Loading...
Logo TinLit
Read Story - ALUSI
MENU
About Us  

 

Malam itu, Ezha datang ke apartemen Nhaya dua jam setelah kejadian Zhia menemuinya di rumah sakit dan menamparnya. Seolah tamparan keras yang juga meninggalkan luka itu cukup membuatnya mengerti dan mau memikirkan keadaan Nhaya yang tak digubris sebelumnya.

Namun sebenarnya bukan itu yang diinginkan Ezha. Ia sangat mengerti betul bagaimana perasaan Nhaya. Segala luka yang ia berikan pada wanitanya itu, ia sangat memahaminya. Tapi yang menjadi permasalahan adalah ia yang tidak bisa berbuat apa-apa. Sama halnya dengan Nhaya, sebenarnya Ezha sama bodohnya. Ia sama tololnya. Bahkan jika saja alur ini mau mengungkap yang sebenarnya ada di pikiran dan perasaannya, ia adalah ia yang lebih bodoh dari Nhaya. Lebih tolol lima kali lipat dari ketololan seorang Nhaya. Tapi itulah Ezha. Lelaki yang ingin menutupi suatu kebenaran yang menyakitkan dengan cara yang ternyata lebih menyakitkan lagi, itulah Ezha. Ia menjalani hubungan itu dengan topengnya yang tak pernah memiliki kekurangan. Yang menjadikannya lelaki egois yang tidak menghargai wanitanya di mata Nhaya.

Bahkan setelah melihat dengan kedua matanya sendiri bagaimana keadaan apartemen Nhaya malam itu, Ezha hanya menampilkan mimik muramnya. Sedangkan kedua matanya mengisyaratkan jika detik itu juga ia ingin memukul dirinya sendiri. Tepat ketika matanya mendapati beberapa botol beer yang sudah kosong dan meninggalkan bau alkohol, Ezha ingin mematahkan kedua kakinya sendiri agar mampu berlutut di depan Nhaya. Karena meskipun dia hanya berdiri menatap itu semua, ada garis penyesalan di wajahnya. Ada perasaan bersalah yang ia sampaikan lewat peluh di keningnya. Lengkap dengan perasaan tidak mampu yang menggerogoti tulang dan ototnya.

Ia pun membuka pintu kamar Nhaya. Lalu dilihatnya dalam seorang perempuan yang lebih muda darinya itu sudah tergeletak di atas tempat tidur. Masih memakai baju kerjanya dan juga riasan yang belum dibersihkan. Ezha pun mulai mendekat. Segera ia ambil selimut yang ada di bawah kaki Nhaya dan ia gunakan untuk menyelimutinya hingga menutupi setengah dari lehernya. Lalu dengan pelan, ia lepas japit kecil di rambut Nhay dan juga anting besar yang masih menggantung di kedua telinga Nhaya. Beberapa kali Nhaya memang sempat menggerakkan tubuhnya sebagai bentuk reflek. Namun karena dia minum terlalu banyak, dia sama sekali tak terbangun dari tidurnya.

Ada penyesalan. Rasa bersalah. Ketidakmampuan. Juga keraguan. Itu semua tampak jelas di raut wajah Ezha. Hanya ketika Nhaya tak sedang melihatnya, itu adalah waktu dimana kejujuran ada di wajah Ezha. Bukan hanya mimik dingin yang selama ini melekat di wajahnya.

“Sebenarnya aku sangat ingin memarahimu saat ini. Kau bahkan bukan peminum. Tapi tahu jika kau mampu menghabiskan empat botol beer, aku benar-benar ingin memarahimu! Aku ingin mengomel panjang lebar seperti yang biasa kau lakukan padaku! Bahkan jika perlu aku ingin membentakmu! Aku ingin menunjukkan sekesal apa aku saat ini. Tapi bagaimanapun aku berpikir tentang itu, aku justru lebih marah pada diriku sendiri. Lebih ingin membentak diriku sendiri!” gerutunya pelan sembari duduk di samping Nhaya. “Maafkan aku! Meskipun kau tak menyukai kata maaf, tapi tetap maafkan aku!” tambahnya dengan masih menatap lembut wanita yang tengah tertidur lelap itu.

Namun Ezha tak ingin berlama-lama. Segera ia kecup kening Nhaya dan membelainya pelan. Lalu dengan berat, ia pun mulai bangun. Mulai bersiap pergi dan kembali memakai topeng kebanggaannya lagi.

-------------------

Saat itu, setelah pertengkarannya dengan Nhaya di rumah sakit­—setelah Nhaya keluar dari ruangan Vivi dan mendapati Ezha di depan pintu, Ezha masuk ke dalam ruangan Vivi dengan amarah di kedua matanya. Ia bahkan menutup pintu dengan amat keras. Langsung saja merampas majalah fashion dari tangan Vivi dan menyuruhnya untuk menjelaskan apa yang tadi dikatakannya pada Nhaya.

“Aku hanya mengatakan sesuatu untuk membela diriku! Lagian kenapa? Apa kau begitu takut aku mengatakan yang aneh-aneh tentang kita? Atau, kau takut Nhaya mengerti rahasiamu? Begitu?”

“Tutup mulutmu!” bentak Ezha yang tak ada tenangnya. “Walaupun kau sering mengancamku, tapi aku juga bisa mengancammu! Jadi jangan mengacaukan pikiran Nhaya!”

Vivi sontak terkikik pelan. Lalu disentuhnya pelan kerah kemeja Ezha sembari berkata, “Yang mengacaukan pikirannya itu kamu, Ezha Sayang. Jika aku mengatakan sesuatu padanya, itu hanya sebatas bumbu. Sebuah penyedap rasa untuk membantumu. Bukan begitu, Sayang?” dengan nada manis.

Ezha pun langsung menepis tangan itu jauh-jauh dari tubuhnya. “Aku akan segera menemukan keluargamu! Dengan begitu aku akan hidup tenang dengan pacarku!” tegasnya kemudian.

-------------------

Terkadang cinta yang menurut kita sangat kita mengerti, adalah orang asing yang tidak kita mengerti. Terlihat seperti B, namun ternyata A. Terdengar seperti teriakan seseorang, namun ternyata sebuah lantunan alat musik. Begitulah mereka. Nhaya ataupun Ezha, mereka berjalan dengan mata yang berbeda.

Karena yang Nhaya tahu adalah Ezha yang mencintai Vivi. Yang tak ingin jauh dari Vivi dan menemaninya meski harus jauh dari Nhaya. Ia bahkan menyuruh Vivi tinggal di apartemennya. Dengannya. Jadi di mata Nhay, Ezha adalah Ezha yang akan bahagia jika bersama dengan Vivi. Dan Ezha adalah Ezha yang jauh lebih baik jika lepas dari genggaman seorang Nhaya.

Sedangkan bagi Ezha, ia hanya tengah melindungi rahasianya dari Nhaya. Entah apa itu. Namun yang pasti ketakutannya hingga mau memilih untuk terus dekat dengan Vivi dan melakukan apapun yang dimaunya meski harus menyakiti Nhaya, menjelaskan jika rahasia itu bukan sekedar rahasia biasa. Entah bagaimana cara Vivi mengancamnya. Namun yang pasti ancaman itu sanggup memisahkan dua orang yang sebetulnya saling mencintai. Juga sanggup menghancurkan sebuah hubungan yang terbangun cukup kuat beberapa tahun ini.

-------------------

Beberapa saat setelah Nhaya keluar dari apartemen Ezha malam perpisahan itu, Ezha langsung membalikkan tubuhnya dan mulai menatap Vivi dengan sepasang mata yang penuh amarah. Lengkap dengan mimik wajahnya yang muram. Juga aura gelap yang menghiasi raganya.

“Apa kau puas?” Ia bertanya dengan keputusasaan yang terlihat dari wajah lesunya. Namun meski begitu, Vivi justru langsung tersenyum senang. Dengan mudahnya dia tunjukkan mimik bahagianya yang seolah baru saja memenangkan suatu pertandingan. Bahkan tanpa malu sedikit pun, dia kembali ke meja makan dan mulai mengupas kulit jeruk sambil berkata, “Aku tak akan berbohong. Aku sangat puas saat ini. Karena akhirnya aku bisa membuatmu dan Nhay putus. Lalu dengan begitu, aku akan lebih mudah mendekatimu lagi. Kau tak akan bisa mengelak jika memang hanya aku yang cocok bersamamu. Kau juga harus bahagia! Kita harus bersama terus agar anak kita yang melihatnya bisa ikut bahagia. Bukan begitu?”

“Bagaimana aku bisa bahagia?” Ezha bertanya dengan seuntas senyuman juga air mata yang terjatuh tanpa beban. “Ketika orang yang membuatku bahagia sudah menjauh, bagaimana aku bisa bahagia, huh?”

“Zha!”

“Apa kau Vivi yang kukenal dulu? Anehnya, aku tak pernah mengenal Vivi yang berdiri di depanku ini! Aku semenderita ini tapi kau malah bersenang-senang dengan jeruk di tanganmu!”

“Apa dulu kau juga semenderita ini ketika kita putus?” Kali ini Vivi menunjukkan mimik seriusnya. Namun justru Ezha yang kali ini main-main. Karena tepat setelah pertanyaan itu ia dengar, ia justru tersenyum sinis dengan air mata yang masih terjatuh berkali-kali.

“Tidak.” jawabnya ketus. “Aku tidak terlalu ingat bagaimana perasaanku ketika kita putus dulu. Tapi yang jelas,” Ezha memegang dadanya dengan kedua mata yang terlihat makin kesakitan. Seolah ada sesuatu yang memukul dadanya keras, ia kehilangan semangat untuk bernapas dengan lancar.

“Baru kali ini aku merasakan sakit yang seperti ini.” lanjutnya pelan dengan air mata yang bertambah deras mengalir dari kedua matanya. Ia pun ambruk. Duduk di atas lantai dengan kedua lutut yang ia tekuk. Lalu dengan masih menangis deras, ia sembunyikan kepalanya di antara kedua lututnya. Terus menangis seperti itu hingga terdengar jelas bagaimana isakan itu mulai diperdengarkan.

Vivi yang melihatnya sontak menghentikan gerakan tangannya. Lalu dengan mimik yang mulai terlihat tulus, dia mulai berjalan mendekat ke sosok Ezha yang masih menangis gila di depannya. Dia pun jongkok di depannya. Menepuk pelan punggungnya dengan kedua mata yang mengisyaratkan bahwa keharuan itu ada.

“Ini pertama kali aku melihatmu seperti ini.” Vivi mulai membuka mulutnya dengan masih menepuk pelan punggung Ezha. “Apa kau begitu mencintainya? Aku tahu kau dulu sangat bergantung padanya karena kau kuliah dengan uangnya! Tapi apa itu cinta? Apa kau tak salah mengartikan perasaanmu padanya? Huh?”

“Aku mohon jangan menangis begitu!” mohon Vivi dengan kedua mata yang mulai buram. Sedangkan Ezha masih terus menangis dan terisak di depannya tanpa mau menunjukkan wajahnya.

“Sebelum aku kembali menemuimu, bukankah kau sudah bersikap dingin padanya? Bahkan dari awal kau berhubungan dengannya kau sudah bersikap dingin!! Kau sudah sering mengacuhkannya, bukan? Jadi kenapa kau menangis seperti ini?! Perlu kau tahu, aku melakukan ini semua juga agar kita bisa bersama lagi! Aku masih mencintaimu, Zha!! Meskipun kau dulu meninggalkanku demi uang, tapi aku tetap mencintaimu! Setiap saat aku menunggumu hingga kau menjadi dokter dan kembali padaku!! Jadi aku mohon jangan seperti ini! Kau hanya memanfaatkan Nhaya, Zha! Ingat itu, ingat!!”

“APA KAU BILANG?!” bentak Ezha tiba-tiba. Ia pun sontak menatap tajam ke arah Vivi dengan matanya yang masih basah. Lalu dengan cepat langsung ia berdiri dan masuk ke dalam kamar dimana Vivi biasa tidur. Ia pun mengambil semua pakaian Vivi dan memasukkannya ke dalam tas.

“Apa yang kau lakukan?!” Vivi berteriak sambil berusaha menghentikan Ezha. Namun Ezha sudah lebih dulu termakan oleh amarahnya. Segera ia bawa tas itu keluar sambil menarik paksa tangan Vivi agar ikut dengannya. Lalu sesampainya ia di luar apartemennya, ia buang tas itu dan ia dorong tubuh Vivi agar menjauh darinya.

“Sebenarnya tadi pagi aku mendapat kabar dari temanku tentang keberadaan keluargamu! Ini tadi aku ke sini juga untuk mengatakannya dan berniat mengajakmu ke alamat itu besok pagi! Aku sudah merencanakan semuanya! Aku minta tolong ke semua koneksiku untuk bisa membantumu! Bukan hanya karena aku ingin keluar dari ancamanmu, tapi juga aku peduli denganmu sebagai orang yang pernah mencintaimu! Tapi apa yang kau lakukan? Huh?! APA YANG KAU LAKUKAN?!!”

“Zha,” Vivi tiba-tiba berubah panik. Dia tak menduga jika yang dilakukannya dapat menghambatnya untuk menemukan keluarganya yang lama menghilang. Dia pun dengan cepat memegang lengan Ezha seolah memohon. Namun dengan cepat pula Ezha menepisnya tanpa memberinya satu pun pengharapan.

“Kau tahu apa hingga bisa berkata jika aku mengacuhkannya? Huh?! KAU TAHU APA?! Aku bekerja keras selama ini kau pikir untuk siapa? Huh?! Ya pada awalnya aku memang melakukan itu semua demi keegoisanku! Aku memanfaatkan kepolosannya! Aku dengan sengaja membuatnya bekerja ini itu untuk membiayai kuliahku! Dengan sengaja juga aku membuatnya sakit hati setiap hari karena melihatku bersamamu! Aku tahu itu! TAPI KAU JUGA HARUS TAHU,” Ezha menjatuhkan air matanya pelan lalu melanjutkan, “Aku mencintainya!”

“Karena itu aku bekerja keras saat ini. Demi masa depannya yang sempat hilang karenaku, aku tengah berupaya untuk mengembalikannya! Aku dengan caraku, berusaha sekeras mungkin untuk bisa menjadi tempat terbaik untuknya bergantung!! Apa kau pikir itu mudah? Apa kau pikir aku bersikap dingin padanya karena aku ingin jauh darinya? Begitu?!”

Vivi mulai memalingkan pandangannya dengan kaku. Tepat ketika air matanya terjatuh dari mata kanannya.

“Bagaimana mungkin aku mudah tersenyum di depannya ketika tahu jika selama ini dia menderita karenaku? Huh? Apa kau pikir aku tak punya malu?! DENGAN SADARNYA MEMBIARKAN DIA BEKERJA KERAS DEMI MASA DEPANKU, apa kau pikir aku bisa menerima itu semua dengan kata ‘terima kasih’ saja? Huh?!”

“Cukup,”

“APA KAU TAHU BAGAIMANA PERASAANKU SETIAP KALI MELIHATNYA TERSENYUM UNTUKKU?! Apa kau pernah ingin membunuh dirimu sendiri?! Jika kau pernah maka kau tahu bagaimana perasaanku! Dia bahkan jauh-jauh mengantarkan makan malam ke kosanku padahal dia sendiri dari pagi belum makan! Apa kau tahu apa yang aku rasakan saat itu? Melihat wanitaku yang susah payah menjagaku, yang tak pernah menyerah dan selalu mengalah untuk kebahagiaanku, apa kau tahu bagaimana perasaanku? Apa kau tahu segila apa aku yang setiap malam memikirkan cara untuk membalas itu semua? Untuk bilang ‘aku mencintaimu’ saja aku kesulitan! Sangking malunya hingga memeluknya saja aku tak bisa! Bahkan ketika dia menangis di depan mataku karena kesalahanku, aku masih diam di tempatku!! Apa kau tahu bagaimana rasanya menjadi seorang bajingan sepertiku?! Huh?!”

Vivi menunduk pelan dengan wajah yang penuh dengan penyesalan. Kembali menjatuhkan air matanya beberapa kali dengan kesedihan yang menerawang di matanya. Karena bagaimana pun, itu juga kesalahannya. Hanya karena keegoisannya untuk mendapatkan semua yang diinginkannya, dia menghancurkan keinginannya yang lain.

“Maafkan aku! Aku tak berpikir hingga seperti itu!” mohonnya dengan suaranya yang mulai serak. Namun Ezha justru membuang muka. Ia bahkan tak berniat sedikit pun untuk membiarkan Vivi masuk lagi ke apartemennya. Karena setelahnya, ia langsung buru-buru masuk. Namun Vivi sontak menarik lengannya sembari berkata, “Tapi aku mohon beritahu aku alamat yang kau dapatkan itu! Aku mohon!”

“Itu hukumanmu!” Ezha hanya menjawabnya seperti itu. Lalu kembali melangkah masuk ke dalam apartemen dan meninggalkan Vivi sendirian di luar.

“Zha!! Aku mohon!!” Vivi terus berteriak sembari menggedor pintu dan memencet bel berkali-kali namun tetap tak ada respon dari Ezha.

Sedangkan Ezha yang berada di dalam, langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia duduk di tempat tidurnya dengan mimik gundah dan kedua tangan yang meremas kepalanya. Terlihat bingung. Gusar dengan permasalahan batin yang tengah dihadapinya. Bahkan air mata yang sedari tadi sibuk terjatuh dari kedua matanya, kini nampak lebih mendrama di setiap tetesnya. Seolah terlewat sedih, sosok Ezha yang kali ini terbaca adalah ia yang benar-benar terluka.

Ia pun melirik ke arah meja kecil di samping tempat tidurnya. Mengarahkan kedua matanya tepat ke sebuah kotak kecil yang terlihat mewah. Lalu perlahan, dengan kelelahan dan kekecewaan yang ada di wajahnya, ia ambil kotak itu dan dibukanya kemudian.

Sebuah cincin wanita yang tampak cantik. Dan di balik kecantikan cincin itu, ada ukiran E&N yang terlihat. Sepertinya Ezha sudah menyiapkannya untuk Nhaya. Namun yah, niat indah itu sudah lebih dulu tak bermakna oleh kesalahannya sendiri. Karena cinta tak lain dan tak bukan adalah perlakuan dan pengungkapan. Bukan cincin mahal yang tersimpan tanpa ditunjukkan.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Bertemu di Akad
4239      1208     1     
Romance
Saat giliran kami berfoto bersama, aku berlari menuju fotografer untuk meminta tolong mendokumentasikan dengan menggunakan kameraku sendiri. Lalu aku kembali ke barisan mahasiswa Teknik Lingkungan yang siap untuk difoto, aku bingung berdiri dimana. Akhirnya kuputuskan berdiri di paling ujung barisan depan sebelah kanan. Lalu ada sosok laki-laki berdiri di sebelahku yang membuatnya menjadi paling ...
Dear, My Brother
807      519     1     
Romance
Nadya Septiani, seorang anak pindahan yang telah kehilangan kakak kandungnya sejak dia masih bayi dan dia terlibat dalam masalah urusan keluarga maupun cinta. Dalam kesehariannya menulis buku diary tentang kakaknya yang belum ia pernah temui. Dan berangan - angan bahwa kakaknya masih hidup. Akankah berakhir happy ending?
The Journey Of F
2263      1114     1     
Romance
beberapa journey, itu pasti ada yang menyenangkan dan ada yang menyedihkan, bagaimana kalau journey ini memiliki banyak kesan di dalamnya. pastilah journey seseorang berbeda beda. dia adalah orang yang begitu kecil lugu dan pecundang yang ingin menaklukan dunia dengan caranya. yaitu Berkarya
In your eyes
8702      2021     4     
Inspirational
Akan selalu ada hal yang membuatmu bahagia
Senja Belum Berlalu
4167      1463     5     
Romance
Kehidupan seorang yang bernama Nita, yang dikatakan penyandang difabel tidak juga, namun untuk dikatakan sempurna, dia memang tidak sempurna. Nita yang akhirnya mampu mengendalikan dirinya, sayangnya ia tak mampu mengendalikan nasibnya, sejatinya nasib bisa diubah. Dan takdir yang ia terima sejatinya juga bisa diubah, namun sayangnya Nita tidak berupaya keras meminta untuk diubah. Ia menyesal...
JEOSEUNGSAJA 'Malaikat Maut'
10909      2579     1     
Fan Fiction
Kematian adalah takdir dari manusia Seberapa takutkah dirimu akan kematian tersebut? Tidak ada pilihan lain selain kau harus melaluinya. Jika saatnya tiba, malaikat akan menjemputmu, memberikanmu teh penghilang ingatan dan mengirim mu kedimensi lain. Ada beberapa tipikel arwah manusia, mereka yang baik akan mudah untuk membimbingnya, mereka yang buruk akan sangat susah untuk membimbingny...
The Black Envelope
2897      1038     2     
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan. Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.
Raha & Sia
3482      1310     0     
Romance
"Nama saya Sia Tadirana. Umur 17 tahun, siswi kelas 3 SMA. Hobi makan, minum, dan ngemil. Sia nggak punya pacar. Karena bagi Sia, pacaran itu buang-buang waktu." *** "Perkenalkan, nama saya Rahardi. Usia saya 23 tahun, seorang chef di sebuah restoran ternama. Hobi saya memasak, dan kebetulan saya punya pacar yang doyan makan. Namanya Sia Tadirana." Ketik mereka berd...
Just Me [Completed]
30570      3439     1     
Romance
Gadis cantik bersifat tomboy itu adalah Viola dia biasa dipanggil Ola, dibalik sifatnya yang tomboy dia menyimpan duka yang teramat dalam yang hanya keluarganya yang dia tahu dia tidak ingin orang-orang khawatir berlebihan tentang kondisinya. dia anak yang pintar maka dari itu dia bisa sekolah di Amerika, tapi karena kondisinya sekarang dia harus pindah ke Jakarta lagi semenjak ia sekolah di Ja...
LUCID DREAM
501      359     2     
Short Story
aku mengalami lucid dream, pada saat aku tidur dengan keadaan tidak sadar tapi aku sadar ketika aku sudah berada di dunia alam sadar atau di dunia mimpi. aku bertemu orang yang tidak dikenal, aku menyebutnya dia itu orang misterius karena dia sering hadir di tempat aku berada (di dalam mimpi bukan di luar nyata nya)