Read More >>"> Forbidden Love (Bab 4) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Forbidden Love
MENU
About Us  

...

Sekitar sekitar pukul 11, Okta memutuskan keluar kamar. Turun dari lantai 2 ia menuju ruang tamu. Okta memundurkan  langkah saat dilihatnya Anita dan Ezra duduk berduaan di tepi kolam renang yang berada disamping rumah. Lokasi kolam renang memang sejajar dengan ruang tamu.  Niatnya yang ingin meminta Anita untuk mengajarinya cara membuat kue ia urungkan. Kembali ke ruang tamu, Okta memilih menyibukkan diri dengan menonton tv. Sengaja ia menyetel volume tv sepelan mungkin, agar tak mengganggu Anita dan Ezra yang sedang berduaan.  Okta jadi  tahu apa alasan Ezra tak pergi bekerja hari ini. Mereka ingin berduaan.

Selagi menonton, otak Okta melanglang buana. Ia sedang memikirkan apa kira-kira yang pasangan suami istri itu bicarakan. Penasaran, tentu saja. Okta pun mulai menerka-nerka sendiri sembari mengutak-atik remote

Anita dan Ezra masuk ke rumah 2 jam kemudian. Anita menoleh pada Ezra. Mereka mendapati Okta tertidur di sofa ruang tamu dengan tv yang masih menyala.

“Kenapa Okta tidur disini?” tanya Anita sembari mendekat pada Okta.  Anita mengerjap cepat setelah memuji dalam hati. “dia pulas sekali. Biarkan saja dia tidur dulu disini” Anita bergegas pergi.

Setelah Anita pergi, Ezra malah menduduk dirinya di sofa lain. Ia mengambil remote dan mulai mengganti-ganti siaran. Tak ada yang ingin Ezra tonton, ia hanya ingin terus di ruang tamu. Dia tidak bodoh. Mana mungkin Okta ditinggalkannya sendirian disini. Gadis itu tidur di sofa sempit. Bagaimana jika nanti Okta jatuh? Ia tak mau mengambil resiko, meski mungkin saja ia dianggap tak sopan nantinya.

Dikamarnya, Anita tampak gusar. Ia memilih berbaring di ranjangnya dan mencoba tidur. Anita kembali mengingat wajah Okta dan membuatnya semakin tak tenang. Anita kemudian mengambil ponselnya dan membuat panggilan. Anita membuat janji temu dengan orang yang ia hubungi tadi. Minggu depan, pukul 10 pagi.

Menatap setiap sudut kamarnya dengan tidak tak focus, Anita bergumam sendiri.

 

Sore harinya, Anita mengajak Okta mengobrol di teras belakang. Ada dua kursi yang terbuat dari rotan beserta mejanya dan sebuah ayunan disana. Anita duduk di salah satu bangku dan Okta memilih menaiki ayunan

“Okta, tak berniat melakukan sesuatu?”

Okta menatap Anita bingung. Sembari duduk bersila di ayunannya, ia bertanya, “misalnya?” Okta lupa semuanya, bahkan kemampuan juga pendidikan terakhir yang ia enyam. Mungkin bertanya pada Anita bisa membantunya

“Bekerja di kantor Ezra? Membantu aku mengelola salonku? Atau ada sesuatu yang ingin kau lakukan? Aku bosan melihatmu hanya di rumah dan membaca semua buku-bukumu itu,” kata Anita sambil tersenyum mengejek

“Oh, kau sudah bosan melihatku di rumahmu?” balas Okta

“Tidak sayang, aku hanya ingin kau melakukan sesuatu yang kau suka.” Anita mengelus rambut Okta sayang

Okta tampak berpikir. Sebenarnya ia sudah punya rencana untuk dirinya. Ia juga sadar tak mungkin menumpang selamanya di rumah Anita. “aku ingin bekerja di toko buku yang kemarin kita kunjungi” Okta mungkin lupa semuanya, tapi ada satu hal yang membuatnya merasa tak sepenuhnya amnesia. Buku. Beberapa bulan tinggal di rumah Anita membuatnya punya banyak waktu untuk membaca. Seiring berjalannya waktu, ada keinginan dalam hati Okta untuk membaca bukunya sendiri. Okta ingin jadi penulis.

“Kau harusnya memintaku membelikanmu komputer baru atau laptop. Kenapa malah ingin kerja di toko buku?”

“Suatu hari aku juga harus pergi dari rumahmu. Gaji bekerja di toko buku akan kugunakan untuk membiayai hidupku. Dan menulis bisa aku lakukan setelah pulang kerja,” dengan tersenyum senang Okta memberitahu idenya pada Anita

Anita ikut tersenyum saat melihat Okta tersenyum. Awalnya ia tak ingin membiarkan Okta bekerja, tapi melihat binar mata Okta tadi, ia luluh. Apapun asal Okta senang dan bisa tersenyum seperti sekarang. Siapa yang bisa menduga, rasa simpati Anita sudah sampai sejauh ini.

“Oh, nona penulis ini sudah merencanakan segalanya rupanya” ejek Anita lagi. “satu tahun lagi. Kau boleh mulai bekerja di toko buku itu kapanpun, tapi pindah dari rumahku harus kau lakukan 1 tahun lagi. Aku harus memastikan kau punya tabungan yang cukup.”

Okta menatap Anita dan matanya mulai berkaca-kaca. Tak ia sangka ia punya teman sebaik dan setulus Anita. “Terima kasih, Anita.” Okta menghapus air mata yang sedang jatuh di pipinya

Anita tak suka sesuatu yang rumit. Ia benci pelajaran matematika sejak dulu. Ia tak suka makanan  manis. Ia juga tak suka Ezra yang selalu egois. Hari ini Anita menambahkan satu hal lagi ke daftar hal-hal yang tidak ia sukai. Okta yang menangis. Ia tak suka itu.

“Jangan menangis, Okta. Aku tak suka.” Anita membawa Okta dalam pelukannya. Ia menepuk punggung Okta pelan. “Jangan menangis, Okta.”

 

Keesokan harinya Ezra yang pulang lumayan cepat mendapati Anita baru keluar dari kamar mereka dengan sebuah handuk ditangan. Pertanyaan pertama yang ia ajukan adalah dimana Okta. Biasanya dimana ada Anita, disana pasti ada Okta.

“Tadi bersamaku, dia bilang dia mau berenang,” kata Anita sambil menunjukkan handuk yang ia pegang. Ia hendak menyusul Okta yang mungkin saja sudah berenang duluan.

Ezra mematung ditempatnya. Nafasnya mendadak sesak mendengar kalimat Anita. Berenang kata Anita? Okta tak bisa berenang. Dengan berlari Ezra pun segera menuju kolam renangnya.

Melihat Ezra berlari, Anita pun ikut berlari

“Sial….” desis Ezra sebelum melompat ke kolam. Ia berenang menuju Okta yang sedang memukul-mukul air. Gadis itu tenggelam dan kehabisan nafas.

Ezra memeluk Okta erat. Tangan gadis itu lingkarkan di lehernya, agar kepala Okta bisa bersandar di bahunya dan gadis itu bisa bernafas. “Bodoh”

Sampai di atas kolam, Ezra membaringkan Okta yang sudah tak sadar. Ezra meletakkan jarinya di hidung Okta, memastikan gadis itu masih bernafas. Sayang, Okta tak lagi bernafas. Dengan cepat Ezra pun melakukan CPR dan memberikan nafas buatan pada Okta.

Sepuluh kali tekanan pada dada Okta, gadis itu pun kembali bernafas. Ia terbatuk dan mengeluarkan air kolam yang tadi sempat ia telan. Ezra langsung terduduk di depan Okta. Nafasnya memburu dan sungguh untuk pertama kalinya ia merasakan apa itu takut.

Anita langsung membantu Okta duduk lalu menyelimutinya dengan handuk yang tadi ia bawa. Anita juga terlihat sangat khawatir.

“Kau baik-baik saja, Okta?” tanya Anita

“Kita ke rumah sakit sekarang.” Ezra berdiri dengan susah payah. Pakaiannya yang basah terasa sangat berat.

“Ti-tidak perlu. Aku baik-baik sa-”

“KITA KE RUMAH SAKIT SEKARANG !” Ezra berteriak hingga wajahnya  memerah.

Okta dan Anita sama-sama terkejut. Ini untuk kali pertama mereka melihat Ezra sangat marah. Bahkan Anita yang sudah jadi istri Ezra selama 2 tahun, baru kali ini melihat Ezra semurka sekarang.

“Jangan mendebatku, ganti bajumu dan kita ke rumah sakit sekarang….” Sadar sudah membuat Okta takut, Ezra memelankan suaranya. Dengan langkah gontai ia berjalan meninggalkan kolam renang

 

Untungnya tak ada yang serius dengan kondisi Okta. Jadi gadis itu tak perlu mendapat perawatan yang berlebihan, hanya beberapa resep obat dan vitamin.

“Tunggu aku disini, aku akan mengambil obatmu dulu.” Anita pergi untuk mengambil obat Okta, dan meninggalkan Okta juga Ezra di ruang tunggu.

Setelah Anita pergi, Okta terus mencuri pandang pada Ezra yang duduk disebelahnya. Wajah pria itu kaku dan rambutnya masih basah. Ezra bahkan tak mengganti pakaiannya tadi. Okta kemudian menatap handuk kecil di tangannya. “Ezra, keringkan rambutmu dulu.”

Awalnya Ezra ingin mendiamkan Okta. Tapi mendengar namanya disebut, sisi dari dirinya yang bodoh itu muncul lagi. Ezra kemudian menatap Okta lekat. “Kau benar-benar tidak ingat jika kau itu tidak bisa berenang? Kau mau aku mati tadi ?” tanyanya dengan suara pelan

Okta heran, Anita tak melarangnya atau memberitahunya bahwa ia tak bisa berenang tadi. Lantas kenapa Ezra bicara seperti itu? jika benar ia tak bisa berenang, kenapa yang tahu hal itu Ezra dan bukannya Anita?

“Aku tidak bisa berenang?” tanya Okta

Ezra membuang wajahnya. Bodoh. Ia baru saja membuka kedoknya sendiri.

Tak lama Anita pun datang. Ia segera mendapat pertanyaan dari Okta.  Pertanyaan yang sama yang juga Okta tanyakan pada Ezra. “Apa?” Anita mencoba membuang waktu. Ia perlu berpikir. Pasti sudah terjadi sesuatu yang salah disini. Ia berkedip cepat dan menoleh pada Ezra

“Ezra bilang aku tidak bisa berenang, itu benar Anita?”

 

Tags: twm18 romance

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Madesy

    ceritanya bagus.. bacanya gak bisa berenti, harus tuntas.. Promote kak..

    Comment on chapter Bab 14
Similar Tags
Werewolf Game
472      347     2     
Mystery
Saling menuduh, mencurigai, dan membunuh. Semua itu bisa terjadi di Werewolf Game. Setiap orang punya peran yang harus disembunyikan. Memang seru, tapi, apa jadinya jika permainan ini menjadi nyata? Cassie, Callahan, dan 197 orang lainnya terjebak di dalam permainan itu dan tidak ada jalan keluar selain menemukan Werewolf dan Serial Killer yang asli. Bukan hanya itu, permainan ini juga menguak k...
IDENTITAS
668      451     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
Dibawah Langit Senja
1419      853     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.
in Silence
421      293     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
TRIANGLE
308      196     1     
Romance
Semua berawal dari rasa dendam yang menyebabkan cella ingin menjadi pacarnya. Rasa muak dengan semua kata-katanya. Rasa penasaran dengan seseorang yang bernama Jordan Alexandria. "Apakah sesuatu yang berawal karena paksaan akan berakhir dengan sebuah kekecewaan? Bisakah sella membuatnya menjadi sebuah kebahagiaan?" - Marcella Lintang Aureliantika T R I A N G L E a s t o r ...
Premium
RESTART [21+]
5848      2443     22     
Romance
Pahit dan getir yang kurasa selama proses merelakan telah membentuk diriku yang sekarang. Jangan pernah lagi mengusik apa yang ada di dalam sini. Jika memang harus memperhatikan, berdirilah dari kejauhan. Terima kasih atas semua kenangan. Kini biarkan aku maju ke depan.
Reminisensi Senja Milik Aziza
799      414     1     
Romance
Ketika cinta yang diharapkan Aziza datang menyapa, ternyata bukan hanya bahagia saja yang mengiringinya. Melainkan ada sedih di baliknya, air mata di sela tawanya. Lantas, berada di antara dua rasa itu, akankah Aziza bertahan menikmati cintanya di penghujung senja? Atau memutuskan untuk mencari cinta di senja yang lainnya?
Haruskah Ku Mati
33853      5329     65     
Romance
Ini adalah kisah nyata perjalanan cintaku. Sejak kecil aku mengenal lelaki itu. Nama lelaki itu Aim. Tubuhnya tinggi, kurus, kulitnya putih dan wajahnya tampan. Dia sudah menjadi temanku sejak kecil. Diam-diam ternyata dia menyukaiku. Berawal dari cinta masa kecil yang terbawa sampai kami dewasa. Lelaki yang awalnya terlihat pendiam, kaku, gak punya banyak teman, dan cuek. Ternyata seiring berjal...
Panggil Namaku!
7779      2055     4     
Action
"Aku tahu sebenarnya dari lubuk hatimu yang paling dalam kau ingin sekali memanggil namaku!" "T-Tapi...jika aku memanggil namamu, kau akan mati..." balas Tia suaranya bergetar hebat. "Kalau begitu aku akan menyumpahimu. Jika kau tidak memanggil namaku dalam waktu 3 detik, aku akan mati!" "Apa?!" "Hoo~ Jadi, 3 detik ya?" gumam Aoba sena...
Looking for J ( L) O ( V )( E) B
2062      838     5     
Romance
Ketika Takdir membawamu kembali pada Cinta yang lalu, pada cinta pertamamu, yang sangat kau harapkan sebelumnya tapi disaat yang bersamaan pula, kamu merasa waktu pertemuan itu tidak tepat buatmu. Kamu merasa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dari dirimu. Sementara Dia,orang yang kamu harapkan, telah jauh lebih baik di depanmu, apakah kamu harus merasa bahagia atau tidak, akan Takdir yang da...