"Kok gitu? Aku kan pacar kamu," ucap Fauzan.
Entah mengapa Kevin sangat terganggu dengan perkataan Fauzan itu. Namun di sisi lain, ia ingin melihat bagaimana interaksi kedua pasang insan yang ada di hadapannya ini.
Ada Kansa yang bersikukuh dengan argumennya. Dan ada Fauzan yang tidak ingin kalah dari Kansa.
Melihat mereka berdua, hati Kevin bagai teriris oleh sembilu. Sakit. Maka ia memutuskan untuk berjalan memutar untuk keluar dari sekolah. Namun di koridor seberang Kansa dan Fauzan, Kevin masih mendengar mereka beradu argumen. Untuk sementara, rasa gengsi yang ada dalam diri Kevin dibuang jauh-jauh demi rasa penasarannya yang ingin terpenuhi.
Kevin melihat Fauzan mulai mundur teratur dari tempatnya, ia kira itu adalah akhir dari perbincangan Fauzan dan Kansa. Namun itu salah.
Fauzan yang mundur secara teratur itu untuk, mengambil tas Kansa yang berada di kursi koridor, dan tanpa se-ijin si pemilik, Fauzan membawa tas Kansa begitu saja.
"Ishhh." Kansa mendesis kesal. "Ojan, tas gue! Pokoknya gue engga mau balik bareng lo!"
"Kenapa?" tanya Fauzan.
Tanpa menjawab pertanyaan Fauzan, Kansa lebih memilih berjalan mendahului Fauzan.
'Ya kalau engga mau, engga usah dipaksa kali,' batin Kevin yang masih setia menunggu interaksi mereka.
Kevin memilih jalur yang berbeda yang dilalui oleh Fauzan dan Kansa. Namun, entah mengapa Kevin dipertemukan dengan Kansa, tanpa ada Fauzan, baik disisinya, disampingnya, ataupun dibelakangnya.
Kevin mendesis sebal, begitu pula dengan Kansa, yang entah mengapa keduanya merasa tidak suka dipertemukan.
Kevin kira, Kansa akan menyapanya, begitupun apa yang ada dibenak Kansa, ia kira Kevin akan menyapanya, ternyata hanya melewatinya begitu saja.
Kevin semakin kesal dengan Kansa, begitu pula sebaliknya.
'Sebel banget si Kevin,' batin Kansa.
'Sebel banget si Kansa,' batin Kevin.
Tiba-tiba 3 langkah setelah mereka berpapasan begitu saja, Kansa mendapatlan line dari Kevin.
Kevin : Rooftop
Ya. Hanya satu kata, membuat dirinya berpikir macam-macam, Kansa mencoba mengabaikan pesan dari nya.
Kansa berjalan kembali, tiba-tiba baru satu langkah ia lalui, ponselnya bergetar. Kevin memanggil. Meskipun jarah antara Kevin dan Kansa hanya kurang dari 1 meter, yang dengan suara semut berbisikpun akan terdengar.
Tapi, Kansa memutuskan untuk mengangkatnya, hanya menganggkat, tidak bersuara.
"Tempat biasa," sahut Kevin di sebrang sana.
"Lo bisa dengerkan? Tempat biasa, rooftop, sekarang!" ulang Kevin.
"Kansa."
"Kan."
"Sa.
"Lo dengerkan?"
"Hmm," gumam kansa sebagai jawaban.
--------
"Ada apa?" tanya Kansa setibanya di rooftop.
Kevin sepertinya tidak berniat menjawab pertanyaan Kansa, ia hanya memandangi Kansa dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Ada apa Vin?" tanyanya lagi.
Kali ini, yang Kevin lakukan adalah mempersempit jarak antara dirinya dan Kansa
"Vin."
Deg.
Kansa specless, Kevin tiba-tiba memeluknya. Hal ini memang sering Kevin lakukan, tapi kali ini rasanya sungguh asing, tak seperti biasanya, pelukan hangatnya entah mengapa menghilangkan rasa cemas dan gelisahnya.
"Kansa," panggil Kevin.
"Hmm," gumam Kansa.
"Gue kangen," bisiknya pelan, tapi Kansa masih dapat mendengarnya.
"Gue juga, Vin". Andai saja Kansa dapat menggungkapkan isi hatinya.
"Lo berubah." Kevin menatap Kansa dalam. "Lo bukan Kansa gue lagi."
"Gue ngerasa separuh dari diri gue kosong, semenjak lo punya Ojan, lo engga peduli lagi sama gue, bahkan saat gue sakit, lo engga ada disisi gue, lo ngejauh dari gue, gue salah apa, Sa?" ungkap Kevin yang masih betah memeluk Kansa.
Kansa tidak berniat mengelak ucapan Kevin, memang benar dirinya membuat dinding kasat mata antara dirinya dengan Kevin, hal itupun ia lakukan untuk kebaikan dirinya, ditambah lagi, sikap Kevin yang seakan mendukung dengan keputusan Kansa.
"Vin lepas." Kansa berusaha melepaskan pelukan Kevin, tapi sayangnya tenaganya tak sebanding dengan Kevin.
"Sebentar lagi."
Ya. Kansa akhirnya pasrah.
"Lo masih temen gue kan? Lo masih Kansa gue yang dulukan?" tanya Kevin, yang masih betah memeluk Kansa.
"Lepas dulu, baru gue jawab."
Walaupun berat, dengan raut wajah kecewa, akhirnya Kevin melepaskan pelukannya.
"Jawab," dengan wajah memelasnya.
Kansa tersenyum. "Masih kok, gue masih temen lo."
"Tapi lo bukan Kansa gue lagi," ungkap Kevin dengan raut muka yang sangat kacau, matanya memancarkan isi hatinya yang sedang tidak baik itu.
"Apasih Vin, omongan lo kalo orang lain denger bikin ambigu tau." Kansa tertawa pelan.
"Kansa gue serius!"
"Gue juga serius Vin, apanya yang bukan 'Kansa gue lagi'?" tanya Kansa.
"Lo berubah 360°," jawab Kevin hiperbola.
"Engga, Vin. Gue masih tetep Kansa."
"Masih tetep Kansa? Bullshit! Jelas-jelas lo menghindar dari gue!"
"Gue bukan menghindar Vin, jaga jarak."
"Sama aja bego!"
"Beda Vin!"
"Sama!"
"Beda!"
"Sama!!"
"Beda!!"
"Sama!!!"
"Beda!!!"
"Sama!! sama!! sama!!"
"Beda!! Beda!! Beda!!"
Mereka saling berpandangan terjadi kontak mata cukup lama, seperti menyalurkan kerinduan yang mendalam.
"Hahahahaha." entah apa yang lucu, setelah perdebatan merela tertawa lepas bersamaan.
"Intinya gue engga berubah Vin, gue cuma jaga jarak, lo punya Ana, gue punya Ojan, engga enak juga kalo gue sama lo rasa pacar, gue sama Ojan rasa temen, kan galucu, belum lagi apa kata orang?"
Kevin tertawa, membuat Kansa murka seketika dan mencubit pinggang Kevin.
"Kok ketawa sih?"
"Ya gue ngakak aja, seorang Kansa, peduli sama apa kata orang?"
"Vin!!" cubitan yang Kansa berikan ia datangkan bertubi-tubi
"Ampun-ampun"
"Lo sih, rese jadi cowo!"
"Maaf maaf," ucapnya sambil mengacak-ngacak rambut Kansa.
"Kevin!"
"Iya iya, marah-marah mulu sih, kaya Ibu Nia, cepet tua lo nanti"
"Vin! Gue serius, gaenak juga kan sama Ana, lo pacar Ana."
"Iya gue tau, tapi gue nyaman sama lo," ungkap Kevin.
"Terus?" tanya Kansa.
"Kok terus?" Kevin malah balik bertanya.
"Emang lo mengharapkan gue jawab apa?" tanya Kansa, lagi.
"Engga ada sih." Kevin menggaruk lehernya yang tidak gatal.
"Jawaban gue juga nyaman sama lo? Dih, males banget," ucap Kansa.
"Ngeselin lo ya, belum tau rasanya elus sayang dari gue ya?" ucapnya sambil mengelus sayang kepala Kansa dengan kekerasan.
"Kevin sakit!" bentak Kansa.
"Lo sih!" balas Kevin.
"Apa?!" jawab Kansa sewot.
"Gue serius," kata Kevin.
"Serius apa?" tanya Kansa pura-pura tidak tahu.
"Rasa nyaman gue sama lo beda sama rasa nyaman gue ke Ana, gue nyaman sama dia, tapi engga senyaman sama lo," jelas Kevin.
"Najong, kesambet apa lo? Dasar bucin!"
"Sini lo mau gue elus sayang lagi?" Kevin maju mendekati kansa.
Namun Kansa berlari, dan Kevin mengejarnya, begitu lah saling mengejar, saling meneriaki nama satu sama lain. Lalu tetawa bersama, begitu terus hingga tak terasa matahari sudah tergantikan oleh bulan.
Plis next cepet-cepet????????????????
Comment on chapter 06