Read More >>"> ALUSI (Her) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - ALUSI
MENU
About Us  

Di suatu malam, tujuh tahun yang lalu.

“Apa dia belum mengabarimu sama sekali?!” tanya Zhia dengan nadanya yang sedikit terdengar ketus. Kali ini mereka tengah berada di cafe dimana Nhaya bekerja. Zhia dengan sengaja mampir ke cafe itu untuk memberikan hadiah ulang tahun untuk Nhay. Dia bahkan menraktir Nhay secangkir cappucino kesukaan Nhay dan menyumbang sebuah lagu romantis. Namun meski sudah diberi hadiah oleh Zhia dan banyak ucapan selamat dari rekan kerjanya, Nhay masih ngelentuk dengan muka masamnya. Apalagi kalau bukan karena Ezha! Seharian ini Ezha belum juga menghubunginya lewat sms, telepon atau bertemu langsung. Entah karena sibuk dengan kuliahnya atau memang dia lupa, Nhaya tak tahu. Dia sudah berusaha menghubunginya namun tidak mendapat respon.

“Aku yakin dia kelewat konsentrasi dengan tugas-tugas kuliahnya sampai amnesia mendadak! Udahlah! Jangan dipikirin tuh cowok emang hihhhh!!!”

“Apa mungkin dia lagi nyiapin kejutan gitu?” Nhay berusaha menghibur diri sendiri. Dia bahkan langsung  nyengir-nyengir tak jelas sembari mengaduk kopinya dengan asal. Terus saja mengkhayal ria tanpa memikirkan kemungkinannya.

“Emang selama ini dia pernah ngasih kejutan gitu?” Pertanyaan itu pun sontak menampar Nhaya keras-keras dan memberikan sekakmat mematikan yang berhasil membuat Nhay menghapus khayalannya seketika. Seperti terjun dari ketinggian 1000 kaki, Nhay langsung saja menjatuhkan kepalanya ke atas meja dengan wajahnya yang semakin terlihat muram. Yah... seperti yang dikata Zhia, Ezha selama ini memang tak pernah memberikannya kejutan. Palingan ia hanya akan menemui Nhaya beberapa detik untuk memberi ucapan atau menraktirnya sarapan pagi sebelum ia berangkat ke kampus.

“Kau sih salah nyari pacar!” Zhia kembali nyolot. Semakin membuat Nhaya terlihat pasrah oleh keadaan dan tak berharap berlebihan.

Namun beberapa menit kemudian, dia memilih untuk mencari jawabannya sendiri. Meskipun sudah pukul 9 malam, dia putuskan untuk pergi ke kosan Ezha yang jaraknya cukup jauh dari tempatnya bekerja. Ia pun meminjam sepeda motor temannya dan segera pergi sendirian ke sana.

Setibanya di depan kosan Ezha, Nhaya segera mengirim sms. Dia mengatakan jika dia sudah berada di depan kosannya dan menyuruhnya untuk segera keluar. Beberapa detik setelah laporan terkirim, Ezha pun terlihat keluar dari gerbang kosannya dengan kaos oblong dan celana pendek selutut. Wajahnya suram dengan mimiknya yang terlihat tak menghendaki kedatangan Nhaya.

“Apa kau sedang sibuk?” Nhaya bertanya dengan hati-hati.

“Ada apa?” Ezha balik tanya dengan tatapannya yang membuat Nhaya tak nyaman. Sepertinya dia benar-benar sudah mengusik harimau tidur.

“Apa kau bisa keluar sebentar? Aku mau mengajakmu cari makan atau kalau kamu sudah makan, kita bisa sekedar ngopi di kedai depan gang ini.”

“Sekarang?”

Nhaya mengangguk pelan. Namun Ezha langsung mendengus pelan dengan auranya yang semakin menakutkan.

“Aku sibuk. Besok-besok saja.” katanya kemudian yang membuat Nhay menelan ludahnya dalam-dalam. Namun meski begitu, Nhaya kembali tersenyum ramah dan bertanya, “Apa tak ada yang ingin kau katakan?”

“Aku sibuk.” jawab Ezha ketus. Ia pun langsung masuk ke dalam kosannya dan menutup gerbangnya tanpa berkata banyak. Nhay yang masih berdiri itu pun dibuatnya terkejut dan tak bisa berbuat banyak. Hanya bisa berdiam dengan keheningan malam. Juga rasa lelah yang sejujurnya membuatnya sedikit tersiksa.

Selama ini aku hanya berusaha untuk memahaminya. Tanpa berpikir jika sebenarnya luka itu ada dan semakin lama semakin terasa.

-------------------

Di suatu siang, Nhaya berlari kecil dari parkiran mobil ke halaman fakultas kedokteran guna mengantarkan bekal untuk Ezha. Dia pun menunggu cukup lama di depan gedung sembari memperhatikan mahasiswa yang lalu lalang di depannya. Namun meski harus menunggu, tak ada sedikit pun mimik bosan di wajahnya. Dia justru terlihat senang seolah tengah menunggu pangeran tampan yang bersiap melamarnya.

“Kenapa kau ke sini jam segini?” tanya Ezha yang baru saja datang. Sepertinya ia baru saja ada kelas praktek, terlihat dari jas putih yang tengah ia kenakan.

“Aku bisanya jam segini. Nanti sore aku ada part time lagi dan tadi pagi aku ada jadwal kuliah. Apa aku mengganggumu? Tapi tunggu!” Nhaya menggigit bibir bawahnya sejenak sembari memperhatikan penampilan pacarnya itu. “Ehem... Kau sangat tampan, Dok!”

“Apa kau akan terus menggoda?!” Ezha berubah ketus. “Aku sibuk. Jadi mana bekalnya?!”

“Apa kau tak ingin makan siang denganku?” tanya Nhay sembari memberikan bekal yang dibawanya. “Aku membawa dua porsi, jadi apa tak ada sedikit pun waktu untuk makan siang bareng?”

“A-ku si-buk!” tegas Ezha yang langsung membuat Nhaya menghentikan perkataannya.

“Hati-hati kalau pulang! Aku masuk!”

“Tunggu!” Nhaya menarik lengan Ezha agar menunda kepergiannya sesaat. “Apa besok kau ada waktu? Atau lusa? Akhir pekan? Kita sudah lama tidak keluar atau sekedar makan bareng. Apa kau benar-benar tidak ada waktu? Atau perlu aku yang menjemputmu? Gimana?”

Ezha mendengus pelan. Seakan ingin menegaskan lebih tegas lagi, dia tajamkan tatapannya sembari berkata, “A-ku si-buk!”

Nhaya pun tak bisa lagi berbuat apa-apa. Dia hanya bisa melepaskan genggamannya dan membiarkan Ezha berbalik lalu melangkah menjauh darinya. Menunjukkan punggung dinginnya itu dengan kekecewaan yang sudah tak asing lagi untuk dirasakan. Seperti kebiasaan yang sulit dilupakan, Nhaya bahkan tersenyum pelan dengan mimiknya yang pasrah akan keadaan.

Karena setidaknya... dia masih mampu tuh menahan. Rasa itu.

Nhaya pun memilih untuk segera pergi dari kampus Ezha. Namun bukannya langsung ke tempat kerja, dia mampir terlebih dahulu ke kosannya Ezha. Mengingat sudah seminggu lebih dia tak membersihkan kosannya, kemungkinan besar kamar kos itu lebih berantakan dari yang dia pikir. Dan ternyata memang benar. Setelah pintunya dibuka menggunakan kunci yang dipinjami bu kos, Nhaya mendapat jawaban yang terlalu tepat. Kamar kos itu benar-benar berantakan dan sedikit bau karena beberapa sisa makanan yang belum dibuang. Dia pun langsung saja membersihkan semuanya. Menata buku-buku Ezha yang berantakan juga kertas-kertas yang tercecer di lantai. Ia juga mengumpulkan baju-baju kotor sebelum nantinya dia antar ke tempat laundry. Lalu ia mengganti sprei kasurnya dan menatanya dengan rapi. Tak lupa juga dia sapu dan dia pel lantai kamar itu hingga tak ada sedikit pun noda yang tersisa. Dan terakhir, dia semprotkan parfum ruangan ke beberapa sudut agar wangi. Dia melakukan semuanya seperti seorang profesional. Tanpa pernah mengeluh sedikit pun, dia berusaha menjadi seseorang yang berarti di hidup Ezha. Yang pasti tanpa memedulikan status ekonominya.

Saat itu aku pikir, ah Ezha mungkin masih belum terbiasa denganku. Kita baru saja jalan dua tahun jadi mungkin dia masih kaku. Aku pikir, jika aku bisa melewati tiap hari yang yah, cukup melelahkan, akan ada hari dimana dia berubah lembut dan lebih memperhatikanku. Aku pikir, semua akan indah pada waktunya. Terlepas dari bagaimana masa lalunya, akan ada masa depan yang bahagia denganku. Aku berpikir seperti itu dan terus memikirkannya seperti itu. Seperti seorang idiot, aku menyemangati diri sendiri dengan keyakinan yang sesungguhnya sangat melelahkan. Namun meski begitu, ada satu waktu yang membahagiakan untukku. Dan aku mendapatkan waktu yang indah itu setelah empat tahun bersamanya. Setelah mengumpulkan sedikitnya delapan ribu air mata dan empat juta rasa kecewa.

-------------------

Empat tahun yang lalu.

Pemandangan super sibuk di ruang UGD di salah satu rumah sakit di Surabaya. Seolah hari ini adalah hari yang kejam, banyak sekali pasien gawat darurat yang menunggu untuk diobati. Entah karena kecelakaan atau karena gejala suatu penyakit yang cukup mengkhawatirkan, semuanya sibuk dengan sendirinya guna hari esok yang lebih sehat lagi. Namun di tengah kesibukan itu, ada satu pemandangan asing yang menarik perhatian. Sosok Nhaya yang biasanya sibuk melayani pelanggan di cafe, saat ini terduduk lemas di ranjang pasien dengan tangan yang terinfus dan kakinya yang diperban.

“Apa kau benar-benar baik-baik saja? Huh? Apa sebaiknya aku hubungi papa atau kakakmu?” Terlihat Zhia yang sedari tadi bingung dan cukup panik dengan keadaan Nhaya. Namun tetap saja Nhaya tak mengijinkannya untuk menghubungi papa atau kakaknya karena hubungannya dengan mereka yang tidak baik.

“Tapi bagaimana jika kondisimu tidak baik? Aku harus menghubungi keluargamu, Nhay! Lagian orang tua mana sih yang bakal nggak peduli dengan kondisi anaknya yang seperti ini?!”

“Mereka bakal datang. Tapi jika itu yang terjadi, kemungkinan besar mereka nggak mungkin ngijinin aku kerja lagi di cafe. Kalau aku nggak kerja, terus dapetin uangnya gimana? Apalagi habis ini dia sudah mau magang. Aku harus lebih giat lagi kerjanya.”

Zhia yang mendengarnya sontak mendecak kesal. “Apa kau suaminya?!” bentaknya pelan yang langsung dibalas oleh senyuman manis dari bibir Nhaya yang masih pucat. “Dia aja masih belum ke sini padahal udah aku kasih kabar dari sejam yang lalu. Apa nunggu nih infus habis dulu baru dia datang? Kau terluka juga karena terlalu giat cari uang buat dia!”

“Dia mungkin sibuk dengan kuliahnya. Apalagi kemarin dia bilang hari ini ada praktikum yang lumayan sulit. Lagian kalau infus ini udah habis aku juga boleh pulang.”

Zhia pun kembali mendecak pelan dengan mimik kesalnya yang berlebihan. Namun kemudian segera menggenggam tangan Nhaya dan membelainya pelan. “Seandainya saja aku laki-laki, aku pasti akan memperjuangkan perempuan sepertimu Nhay.” katanya yang membuat Nhay kembali tersenyum penuh arti. Karena seperti hari-hari sebelumnya, dia juga akan memahami Ezha apapun yang terjadi.

Yah... Tapi terkadang, orang yang paling memahami adalah orang yang paling tersakiti. Aku tahu itu setelah terlalu sering memahaminya dan berkali-kali lipat lebih sering tersakiti olehnya.

Namun tak lama setelah pembicaraan itu, tiba-tiba dengan cukup keras dan cepat, tirai yang menutupi tempat Nhaya dirawat terbuka. Ezha pun muncul dengan keringat yang menderas di kening dan kulit tangannya. Masih memakai jas praktikum dan beberapa alat medis yang ada di sakunya. Sedangkan wajahnya terlihat kelelahan. Namun di balik kelelahan itu, nampak jelas jika ada kemarahan yang menggebu di dirinya. Ia pun langsung berlari mendekat ke Nhaya dengan tatapannya yang mampu mengiris siapa saja yang diinginnya. Mencengkeram kedua pundak Nhaya sedikit kasar dan langsung saja meluapkan kemarahan yang sedikit mengejutkan itu.

“APA KAU BODOH?! Aku sudah bilang berapa kali jangan sampai ceroboh!! Untung saja kakimu hanya terkilir! Kalau sampai patah APA KAU BARU AKAN SADAR? Huh?!! Apa kau anak kecil yang harus dinasehati dulu baru mengerti?!! Apa aku harus memantau terus kegiatanmu agar kau tahu kapan waktunya istirahat kapan waktunya kerja?! Begitu?!! Atau, apa kau sengaja terluka agar aku datang jauh-jauh ke sini dan mengorbankan praktikumku?! BEGITU?!”

“Ini UGD!! Apa kau tak bisa memelankan suaramu?!!” Zhia balik membentak Ezha sembari mendorongnya untuk menjauh dari Nhay. Apalagi kalau bukan karena dia yang terlalu mencengkeram pundak Nhay cukup keras. “Lagian apa kau tak lihat jika Nhaya sekarang sedang sakit?! Apa kau calon dokter yang akan memarahi pasienmu?!! Apa kau benar-benar terlahir egois seperti itu?!!”

Ezha pun langsung diam. Berusaha menenangkan emosinya juga napasnya yang masih tersengal-sengal karena habis lari dari tempat pemberhentian bus ke UGD rumah sakit ini. Langsung saja duduk di samping Nhaya namun tak berpikir untuk menatapnya. Ia memalingkan wajahnya dengan terus menunjukkan sebesar apa kekesalan yang ada di dirinya itu. Nhaya pun segera mengintruksikan Zhia agar meninggalkan mereka berdua untuk bicara. Dia menggunakan kedipan matanya untuk menyampaikan pesan itu dan Zhia pun mengerti. Segera dia tinggalkan Nhaya dan Ezha di dalam ruangan yang hanya tertutup tirai itu.

“Apa kau sudah makan siang tadi?” Nhaya mulai membuka mulutnya dan berusaha mencairkan suasana. Namun tepat setelah itu, Ezha justru semakin memalingkan wajahnya dan berteriak, “Apa aku anak kecil yang tidak tahu kapan waktunya makan?!”

Nhaya pun berpikir jika Ezha benar-benar kesal saat ini. Namun itu juga yang membuatnya bingung. Karena tak biasanya dia menghadapi sisi Ezha yang ini.

“Seharusnya kau tak meninggalkan praktikummu hanya untuk melihatku! Kau juga tahu jika itu sangat penting. Kau seharusnya tak kesini!”

“APA KAU PIKIR AKU AKAN BAIK-BAIK SAJA DI SANA DAN MELAKUKAN PRAKTIKUMKU DENGAN BAIK SETELAH TAHU JIKA PACARKU KECELAKAAN DI TEMPAT KERJANYA?!!” bentaknya lagi yang langsung menatap Nhaya dengan ketajaman yang melebihi biasanya. Nhaya pun seketika memukul lengannya pelan dengan maksud agar Ezha memelankan suaranya.

“Apa kau pikir aku orang sejahat itu?!” bentaknya lagi-lagi namun kali ini dengan suara yang lebih pelan. Tapi tidak dengan tatapannya. Masih tetap setajam pedang yang siap menghunus leher Nhaya.

“Sepertinya aku harus terluka setiap hari agar bahagia seperti ini.” kata Nhay pelan dengan seuntas senyum yang dia tunjukkan. Ezha pun sontak memalingkan wajahnya lagi dengan amarah yang terlihat mulai padam. Lalu beberapa detik setelah itu, dengan sedikit hati-hati Nhaya menggenggam tangan kirinya bermaksud agar Ezha melirik ke arahnya. Dan ternyata berhasil. Ezha langsung melirik ke arahnya dengan tanda tanya di sepasang mata indahnya itu. “Apa kau bisa mengambilkanku kursi roda? Aku sangat bosan di sini. Infus ini juga lama habisnya. Jadi aku ingin duduk di kursi di halaman depan. Apa kau bisa mengambilkannya untukku?” minta Nhay dengan hati-hati. Ezha pun langsung bangun dari duduknya. Namun bukannya segera pergi untuk mengambil kursi roda, ia justru langsung menghadapkan punggungnya ke hadapan Nhaya dan berkata, “Aku akan menggendongmu. Jadi naiklah.”

“Apa kau gila?!” bentak Nhay tanpa pikir panjang. Apalagi kalau bukan karena sangking terkejutnya. Namun karena itu juga, Ezha justru kembali menunjukkan amarahnya dan berkata, “Apa kau punya dua kaki yang bisa dibuat berjalan sekarang?! Jadi sebelum aku kehilangan mood, cepat naik ke punggungku! Hanya untuk saat ini aku mau menyumbangkan kakiku!”

“Apa kau serius?” Nhay menaikkan kedua alisnya dengan keterkejutan yang semakin berlipat. Sepertinya Ezha salah makan hingga membuatnya terlihat aneh seperti ini. Namun Nhaya tak ingin kehilangan kesempatan. Dia pun segera mengambil cairan infusnya dan segera naik ke punggung Ezha. Lalu dengan langkah pelan, Ezha membawanya keluar dari ruang UGD itu.

“Aku pasti pasien yang paling bahagia di rumah sakit ini!”  teriak Nhaya yang sedari tadi senyum-senyum tak jelas. “Apa perlu aku bilang ke dokter yang menanganiku agar tak buru-buru menyembuhkan kakiku ya? Karena dengan begitu aku akan bahagia lebih lama lagi dengan kakimu!”

“Perlu kau tahu, aku bukan relawan baik yang mau menyumbangkan kakiku lebih dari 24 jam! Jadi besok kau harus sudah sembuh! Harus!”

“Pacarku benar-benar pelit!” ketus Nhay sembari mengalungkan tangannya ke leher Ezha.

-------------------

Masih banyak lagi cerita yang harus dijabarkan lebih panjang lagi. Namun sebanyak apapun itu, Nhaya tak menepis kebenarannya. Bahwa lebih banyak hari dimana dia merasa lelah, merasa sendiri dan terabaikan oleh kesibukan yang entah kapan habisnya itu. Dia yang terlahir sebagai bayi kecil yang bisa mendapat semuanya tanpa merasa susah, diam-diam berubah menjadi kepribadian yang siap 24 jam jika diperlukan. Siaga dengan seuntas senyuman manis di bibirnya, dia melewati semua hari dengan keyakinan yang keras atas kebahagiaannya. Yang ternyata, meskipun lebih banyak hari dimana dia merasa sedih, namun kebahagiaan yang hanya dia rasakan di beberapa hari yang dia dapatkan, adalah kebahagiaan abadi yang tak pernah dia lupakan satu detik pun. Karena pada kenyataannya dia hidup, dia berjuang dan dia mencintai karena kebahagiaan yang langkah itu... yang menjadikannya lebih tolol lagi dari sebelumnya. Dan menjadi lebih bodoh lagi dari orang bodoh sesungguhnya.

This is love too...

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rihlah, Para Penakluk Khatulistiwa
13165      2317     8     
Inspirational
Petualangan delapan orang pemuda mengarungi Nusantara dalam 80 hari (sinopsis lengkap bisa dibaca di Prolog).
Mahar Seribu Nadhom
4231      1428     7     
Fantasy
Sinopsis: Jea Ayuningtyas berusaha menemukan ayahnya yang dikabarkan hilang di hutan banawasa. Ketikdak percayaannya akan berita tersebut, membuat gadis itu memilih meninggalkan pesantren. Dia melakukan perjalanan antar dimensi demi menemukan jejak sang ayah. Namun, rasa tidak keyakin Jea justru membawanya membuka kisah kelam. Tentang masalalunya, dan tentang rahasia orang-orang yang selama in...
Sejauh Matahari
480      286     2     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)
Today, I Come Back!
3220      1041     3     
Romance
Alice gadis lembut yang sebelumnya menutup hatinya karena disakiti oleh mantan kekasihnya Alex. Ia menganggap semua lelaki demikian sama tiada bedanya. Ia menganggap semua lelaki tak pernah peka dan merutuki kisah cintanya yang selalu tragis, ketika Alice berjuang sendiri untuk membalut lukanya, Robin datang dan membawa sejuta harapan baru kepada Alice. Namun, keduanya tidak berjalan mulus. Enam ...
As You Wish
348      239     1     
Romance
Bukan kisah yang bagus untuk dikisahkan, tapi mungkin akan ada sedikit pelajaran yang bisa diambil. Kisah indah tentang cacatnya perasaan yang biasa kita sebut dengan istilah Cinta. Berawal dari pertemuan setelah 5 tahun berpisah, 4 insan yang mengasihi satu sama lain terlibat dalam cinta kotak. Mereka dipertemukan di SMK Havens dalam lomba drama teater bertajuk Romeo dan Juliet Reborn. Karena...
Begitulah Cinta?
14890      2167     5     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
Unknown
183      149     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
Dunia Tiga Musim
2652      1110     1     
Inspirational
Sebuah acara talkshow mempertemukan tiga manusia yang dulunya pernah bertetangga dan menjalin pertemanan tanpa rencana. Nda, seorang perempun seabstrak namanya, gadis ambivert yang berusaha mencari arti pencapaian hidup setelah mimpinya menjadi diplomat kandas. Bram, lelaki ekstrovert yang bersikeras bahwa pencapaian hidup bisa ia dapatkan dengan cara-cara mainstream: mengejar titel dan pre...
ATHALEA
1152      490     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Hunch
31172      4148     121     
Romance
🍑Sedang Revisi Total....🍑 Sierra Li Xing Fu Gadis muda berusia 18 tahun yang sedang melanjutkan studinya di Peking University. Ia sudah lama bercita-cita menjadi penulis, dan mimpinya itu barulah terwujud pada masa ini. Kesuksesannya dalam penulisan novel Colorful Day itu mengantarkannya pada banyak hal-hal baru. Dylan Zhang Xiao Seorang aktor muda berusia 20 tahun yang sudah hampi...