Usia 17 tahun, usia yang sangat sempurna untuk mengejar cita-cita. Umur yang terlalu dini untuk mencapai impian, tapi ini adalah umur yang paling tepat untuk memulai semuanya. Usaha yang kamu lakukan, tak akan pernah berakhir dengan sebuah kesia-siaan.
Menyakitkan ketika kau terjatuh, tapi ini adalah usia yang tepat untuk jatuh ribuan kali dan belajar bagaimana caranya berdiri lagi.
Cintamu, sudah 17 tahun, masih terlalu dini untuk berbicara soal jodoh, tapi ini adalah usia yang cukup dikategorikan sebagai kategori orang dewasa. Di usia ini, cintamu akan dibina agar bertahan selamanya melalui pola pikirmu, tapi kadang semuanya harus berakhir saat ujian sekolah sudah berada di depan mata.
Remaja 17 tahun, mampu untuk mencintai dengan sepenuh semangat, dan benci dengan penuh kegairahan juga. Karena usia ini adalah usia di mana kita mudah untuk terluka, tahun-tahun yang menyakitkan sudah dilalui dengan begitu banyak kesulitan.
Dan kisah persahabatan, remaja 17 tahun tidak bisa berpikir jernih, tapi bisa menjernihkan pikiran seseorang. Kehangatan tangan seseorang yang mengulurkan tangannya saat kita terjatuh akan tetap teringat sampai masa ini telah berlalu. Saat air mata jatuh di pipi, ada kau dan aku. Tak peduli dengan cobaan yang datang silih berganti, kau bersamaku. Tidak sendirian.
Tentang keluarga, bahkan remaja 17 tahun sangat membutuhkan kedua orangtuanya untuk mengajarkan, membimbing, dan menuntun ke jalan yang seharusnya ditempuh. Pelukan hangat seorang ibu, dan nasihat bijak seorang ayah. Bukan lagi harta yang diperlukan ketika usia ini, tapi semua teori tentang bagaimana menjalani hidup dengan bimbingan dan panutan seorang ayah dan ibu.
Menyusun prinsip hidup, itu yang diperlukan. Menjalaninya tidak boleh sendirian, butuh teman, orang tua, dan tentunya semua anggota keluarga.
Perlu kuberitahu, Cerita ini bukan hanya cerita Aditya dan Ra. Tapi ada keluargaku, keluargamu, keluarga Marvin, keluarga Adit, dan tentang Dita, ada juga persahabtan Five second, dan ada juga persahabatan Adit, Dira, Dita, dan Marvin.
Aku sangat beruntung bertemu dengan kalian. Aku beruntung hisa bertemu dengan Adit yang hidupnya harus keras tanpa elusan tangan ibunya, aku juga sangat beruntung bertemu dengan kamu. Karena melalui kamu, aku bisa lebih pandai-pandai lagi bersyukur, karena kamu adalah wanita yang kuat, wanita pekerja keras, wanita yang hidup dengan senyuman walaupun hanya sekadarnya. Kamu juga, mengenalkan aku pada cinta yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Kamu juga wanita yang hidup selama 4 tahun tanpa belaian kasih dan nasihat bijak seorang ayah. Aku bangga, kamu bisa hidup dengan baik, dengan senyuman, dan dapat mengejar cita-citamu. Aku juga banyak belajar dari teman-temanku, karena hidup setiap orang berbeda kadarnya, melalui harta, kebahagiaan dan cinta.
“Sayang, opersinya sudah selesai” Dira menutup halaman terakhir buku biru Zali. ia menatap ke arah koridor dan terlihat bunda sedang berjalan ke arahnya.
“Sudah bunda?”
“Sudah, sebentar lagi Zali dipindahkan ke Ruang Perawatan”
Syukurlah, operasinya sudah selesai. Dan Dira bisa bernafas lega.
“Boleh jenguk?”
“Nanti, tunggu Zali dipindahkan ya ”
Dira menyandarkan tubuhnya di tembok Rumah Sakit, belum genap satu jam setelah bunda pergi, bunda datang lagi, menyuruh Dira untuk masuk ke dalam Ruang Perawatan Zali.
Ruangan yang berada di ujung koridor memaksa Dira untuk berjalan cukup jauh. Sampai di depan pintu Ruang Perawatan Zali. Dengan tarikan nafas yang panjang, Dira melangkahkan kakinya menuju ke dalam Ruangan steril itu.
Dira duduk di samping ranjang tempat Zali sedang berbaring, ia sudah sadar dan kini sedang meminum air putih dengan bantuan Zila.
“Zal—”
Zila dan bunda keluar dari Ruangan ini, dan sekarang tinggal Dira dn Zali yng tersisa di ruangan ini.
“Sudah baca akhirnya?” Terdengar berat dan terdengar Zali seperti sulit untuk mengeluarkan kata itu.
“Hanya bukunya yang berakhir, kisahnya masih berlanjut. Bahkan baru saja dimulai kan?”
“Terimakasih sudah menjadi alasan untuk aku sembuh, terimakasih sudah menemani aku di Bandung dan sudah menemukan aku di Sydney”
Dira tersenyum.
“Aku rindu Bandung, aku rindu membuat kisah indah denganmu di Bandung”
“Kali ini akan di Sydney”
“Kenapa tidak di Bandung?”
“Karena kita di Sydney”
“Kisah selanjutnya apa Zal?”
“Sekarang kan, Aditya dan Ra, nanti berarti bukan Aditya dan Ra lagi”
“Iya jadi selanjutnya apa?”
“Kami di Sydney tapi akan pulang ke Rumah kami”