan cepat keluar dari apartemennya. Menghapus sisa air matanya dan berusaha setenang mungkin. Karena jika tidak dia akan jatuh sakit. Mengingat apa yang sudah dilaluinya, dia tak ingin tiba-tiba kesehatannya terganggu karena besok dia harus menemui psikiater baru yang akan merawat Nao.

Dia pun memilih untuk masuk ke dalam mobilnya dan menuju tempat dimana Zhia berada.

-------------------

“Kenapa kau baru menceritakan semua padaku?!” protes Zhia setelah mendengar semua cerita dari Nhaya tentang Ezha maupun Nao. Namun Zhia pun tak bisa menyalahkan Nhaya sepenuhnya karena dia tahu jika Nhaya sudah mengalami kesulitan selama ini. “Tapi tunggu, karena kau sudah menjelaskan bagaimana dekatnya kau dan Nao dulu juga apa yang kau lakukan sekarang ke Nao, apa jangan-jangan kau juga memiliki perasaan padanya?”

Nhay seketika mendengus pelan sembari meminum cappucino hangat yang sudah dibuatkan Zhia. “Aku tak sebegitu yakin.” katanya kemudian dengan nada tak bersemangat. “Ini sebatas rasa kasihan atau memang aku memiliki perasaan spesial padanya, aku tak terlalu yakin. Aku hanya menjalani itu semua karena rasa nyaman yang ia berikan padaku.”

“Tapi Nhay,” Zhia tiba-tiba menunjukkan mimik seriusnya. Lalu digesernya kursi yang didudukinya itu agar lebih dekat dengan Nhay dan melanjutkan, “kau tak boleh membiarkan itu! Kau harus memastikan perasaanmu yang sebenarnya. Ke Ezha maupun ke Nao, kau harus memastikannya!”

“Kenapa aku harus memastikannya untuk Ezha juga?”

“Apa kau benar-benar menyerah padanya?!” Zhia menekannya kali ini dan berhasil membuat Nhay kembali mendengus tanpa sebab. “Sebelumnya aku memang sangat membenci lelaki itu dan tak berharap kau bersamanya! Tapi saat mendengar ceritamu, aku sedikit mulai mengerti dia.”

“Apa maksudmu?”

“Jika ia tak memiliki perasaan cinta padamu, ia tak mungkin bersikap dingin padamu! Kalau ia hanya memanfaatkanmu, hingga akhir pun ia akan bersikap manis dan berusaha terus merayumu!! Pikir deh! Lelaki mana yang bisa bersikap baik-baik saja ke wanita yang dicintainya setelah tahu jika ia hidup atas jerih payah wanitanya itu? Kalau ia memang mencintaimu, ia pasti malu menghadapimu! Karena lelaki yang mencintai pasti memiliki ego yang tinggi! Ia ingin yang menghidupimu dan melindungimu tapi kenyataannya justru kau yang melakukan itu untuknya. Jadi tak mungkin ia bisa bersikap manis padamu dan menerima kenyataan dengan baik-baik saja.”

Nhay pun diam dan mulai mengerti yang dijelaskan oleh Zhia. Hanya saja dia memang sangat kesusahan untu memahami perasaannya sendiri. Tentang siapa yang sebenarnya dia cintai.

“Aku hanya mengungkapkan pemikiranku. Kau tak perlu terlalu terbebani karena semua keputusan ada di tanganmu. Tapi nasehat terakhir dariku, pahami perasaanmu dulu! Kau sudah bukan anak ABG lagi dan pastinya kau harus segera menikah Nhay! Pikirkan masa depanmu juga terlepas dari siapa yang akan menjadi ending-mu nanti. Kau juga harus lebih realistis.”

Nhay mengangguk pelan. Segera dia habiskan minumannya dengan perasaan yang sedikit lebih tenang.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rihlah, Para Penakluk Khatulistiwa
13165      2317     8     
Inspirational
Petualangan delapan orang pemuda mengarungi Nusantara dalam 80 hari (sinopsis lengkap bisa dibaca di Prolog).
Mahar Seribu Nadhom
4231      1428     7     
Fantasy
Sinopsis: Jea Ayuningtyas berusaha menemukan ayahnya yang dikabarkan hilang di hutan banawasa. Ketikdak percayaannya akan berita tersebut, membuat gadis itu memilih meninggalkan pesantren. Dia melakukan perjalanan antar dimensi demi menemukan jejak sang ayah. Namun, rasa tidak keyakin Jea justru membawanya membuka kisah kelam. Tentang masalalunya, dan tentang rahasia orang-orang yang selama in...
Sejauh Matahari
480      286     2     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)
Today, I Come Back!
3220      1041     3     
Romance
Alice gadis lembut yang sebelumnya menutup hatinya karena disakiti oleh mantan kekasihnya Alex. Ia menganggap semua lelaki demikian sama tiada bedanya. Ia menganggap semua lelaki tak pernah peka dan merutuki kisah cintanya yang selalu tragis, ketika Alice berjuang sendiri untuk membalut lukanya, Robin datang dan membawa sejuta harapan baru kepada Alice. Namun, keduanya tidak berjalan mulus. Enam ...
As You Wish
348      239     1     
Romance
Bukan kisah yang bagus untuk dikisahkan, tapi mungkin akan ada sedikit pelajaran yang bisa diambil. Kisah indah tentang cacatnya perasaan yang biasa kita sebut dengan istilah Cinta. Berawal dari pertemuan setelah 5 tahun berpisah, 4 insan yang mengasihi satu sama lain terlibat dalam cinta kotak. Mereka dipertemukan di SMK Havens dalam lomba drama teater bertajuk Romeo dan Juliet Reborn. Karena...
Begitulah Cinta?
14890      2167     5     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
Unknown
183      149     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
Dunia Tiga Musim
2652      1110     1     
Inspirational
Sebuah acara talkshow mempertemukan tiga manusia yang dulunya pernah bertetangga dan menjalin pertemanan tanpa rencana. Nda, seorang perempun seabstrak namanya, gadis ambivert yang berusaha mencari arti pencapaian hidup setelah mimpinya menjadi diplomat kandas. Bram, lelaki ekstrovert yang bersikeras bahwa pencapaian hidup bisa ia dapatkan dengan cara-cara mainstream: mengejar titel dan pre...
ATHALEA
1152      490     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Hunch
31172      4148     121     
Romance
🍑Sedang Revisi Total....🍑 Sierra Li Xing Fu Gadis muda berusia 18 tahun yang sedang melanjutkan studinya di Peking University. Ia sudah lama bercita-cita menjadi penulis, dan mimpinya itu barulah terwujud pada masa ini. Kesuksesannya dalam penulisan novel Colorful Day itu mengantarkannya pada banyak hal-hal baru. Dylan Zhang Xiao Seorang aktor muda berusia 20 tahun yang sudah hampi...