### Hello, ada penggabungan 2 chapters menjadi satu di beberapa chapters, dan khusus di bagian Jessica saya tambahkan beberapa penguatan cerita tentang sudut pandang Jessica terhadap persahabatan mereka. So,enjoy this story! Thx
Semua murid berhamburan keluar kelas saat jam istirahat, sebuah panggung sudah berdiri di tengah lapangan. Kamera-kamera ditempatkan di beberapa titik dan orang-orang berseragam berlalu-lalang sejak pagi tadi. Sebuah acara stasiun televisi memilih sekolah kami untuk diberikan sebuah suguhan pentas seni dan tamu kejutan. Acara ini sungguh terkenal diantara anak-anak sekolah menengah atas, jajaran Osis pun mengajukan proposal selama berbulan-bulan sampai akhirnya sekolah kami terpilih. Sebenarnya hal seperti ini bukan hal yang menarik untukku, berdesak-desakan hanya untuk sebuah band lokal yang ditonton secara gratisan tentu saja bukan gayaku.
Namun karena melihat sahabatku sangat bersemangat dan berkali-kali bilang begitu bel berbunyi kita harus berlari agar dapat berdiri di barisan paling depan. Disinilah aku mencoba larut dalam keriuhan gejolak para remaja, tangan Millia menggenggam tanganku dengan erat, sementara tangan Millia yang satunya lagi digenggam si tuan kaku. Aku tahu ia bukan tipe yang senang berada dikeramaian seperti ini ,tentu aku tahu alasan ia mau repot-repot menggiring dan mengawal kami ke depan panggung.
“Sicca, menurut kamu siapa tamu kejutannya.” Puppy berbicara hampir tak terdengar, aku menundukkan kepalaku berusaha mengimbanginya.
“I don’t know.” Seraya mengucapkan “I don’t care” didalam hatiku.
“Sicca, siapapun tamunya kamu pasti akan menyukainya.” Ia tersenyum dengan amat manis, satu-satunya orang yang memanggil penggalan belakang dari namaku.
Banyu si tuan kaku, berdiri tepat dibelakang Millia.Ia terus menerus bertingkah layaknya seorang gentleman, namun herannya hubungan mereka tidak ada kemajuan yang berarti. Entah gadisnya yang tidak peka, atau justru lelakinya yang tidak punya keberanian. Ah, tentu saja anak itu punya keberanian yang besar, teringat olehku saat ia menghajar Alvin cowok Bengal yang terus-terusan mendekatiku namun aku menolak dan terus menghinanya. Dan ketika penolakanku digenapkan menjadi kesepuluh kalinya, ia berusaha memaksaku dan balik menghinaku dengan kata-kata yang sungguh tidak pantas.
Tiba-tba Millia langsung memberondongnya dengan hujanan sampah dan disempurnakan dengan pukulan-pukulan Banyu. Tak ayal nama kami dipanggil keruang BK, menjadikan kami sempat terkenal dan jadi perbincangan hangat selama seminggu di sekolah. Julukan "Satu Koma Satu" mengukuhkan kebersamaan kami, walaupun tak sedikit yang mencibir kami tapi kami tak mempedulikannya. Kami memiliki paket lengkap dalam kecerdasan, tampang rupawan dan tentunya aku selalu bisa jadi backup masalah keuangan , membuat banyak orang merasa iri pada kami.
Aku berkali-kali mengingatkan pada Millia, semua hal yang dilakukan Banyu bukanlah atas nama persahabatan saja. Sekalipun ia selalu berjalan dibelakang kami berdua,tetapi pandangannya hanya tertuju pada Millia . Walaupun dengan sikap acuh dan seakan-akan tidak peduli, tapi jika hal itu berkaitan dengan Millia ia akan maju lebih dulu. Aku menyukai mereka, entah karena persamaan rasa kesepian sebagai anak tunggal yang mengokohkan persahabatan kami atau sebenarnya pembawaan karakter Puppy yang memisahkan sekaligus menyatukan dinding kokoh kepribadian keras antara aku dan Banyu. Ia mengambil peranan sebagai penyemarak suasana dan selalu setia menjadi penengah di setiap pertengkaran kami, sementara Banyu bersikap layaknya kakak tertua. Walaupun tidak bisa bersikap hangat namun ia selalu berusaha adil dalam melindungi kami, sekalipun perhatian utamanya hanya diperuntukan pada Millia seorang. Sedangkan aku tentunya adalah pemimpin pemberi inisiatif, tak bisa dipungkiri mereka itu hanya dua layangan yang terbang kesana kemari yang takut bertautan karena merasa benang pengikatnya tak terlalu kuat.
Dari zona isolasi belakang panggung kami melihat sekelompok orang menggunakan jubah keluar dari sebuah ruangan. Suasana langsung berubah lebih ramai, disekeliling kami banyak teriakan nama-nama band yang mereka harapkan jadi mistery guestsnya. Saat orang-orang itu sudah berada dipanggung dan bersiap pada posisinya masing, oke kita bisa tahu vokalisnya wanita sangat terlihat dari jenis sepatu yang muncul dibawah jubahnya.
“Oh secret admirer…”Bait pertama langsung disambut iringan musik dan teriakan muda-mudi itu.
Aku dan Millia saling memandang dan melompat-lompat kegirangan karena jelas band Mocca yang hadir, salah satu band favorit kami. Ditengah lagu ketika sang vokalis menyodorkan mic ke arah penonton suasana makin riuh, kami pun ikut menyanyikan lagu bersama-sama. Sempat melupakan sosok yang dengan sigap menjadi tembok penghalang dari anak-anak lain yang terus mendesak kedepan panggung. Namun akhirnya tak tertahankan, sambil sedikit panik dan tertawa kami merasakan rangkulan tangan Banyu menggiring kami lebih maju, menghindari kami terjepit diantara kerumunan yang mulai heboh bergerak tak karuan.
Acara berlangsung cukup seru disusul oleh band-band dari tiap kelas, kami memutuskan untuk istirahat sebentar. Millia mengibas-ngibaskan kedua lengannya, wajah dan lehernya penuh dengan keringat. Tentu saja ia kepanasan karena kepalanya hampir tak terlihat diantara anak-anak lain, seperti tenggelam dalam kerumunan. Ia segera mengajak ke kantin untuk membeli minuman dingin, namun Banyu sudah datang menghampiri membawa 3 botol minuman dingin favorit kami.
“Makasih Ban.” Ucap Millia sambil tersenyum, sementara wajah Banyu langsung bersemu merah.
Tidak mungkin Millia tidak menyadarinya juga hal seperti itu juga sering terlihat jelas, apa karena pertimbangan tentang Banyu bukan dari keluarga berada. Dari pengakuannya ayahnya tukang kayu,ibunya bekerja di perumahan, dan rumahnya berada di pinggir rel kereta api. Selain itu Banyu lebih senang berjalan kaki dan naik kendaraan umum dibanding anak-anak lain yang banyak menggunakan motor. Apa yang kupikirkan? Millia anak yang tulus dan polos masalah seperti itu tentu tidak akan jadi bahan pertimbangannya.
“Ini.” Ucap banyu menyodorkan sebuah kertas.
Kami langsung mengambilnya dan membacanya,tertuliskan sebuah alamat.
“Ibu mau ajak makan sama-sama minggu ini.” ucapnya dengan wajah datar.
“Elo ulang tahun?”tanyaku memastikan, langsung dijawab dengan anggukannya.
“Oke, kita pasti datang.”
Minggu paginya aku dan Millia berkeliling mencari kado yang tepat, akhirnya kami memutuskan membeli sebuah sepeda dan sepatu. Millia menggunakan hampir seluruh isi celengannya dan aku hanya harus mengorbankan uang jajanku selama seminggu. Kami rasa itu adalah kado yang sangat tepat untuknya. Di perjalanan menuju alamat itu aku memutuskan untuk tidak ikut, aku sudah membayangkan berada dilingkungan yang tidak biasa. Aku takut secara spontan memandang dengan jijik atau berkomentar yang tidak menyenangkan tentu akan menyakiti hati keluarga Banyu. Millia pun mengerti dan memutuskan untuk pergi sendiri, aku dan supirku menurunkannya di perempatan sesuai permintaan Millia. Karena khawatir Banyu akan melihat kehadirannya dan merasa tersinggung, aku sekali lagi meminta maaf tidak bisa menemaninya.
Aku meninggalkan ia bersama sepeda dan sepatu yang menjadi kado untuk Banyu, ia melambaikan tangan sambil tersenyum mencoba mengisyaratkan ia akan baik-baik saja. Sungguh aku sebenarnya tak tega meninggalkannya seperti itu tapi bagaimana lagi. Aku lebih mengenal diriku sendiri, dan aku tidak pernah belajar menutupi semua ekspresi dan kata-kata yang akan aku berikan. Jadi memang lebih baik begini, Millia lebih memiliki rasa empati dan pandai beramah tamah, ia tidak akan membuat orang lain terluka.
Aku menantikan semua detail ceritanya, bagaimana ekspresi Banyu si kaku itu saat diberi hadiah, bagaimana masakan ibunya Banyu, dan masih banyak lagi yang ingin ku ketahui. Namun esoknya aku merasa kebingungan, tiba-tiba Millia memaksa untuk bertukar tempat duduk. Jangankan menceritakan kejadian kemarin, saat Banyu menampakkan dirinya pun ia malah pergi keluar kelas. Sementara bertanya pada Banyu menjadi hal yang sia-sia, dia tidak pernah berkata lebih dari satu kalimat. Tampilannya yang berantakan sudah menjelaskan lagi-lagi terjadi sesuatu dan mungkin kali ini lebih parah.