Semilir angin terasa lembut dan sejuk menyapa wajahku, aku terbangun sebelum matahari sempat mengintip dari langit timur. Bangun sepagi ini karena tidur lebih awal semalam, aku meninggalkan mereka bertiga mencari tempat persembunyian disini. Sebenarnya aku hanya tak mampu langsung bertemu dengannya setelah penolakan menggantung yang dia lakukan untuk kedua kalinya semalam.
Mungkin ini terlalu pagi untuk kembali ke cottage kami, aku memutuskan untuk turun dari rumah pohon. Berjalan mengitari pulau, mengira-ngira sisi pulau sebelah mana yang akan memunculkan pemandangan matahari terbit. Namun sepertinya bukan hanya aku yang ingin menyaksikan matahari terbit, gadis yang kuingini itu sedang duduk sendirian di beranda termenung memandangi ke arah laut.
“Hey!” Sapaku.
“Hey …pagi!” Jawabnya seraya menyunggingkan senyum.
“Kenapa sudah bangun?” Tanyaku sambil duduk disampingnya.
“Aku tidak bisa tidur nyenyak.” Jawabnya
“Kenapa?” Tanyaku lagi.
“Mungkin karena kemarin siang banyak tidur. Mungkin karena kamu juga.” Ia berdiri berjalan mendekati pantai.
Aku mengikutinya.
“Apa aku terlalu memaksamu?” Tanyaku khawatir.
Ia hanya menggelengkan kepala.
“Lihat mataharinya mulai terbit!” Ia berseru gembira.
Ia mengalihkan pembicaraan dengan menunjuk ke langit yang mulai menjadi jingga, seakan ada yang menumpahkan cat berwarna jingga disana. Lama kelamaan warna jingga itu menyebar dan muncul bulatan terang yang menyinari langit dan membuat pulau-pulau kecil dikejauhan terlihat hijau.
“Indah sekali kan?” Tanyanya.
“Iya indah sekali!” Jawabku dengan penuh kekaguman memandangi wajahnya yang bersinar terkena pantulan cahaya dari sang mentari.
Ia menoleh seakan dirinya sadar sedang dipandangi, dengan wajah bersemu merah jambu ia menundukan pandangannya.
Aku menggenggam tangannya, kemudian ia mendekat dan menyandarkan kepalanya di bahuku seraya memejamkan mata.
“Aku senang berada didekatmu.” Ucapnya lembut.
Sekalipun itu bukan kata-kata yang aku tunggu, tapi cukup membuat hatiku berbunga-bunga. Dari belakang terdengar suara derap kaki bergesekan dengan pasir berjalan mendekat.
“Astaga! Udah ketinggalan sunrise-nya gue.” Keluh Salman.
“Besok pagi kan kita masih disini Man.” Ucapku santai.
“Jessica belum bangun?” Tanya Millia.
“Belum kayaknya. Kita angkut yuk ceburin kepantai!” Ajak Salman menunggu jawaban dari kami.
Tanpa dijawab pun kami sudah berlari ke cottage, siap memburu wanita arogan itu. Saat masuk kamar ia sudah duduk di tepi tempat tidur, begitu melihat tatapan matanya yang tajam kami langsung mengurungkan niat.
“Cari mati Lo! Masuk ke kamar gue enggak ketuk pintu dulu.” Ketusnya.
“Sica, ayo sarapan!” Ajak Millia yang langsung disambut dengan senyuman oleh Jessica.
Setelah sarapan usai kami berencana untuk bermain kayak keliling pulau dan berenang. Jessica langsung keluar kamar menggunakan bikini yang langsung dikomentari dan ditutupi dengan handuk oleh Salman. Jessica memakinya dan menyebutnya norak tapi ia tidak menolak saat digiring kembali ke kamarnya. Millia tertawa geli melihat tingkah keduanya namun tawanya terhenti saat matanya beradu dengan mataku yang sejak tadi memandanginya. Ia sangat cantik dengan rambut terurai dan gaun pendek berwarna biru muda dengan bahu terbuka.
“Cantik!” Pujiku seraya memegang ujung rambutnya.
“Ehemm..ehemm..oho..oho..masih ada gue ehmm..” Sela Salman.
Aku hanya bersikap santai dan langsung menggenggam tangannya lembut. Jessica keluar kembali merengut karena gagal mengenakan bikini yang serasi dengan warna baju temannya akhirnya ia mengenakan T-shirt putih dan hot pants, Salman mengerutkan keningnya kemudian mengangguk-angguk setuju dengan penampilannya tersebut. Kami menggunakan kayak berpasang-pasangan, tentu saja aku dengan Millia. Kami berlomba memutari pulau sebanyak dua kali, tentu saja aku dan Millia jadi pemenang karena Salman dan Jessica lebih sibuk berdebat di tengah laut. Setelahnya kami melakukan snorkeling dan berenang menikmati hangatnya air laut. Aku sempat khawatir Millia masih belum pandai berenang karena seingatku dulu ia selalu bolos disetiap tes renang dilakukan tapi nyatanya ia pandai berenang dan menyelam.
“Siapa yang mengajarimu berenang?” Tanyaku saat kami sudah kembali ke daratan.
“Sepupuku, Jeje!” Jawabnya.
Aku mengerutkan kening, menanti kejelasan jenis kelamin dari pemilik nama tersebut.
“Dia sepupu perempuanku, sangat tomboy. Ia jago berenang, diving dan berselancar.”Jelasnya.
Rambutnya yang basah bercampur dengan butir-butir pasir. Ia memintaku untuk membilas diri di pancuran dan segera bersiap untuk makan siang. Aku berteriak pada Salman dan Jessica yang masih asyik berenang, mengajak mereka bergabung untuk makan siang. Saat aku menyusulnya ia sedang berada dibawah pancuran, membasahi seluruh tubuhnya dengan air. Wajah dan rambutnya yang basah, pakaian yang menempel langsung dikulitnya. Terlihat sangat sexy dimataku. Ia terkejut saat melihatku, lalu langsung menyelesaikannya dan melilit tubuhnya dengan handuk besar.
Aku tertawa melihat kegugupannya, ia berjalan dengan cepat melewatiku dan menghilang masuk ke cottage.
Setelah berganti baju aku mendengar deru hair dryer dari kamarnya, terlihat bayangan tubuhnya sedang menunduk mengeringkan rambutnya. Aku berjalan keluar dan mengetuk pintu kamarnya ia tersenyum memandangku.
“Mari aku bantu!” Aku langsung berdiri di belakangnya dan mengambil alih benda itu dari tangannya.
Aku mengoyak-ngoyak rambutnya dengan lembut, membiarkan seluruh kehangatan dari benda itu membuatnya kering merata. Setelahnya aku langsung mengambil sisir untuk merapikan rambutnya, namun ia menolaknya. Aku bersikeras memaksanya, namun ia merajuk dan memasang tampang marah. Aku teringat saat dulu ia selalu menolak diantarkan pulang olehku.
“Aku tunggu diluar ya!” Ujarku seraya menutup pintu.
Jessica dan Salman baru kembali dari luar, namun aneh keduanya hanya terdiam tidak banyak bicara seperti sebelumnya. Ah mungkin mereka sudah bosan dan lelah.
***
Kami kembali berleha-leha di beranda yang dipenuhi balai-balai kayu dengan bantal warna-warni. Salman dan Millia mengecek hasil foto-foto yang dijepret dari kemarin siang. Ia meminta filenya dimasukkan ke dalam flashdisk miliknya, dengan semangat ia memasukan benda itu ke notebooknya. Aku menghampirinya dan duduk memeluknya dari belakang, memperhatikan apa yang dikerjakannya. Wajahnya memerah saat aku menaruh daguku di bahunya yang terbuka.
“Foto seperti apa yang akan kau upload?” Tanyaku.
“Ini!” Jawabnya.
“Lagi-lagi hanya pemandangan dan benda-benda saja?” Aku mengomentari foto pantai dan dan bangku santai yang dipilihnya.
Ia tertawa dan menjelaskan lebih nyaman memajang foto tanpa wajahnya. Baru saja fotonya di posting, sudah ada satu akun mengomentari menanyakan apakah dia sudah kembali berada di Bali. Ia tersenyum dan mengetik jawabannya, aku terkejut saat melihat sepintas foto profil yang digunakan akun itu adalah foto seorang lelaki dan dirinya.
“Siapa Kevin itu?” Aku bertanya perlahan berusaha untuk menahan rasa cemburu.
“Teman sekaligus atasanku dulu saat bekerja menjadi sales.” Jawabnya santai.
“Kenapa foto bersamamu dijadikan foto profilnya?” Tanyaku seraya merampas notebooknya.
“Hey…” Teriaknya marah.
Aku langsung berdiri dan membuka akun itu. Ada beberapa foto kebersamaan mereka yang menunjukan mereka sangat akrab. Aku tidak menghiraukan teriakannya.
“Jadi dia alasannya kamu menolakku?” Tanyaku.
“Apa?” Ia bertanya balik.
“Kau bilang kau tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki manapun!!” Aku tak tahan lagi untuk tidak berteriak.
Jessica dan Salman bangkit dari posisinya dan mendekati kami.
“Itu Kevin, dia itu hanya teman!” Jelasnya.
Jessica mendekatiku kemudian mendorongku dan membisikkan bahwa Kevin adalah orang suruhannya.
“Lo bilang lo ngejaga dia? Apanya yang ngejaga kalau gini!” Aku membentaknya.
“Kevin itu sepupu gue! Dia itu suruhan gue.Dia itu g*y, enggak mungkin dia punya hubungan apa-apa sama Puppy.” Jelasnya.
“Kevin sepupu kamu? Kenapa kamu ataupun Kevin enggak pernah cerita?” Millia terlihat kebingungan.
Jessica hanya terdiam, tak mampu menjelaskan.
“Kamu bilang dia suruhan kamu? Siapa lagi suruhan kamu? Apa karena itu selama tiga tahun ini hidupku terasa lebih mudah dan seperti sudah diatur? Aku dapat kerja dimana aja yang aku mau, kuliah ditempat yang aku mau, bahkan aku lebih sering dapat bonus dibandingkan pegawai lain. Oh jangan-jangan aku bisa satu kosan sama Banyu juga kamu yang atur?” Ia menerka semuanya.
"Seberapa banyak kamu mencampuri hidupku?" Ia memandang Jessica dengan tatapan yang tak pernah ia tampilkan sebelumnya.
“Puppy…” Jessica memanggilnya dengan lirih namun Millia pergi meninggalkannya.
Saat Millia pergi, Jessica memukuliku dan Salman memilih mengejar Millia.
“Biar gue yang coba ngomong, kalian tunggu disini!” pintanya.
“Kenapa sih lo enggak bisa sepenuhnya percaya sama orang lain? Baik Salman, gue terus Millia. Kepaksa gue bongkar semua kan jadinya! Brengsek lo!” Makinya.
Itu juga yang kutanyakan di dalam hatiku.
Kenapa aku tidak percaya pada kata-katanya? Itukah yang membuatnya meragu pada diriku?