Jari-jari Salman beradu dengan kotak-kotak huruf dan layar bercahaya. Berkas-berkas warna-warni menumpuk disampingnya, suara printer berderit di ujung meja mengeluarkan sehelai kertas penuh warna.
“Des, yang gini udah oke belum?” Ia menyodorkan kertas itu pada orang diseberangnya.
Sementara yang ditanya hanya diam membisu.
“Des..Deska?” Salman mulai hilang kesabaran.
Lagi-lagi yang jadi lawan bicaranya tidak bergeming.
“Banyu…” Salman memanggil dengan suara lembut.
“Ah… iya…” Jawabnya terbata-bata.
“Astaga! Mikirin si neng aja kerjaan lo, beresin dulu lah ini project.” Salman menggerutu.
“Rese aja lo! Mana sini designnya?”
“Ini pak boss! Dari tadi udah beres, mangga di cek aa Banyu.” Ledeknya.
Banyu melirik kesal pada temannya itu.
“Bukannya kemaren lo bilang jurus dari Salman sang Cassanova sukses besar?” Tanya Salman.
Banyu hanya mengangguk lesu. Ia tak mungkin bercerita hubungan mereka memang ada kemajuan, namun dari segi keterbukaan masih belum mendapat nilai tambah.
“Terus kenapa? Heran gue! Orangnya hilang galau,orangnya ada masih galau juga. Perlu gue kasih tahu jurusan andalan yang lain enggak?” sombongnya.
“Engga perlu deh Man. Itu jurus lo pake buat ngegebet cewek-cewek yang lain aja.” Banyu mengacuhkan Salman.
“Perasaan gue masih stuck di kamar sebelah. Kalau lo ga ada kemajuan biar gue aja yang maju.” Ia mengusap rambutnya kebelakang dan merapihkan kerah kemejanya, berlagak ala playboy dalam serial televisi zaman dulu.
“Gue pecat lo!” Ancam Banyu.
“Pecat aja demi cinta gue rela menderita….”
Sang Cassanova belum menyempurnakan kata-katanya ketika seorang wanita cantik melintas melewati ruangan kantor mereka.
“Demi cinta gue rela di jajah lagi ama Belanda…” Ucapnya ngawur.
Ia langsung melesat menghampiri wanita itu.
Rambut sebahu berwarna Burgundy terlihat menonjolkan garis lehernya. Matanya yang tajam berwarna cokelat terang menambah kesan cantik namun anggun.
“Good afternoon, Miss! Can I help you?” Sapanya dengan gaya perlente.
“Mana Banyu?” Tanyanya.
“Oh Tuhan, terimakasih bisa bahasa Indonesia bulenya. Enggak perlu buka kamus gue.” Gumamnya.
“Hello?? Mana Banyunya?” Tanyanya lagi.
“Oh iya ada,Miss. Silahkan lewat sini.”
Banyu kembali melanjutkan lamunannya saat pintunya di ketuk ia sedikit tersentak.
“Pak, ada tamu!” Salman mengantarnya ke dalam ruangan.
“Hey,Dude!” Sapanya.
“Jessica, What a surprise! Duduk Jess.” Banyu menyambutnya.
Jessica duduk dikursi yang berhadapan dengan Banyu, saat mau melanjutkan berbicara ia tersadar pria yang sedang tersenyum lebar dibelakangnya itu belum pergi.
“Oh iya gue lupa, Jess kenalin ini Salman rekan kerja gue sekaligus temen satu kosan sama Milli juga.” Jelas Banyu.
“Hello, Salman!” Salman memperkenalkan diri.
Jessica hanya menganggukan kepalanya dengan senyum sinis, tangan Salman dibiarkan menggantung begitu saja.
“Jangan heran Man, cuma Millia aja yang bisa ngajak dia kenalan dengan lancar.”
“Cari perkara lo sama gue? Gue datang baik-baik juga.” Jessica mulai dengan temperamen minimal.
“Ada apa lo kesini? Udah nemuin Millia?” Banyu langsung to the point.
“OMG … Basa-basi dulu kek, kasih air dulu kek gue.” Temperamennya mulai naik.
“Miss mau diaerin? Eh maksudnya mau air minum? Minum apa?”Salman mulai menawarkan pelayanannya.
“Air putih dingin aja ya Mon!” Ucapnya sekenanya.
Salman langsung memberikan hormat dan melesat keluar ruangan.
“Sedekat apa dia sama Millia?” Tanya Jessica.
“Ya lumayan, hampir bisa dibilang temannya juga.”
“Oke … lo ajak dia juga ya!” Pinta Jessica.
“Ajak kemana?” Banyu merasa heran.
“The Celebration, remember?”
“Oke, kapan n dimana?” Banyu bertanya dengan santai.
“Kosongin jadwal weekend ini. Gue harus ke Singapore malam ini, kita ketemu Jumat pagi di Jakarta. Bawa summer clothes buat 3 malam,oke?” Rincinya.
“Millia gimana?” Tanya Banyu.
“Nanti gue telepon dia, kalau dia nolak minta bantuan anak buah elo buat culik dia.Simple.”
Banyu tertawa, tanpa bantuan Salman pun ia bisa menculik Millia untuk kedua kalinya. Setelah Jessica pergi Salman kembali masuk ruangan dan kebingungan menanyakan Noni Belanda yang tadi memesan minuman yang sudah dibawakannya.
Benar saja saat kabar Jessica mengajaknya berlibur, ia mulai menghindar dan membuat banyak alasan untuk tidak ikut serta. Jessica tidak bisa banyak membantu untuk membujuknya, karena ia pun disibukkan dengan banyak hal. Maka terpaksa Banyu membiarkan Salman sang Cassanova campur tangan dalam urusan kali ini.
Millia menyusuri trotoar didepan kantor mereka setengah berlari, seperti menyadari dia akan dihadang disini. Salman langsung berlari menyusulnya, dan berbasa-basi seperti biasa. Iya mengajaknya masuk dan terlihat mereka sudah duduk bersama di sebuah kafe kecil di seberang sana.
Damn! Bagaimana bisa semudah itu Salman mengajaknya untuk berbicara? Hanya sekedar menemaninya saat pulang kerja saja Banyu harus berpikir berhari-hari lamanya untuk mengambil tindakan. Salman terlihat menengok kebelakang seakan tahu gerak-geriknya diamati. Saat melihat Banyu sedang mengamati dari balik sebuah banner toko, Salman mengacungkan jempolnya.
Untungnya Millia tidak memperhatikan tindakan Salman, ia tengah asyik melihat-lihat daftar menu. Tak lama kemudian minuman mereka datang dan mereka terlihat terlibat obrolan yang menyenangkan. Millia beberapa kali tersenyum dan tertawa, membuat hati Banyu merasa dipenuhi api cemburu.
Akhirnya Banyu keluar dari persembunyian dan memutuskan untuk ikut bergabung. Saat bel di pintu kafe yang terbuka berbunyi, mata mereka langsung beradu dan tiba-tiba tawa yang tadi menghiasi wajahnya berubah menjadi sebuah senyuman tipis. Salman langsung memberi kode untuk Banyu menghampiri meja mereka, Banyu mendekat dan menarik kursi kemudian mendudukinya.
“Des..doi udah setuju tuh buat ikut liburan!”Seru Salman.
“Oh ya? Gue salut sama cara lo bisa ngebujuk dia semudah itu.” Banyu menyandarkan tubuhnya pada kursi, menatap mata Millia tajam.
Jelas ia marah, ia benar-benar berusaha membujuknya berkali-kali namun usahanya sia-sia. Sedangkan Salman tak sampai setengah jam sudah berhasil mendapatkan jawaban iya darinya.
Yang ditatap tajam olehnya merasa gusar, ia berusaha untuk memalingkan wajahnya dari pandangan Banyu. Sementara Salman terus berkelakar mengenai banyak hal, Banyu terus memperhatikan lekat-lekat mata gadis yang dicintainya itu. Adakah percikan rasa suka terhadap sahabat karibnya itu?
“Ah … aku harus pergi. Sebentar lagi ada ujian praktek, pergi dulu ya.”
Belum sempat ia mengambil tas berisi bahan-bahan makanan untuk prakteknya, Banyu sudah menyambarnya lebih dulu.
“Biar aku antar!” ucap Banyu.
“Ah … tidak usah. Aku bisa jalan kaki.” Bantahnya
Tanpa ada lanjutan kata-kata Banyu memberikan ekspresi memaksa seraya berjalan mendahului. Salman pun paham temannya ini sedang marah dan memberikan bisikan pada Millia untuk mengikutinya saja dulu.Millia mengikuti dengan perlahan, saat pintu café hampir dilewati ia melambaikan tangan pada Salman.
Perjalanan yang singkat itu hanya diiringi dengan kesunyian, saat Millia turun dari mobilnya dan melambaikan tangan Banyu hanya tersenyum sinis dan memacu kembali mobil hitamnya itu. Meninggalkan Millia yang kebingungan akan sikapnya yang dingin.