Ini adalah tahun ketiga bagi Kansa, yang tandanya sebentar lagi dirinya akan mengadakan kelulusan.
Ditahun ini juga dirinya dihampiri rasa dilema akut, ini memang bukan pertama kalinya baginya untuk jatuh cinta, tapi hanya pria ini yang membuat Kansa memendam rasa selama tiga tahun.
"Kansa." Terdengar seseorang memanggil namanya.
Kansa yang sedang menelangkupkan wajahnya di meja, mendongkak kearah sumber suara.
"Apasih?!" jawabnya malas.
"Kerjain pr gue dong," pintanya.
"Engga ah gue males, lo kerjain sendiri aja sana." Kansa mendorong pria yang ada dihadapannya agar tidak berdekatan dengan dirinya.
"Ayolah Kan-Sa, lo kan baik," pintanya dengan manja yang membuat Kansa hampir luluh.
"Kevin stop!" Kansa benar-benar kesal dengan tingkah Kevin yang memainkan rambutnya hingga ikatannya terlepas.
Dialah Kevin, yang selalu di memberi perhatian lebih, yang selalu ucapkan janji dengan kata 'jika suatu saat nanti (kita).....'
hingga selalu berucap jangan pergi, yang selalu memberi minum ketika kehausan, yang selalu mengantar jemput bimbel, yang selalu berteduh bersama ketika kehujanan, yang bahkan rela kedinginan agar Kansa menggunakan mantel kesayangannya, yang selalu memberi coklat dan eskrim jika mood Kansa kurang baik, yang selalu membelikan obat ke apotek, yang selalu mengajak jalan dan makan diluar.
Dialah Kevin yang tahu seluk beluk hidup Kansa, yang tahu bagaimana caranya membuatnya jatuh cinta, dan yang tahu bagaimana caranya membuatnya patah hati.
Orang yang tak pernah absen untuk mengganggu hidup Kansa, selalu minta mengerjakan ini itu, tapi meski begitu Kansa menyukainya, karena Kansa mencintainya.
"Gue bilang, gue males Vin!! Lo bisa engga sih engga usah ganggu gue sehari aja?!"
"Engga bisa!"
Pada akhirnya selalu begini Kansa merebut buku yang dipegang Kevin, dan dikerjakanlah tugas Kevin.
Ya
Kelamahannya ada Kevin, ia tak bisa menolak permintaan seorang Kevin.
Senyuman terhias di bibir Kevin, "nah gitu dong, dari tadi kek, anak baik, makin sayang deh," disertai kecupan singkat dipipinya.
"Kevin!!"
Jantungnya berdegub kencang, walaupun ini hal ini sering Kevin lakukan kepadanya.
-------------------------------------------------------------
Kembali lagi dengan lamunannya, Kansa tahu betul kini ia bukan sebatas menyukai Kevin, tapi rasa ini sudah diluar batas, tapi ia tak mau ambil pusing, "Nanti juga ilang, paling cuma sesaat," kalimat yang selalu Kansa gumamkan.
"Kansa."
"Kansa cantik."
"Kansanya gue."
"Kansa sayang."
"Kans-"
"Apaan Kansa Kansa Kansa, berisik lu," cibirnya memotong ucapan Kevin.
"Pr gue, udah bereskan?"
Yang ditanya hanya menyerahkan buku bersampul coklat tersebut.
"Kansa, gue kan udah bilang, tulisannya dijelekin!" protesnya.
"Ini tuh udah dijelek-jelekin Vin, udah syukur gue kerjain," jawab Kansa kesal.
"Tapi ini tuh masih bagus Kansa," ucapnya tak terima.
"Tulisan lo aja yang kejelekan, makanya tulisan tuh yang bagus, yang rapih, lah lo tulisan kek ceker ayam gitu," jawab Kansa.
"Ceritanya lo lagi ngehina gue gitu?"
"Ya engga, emang fakta kan Vin."
Kevin diam, menyandarkan tangannya ke meja Kansa.
"Vin."
"Kevin."
Sang pemilik nama masih diam tak menyahut.
"Kevin marah ya?" seraya melihat wajah Kevin. Kevin memalingkan wajahnya kearah lain.
"Kevin maaf."
"Serius gue engga maksud ngehina lo, tapi itu emang fakta Vin," ucap Kansa.
"Eh, engga-engga, tulisan lo bagus, jadi kalo jadi dokter tulisan lo udah cocok," ralat Kansa.
'Tau rasa lo, gue diemin"
Kevin masih diam.
"Vin maaf, Kevin, ayo jan diemin gue kaya gini," seraya menggoyah-goyahkan tubuh Kevin.
"Yaudah satu syarat," akhirnya Kevin membuka suara.
"Apa?"
"Pakein gue dasi, nih."
"Itu doang?" Kansa menyeritkan alisnya.
"Engga mau? Yaudah," ucapnya memalingkan wajah.
"Mau kok, sini-sini."
Kansa mendekatkan dirinya pada Kevin, lalu dengan sedikit jingjit Kansa memasangkan dasi pada Kevin.
'Jantung gue mau copot.'
"Kansa."
Panggilan yang membuatnya secara otomatis membuatnya menanggahkan wajahnya kearah Kevin, yang membuat mereka saling bertatapan dengan jarak dekat.
"Euh- apa Vin," Kansa mencoba mengusir kegugupan dalam dirinya.
"Gue udah gantengkan?"
'Selalu ganteng malah, apalagi kalo lagi keringetan abis olahraga'
"Udah kok."
Setelah selesai memasangkan dasi, jarak antara mereka sudah tidak terlalu dekat.
"Kevin pacar lo nyariin tuh!" panggil salah seorang siswa.
"Thank you!" ucap Kevin sambil berlari kearah Ana yang notabennya adalah kekasih Kevin.
"Huft," Kansa menghelakan nafas.
Entah untuk apa Kevin yang kadang merlakukanku manis dan lembut? Mungkin untuk melihatkan kepada semesta tutorial pertemanan yang baik dan benar.
Kevin ini bisa bisanya membuat perempuan merasa di sayang di lindungi dan merasa dijaga, tapi hanya dianggap teman aja. Kau ucap jangan pergi dan sekarang kau yang pergi.
Sangat lucu bukan?
Melihat Kevin merengkuh, memeluk pacarnya dan bercanda tawa ria bersamanya, membuat hati Kansa sedikit teriris.
Sakit memang, tapi sudah kuterima, toh aku yang salah karena tak mampu ungkapkan rasa ini.
-------------------------------------------------------------
Sudah hampir larut senja, matahari saja sudah hilang, yang sesaat lagi akan digantikan oleh bulan, tapi Kansa masih asik berkutat di loby sekolah dengan novel fantasinya.
"Kansa," panggil seseorang yamg membuatnya menoleh.
"Ojan? Ngapain jam segini belum pulang keasrama?"
"Lo yang ngapain masih disini? Sekolah hampir kosong, lo masih disini?" tanyanya balik bertanya.
"Males jalan, lo tau kan jalan yang biasa kita lewatin buat keasrama itu lagi diaspal, yang bikin kita harus jalan muter jauh, mana sempit, banyak genangan air lagi, jadi gue males, nanti aja nunggu orang-orang gada gue mau lewat jalan aspal diem-diem," jelas Kansa panjang lebar.
"Oh."
"Lo ngapain disini jan?"
"Basket."
"Oh."
"Yaudah yuk pulang," ajaknya.
"Males Fauzan!"
"Yudah gue gendong mau?" tawarnya.
"Mau."
Fauzan berjongkong didepan Kansa, "ayo naik."
Kansa kira, Fauzan hanya bercanda saja, "gila aja lo, gue digendong nyampe asrama, mana lo abis basket lagi, yang ada nanti lo mati."
"Engga apa-apa kalo matinya demi kamu."
"Fauzan!"
"Serius gue gak bohong, ayo naik."
Akhirnya Kansa berada dalam gendongan Fauzan, "Jan, gue berat loh, emang lo kuat?"
"Ngeremehin gue lo?" tanyanya sambil menatap Kansa.
"Engga gitu, cuma-"
"Aduh-aduh," potong Fauzan.
"Jan lo kenapa? Tuhkan udah gue bilang, gue berat, udah turunin gue Ojan," seraya menepuk-nepuk pundak Fauzan.
"Bukan itu, gue kecekik."
"Oh, maaf-maaf, enggak sengaja."
Fauzan hanya terkekeh melihat tingkah Kansa.
*
"Kansa," panggil seseorang sambil menepuk pundak Kansa.
Ia menoleh kesamping. "Jan?"
"Kalian ngapain masih disini?" tanya Kevin yang sedikit kebingungan.
"Kansa kenapa? Sakit, kok lo gendong Jan?" Kevin khawatir.
"Engga kok gue sehat-sehat aja," jawab Kansa.
"Kansa, gue kira lo udah di asrama," ujar Ana yang berada dalam gendongan Kevin.
"Belum," jawabnya singkat.
"Bener lo engga apa-apa?" Kevin mengulang pertanyaannya untuk memastikan, pasalnya Kevin jarang sekali melihat Kansa sedekat ini dengan pria.
"Lo juga kenapa gendong Ana?" Fauzan balik bertanya.
"Lagi mau manja-manja aja sama pacar," jawab Ana.
Lagi-mau-manja-manja-sama-pacar.
Wajarkan? Toh mereka memang pacaran?
"Kansa, tapi gue jarang banget liat lo deket sama cowo, apalagi sedeket ini pake gendong-gendongan lagi."
"Apa jangan-jangan kalian jadian diem-diem?" tuding Ana
Plis next cepet-cepet????????????????
Comment on chapter 06