Loading...
Logo TinLit
Read Story - Forbidden Love
MENU
About Us  

...

Tiga hari waktu yang Ezra perlukan untuk menyimpulkan semua data yang suruhannya dapatkan. Anita memanglah dalang dibalik menghilangnya Okta. Istrinya itu entah karena motif apa menyekap Okta di sebuah rumah di  pinggir kota.

Dengan bantuan dari kepolisian, Ezra pun menyergap rumah itu. Selain polisi, ia juga datang bersama Alex. Perjalanan sekitar 1 jam dari pusat kota, rombongan Ezra pun tiba di sana. Mereka masuk dan memeriksa semua ruangan yang ada di rumah itu.

Mereka menemukan Okta. Terbaring tak berdaya di atas kasur di kamar di lantai 2. Saat akan menghampiri Okta, tiba-tiba saja Anita keluar dari kamar mandi di kamar itu. Dengan sigap ia menerjang Okta dan mengeluarkan sebuah pistol dari sakunya. Anita menjadikan Okta yang lemah sebagai tawanannya agar bisa kabur.

“Jangan mendekat, atau kutembak dia,” ancam Anita pada Ezra dan juga polisi di sana

“Kau sudah gila, Anita? Apa arti semua ini?” Ezra bicara dengan urat leher yang terlihat. Sungguh, jika saja Okta tak ada di tangan Anita, sudah ia pukul Anita.

“Ini semua salahmu. Jika kau tak membawa Okta ke rumah, aku tak akan seperti ini!!” Anita berjalan mundur menuju tangga.

“Apa maksudmu?” Ezra berusaha mengalihkan perhatian Anita

“Jika kau tak membawa Okta dan memperkenalkannya padaku, aku tak akan jatuh cinta padanya!!”

Semua mata terbelalak. Hal seperti ini masihlah sangat tabu.

“Ka-kau menyukai Ok-“ Ezra tak bisa meneruskan ucapannya. Ia terkejut luar biasa.

“Karena itu, kalau Okta tak bisa bersamaku, dia lebih baik tak bersama siapapun,”

“Anita, jangan lakukan ini. Kau bisa masuk penjara.” Dengan sisa-sia kesadarannya, Okta masih sempat mengingatkan Anita. Okta benar-benar merasa seluruh tubuhnya lemas. Ia sudah tak makan dan minum selama 3 hari penuh. Jelas saja ia tak baik-baik saja.

Anita terus menuruni tangga, dan saat merasa sudah aman, ia melepaskan Okta hingga gadis itu terjatuh. Anita berlari, sementara tubuh  Okta berguling menuruni tangga dan akhirnya berhenti karena membentur lantai dasar.

Saat Ezra tiba di sana, ia langsung berteriak memanggil-manggil nama Okta. Sayang, gadis itu tak lagi membuka matanya.

“Cepat bawa Okta ke rumah sakit!” teriak Alex sembari berlari untuk menyiapkan mobil.

 

Satu jam menunggu di luar, sang dokter yang menangani Okta pun memperbolehkan Ezra dan Alex masuk. Dan saat dua orang itu masuk, ternyata Okta sudah sadar.

“Kau baik? Ada yang sakit?” Ezra bertanya sembari duduk di pinggir ranjang Okta.

Tak bisa berucap apapun, Okta langsung memeluk Ezra. Entahlah, keadaannya sekarang membuat Okta jadi lebih sensitif. Okta merasa lega luar biasa setelah mendengar ucapan dokter  “Sebentar, Ezra. Sebentar saja,” katanya memohon. Okta menyembunyikan wajahnya di leher Ezra dan merasa nyaman dengan cepat.

Ezra tersenyum, “Jangan takut. Aku disini dan tak akan pergi.” Ezra mengelus lengan Okta.

Alex membuang wajahnya. Sungguh menyedihkan saat melihat orang kau cintai malah sangat membutuhkan orang lain. Tanpa membuat suara, ia pun pergi dari ruangan itu.

“Tidurlah, Okta. Jangan khwatir,” ucap Ezra lagi

Perlahan rasa kantuk Okta muncul. Ia menurut pada matanya yang berat dan pelan-pelan mulai terlelap. Sebelum ia benar-benar tidur, gadis itu berucap pelan pada Ezra, “Masih saja sama. Seperti rumah.”

Ezra menegang dan perlahan menarik dirinya dari Okta. Ia merasa pernah mendengar kalimat tadi. Di mobilnya, 5 tahun yang lalu. Saat itu ia dan Okta baru saja pulang dari acara menjenguk teman mereka yang sakit. Ezra mengantar Okta pulang dan dalam perjalanan mereka pun mengobrol.

“Kalau kau, Ezra, hal apa yang paling kau inginkan di dunia ini?” tanya Okta

“Aku? Aku ingin punya anak dari gadis yang cintai dan nikahi nantinya. “Kalau kau?” Ezra balik bertanya

“Aku ingin menikahi pria yang pelukannya senyaman  rumah.” Okta tersenyum penuh harap.

Ezra tak mungkin salah mengingat. Itu memang ucapan yang Okta lontarkan. Dan baru saja, gadis itu juga menyuarakan hal yang sama. Ini hanya kebetulan atau memang ada sesuatu yang tidak Ezra ketahui?

.

.

Bangun pagi hari ini, Okta langsung mendapati wajah Ezra di sampingnya. Laki-laki itu tidur dengan berbantalkan lengannya sendiri.

“Ezra.” Okta membangunkan Ezra dengan menyisir helaian  rambut laki-laki itu. “Bangun, jangan tidur di sini.” Okta tersenyum.

Tepat saat itu, Ezra pun membuka mata. Suatu pemandangan yang indah bisa melihat senyuman Okta saat membuka mata. Tanpa berlama-lama, Ezra langsung mengecup bibir Okta sekilas. “Selamat pagi,” katanya dengan suara serak.

Okta berkedip cepat. Serangan yang benar-benar tak pernah ia duga. Seketika wajahnya memerah, dan ia langsung menutupinya dengan selimut. Ezra terkekeh dan melangkah menuju kamar mandi.

Setelah dari kamar mandi, Ezra keluar dari kamar itu sebentar, lalu masuk lagi. Ia habis meminta perawat untuk segera mengantar sarapan Okta. Dan tak lama setelah itu, makanan Okta pun datang. Menatap makanannya dengan tak berselera, Okta menggeleng pada Ezra.

“Aku tidak mau mendengar penolakan. Makan.” Perintah Ezra tegas

“Ezra, itu tidak enak. Aku pasti akan muntah jika memakannya. Bukannya sembuh, aku malah akan bertambah sakit.” Okta menjauhkan mangkuk bubur dari dekat wajahnya. “Ezra,” katanya lagi dengan wajah memelas.

Ezra mengernyit. Jarang-jarang Okta memperdengarkan nada manja semacam ini. “Kau mau makan apa?” tanyanya menyerah

“Nasi goreng…buatanmu.” Okta tersenyum lebar dan mengguncang-guncang lengan Ezra.

Ezra menganga. Nasi goreng di pagi hari untuk orang sakit dan harus dimasak dimana? “Ini rumah sakit, Okta. Aku harus masak nasi goreng di mana?” Ezra berteriak tertahan.

“Tentu saja di dapur rumah sakit. Cepatlah, Ezra. Aku lapar.” Okta duduk dan menurunkan kedua kakinya.

“Kau mau apa?” Ezra mencegah gadis itu turun.

“Ayo buat nasi goreng.” Okta turun dari ranjangnya, dan segera menyeret Ezra ke dapur rumah sakit.

Memasuki dapur rumah sakit tentu saja tak semudah itu. Ezra harus mengerahkan semua latar belakang dan koneksinya untuk bisa menggunakan panci di sana. Dengan sesekali menggerutu, ia pun mulai memasak nasi gorengnya. Tak lupa ia memelototi semua koki juga beberapa perawat yang ada di sana.

Sementara Ezra memasak, Okta yang duduk agak jauh dari Ezra terus menatapnya dan tersenyum.

“Berhenti tersenyum, Okta. Kau kira aku ini tontonan?” Ezra mengiris bawang

“Jangan menggerutu, kau bertambah seksi,” goda Okta dan langsung saja mendapat reaksi dari orang-orang disana ; mereka tersenyum dan memalingkan wajah.

Ezra menghentikan gerakan tangannya dan menoleh pada Okta. “Apa?” tanyanya

“Cepat masak, aku lapar.”

Tiga puluh menit kemudian, sepiring nasi goreng pun muncul di depan Okta. Tak sabar ingin mamakannya, gadis itu meminta Ezra menggendongnya ke kamar. Menerima permintaan aneh dalan satu hari, Ezra benar-benar tak mengerti.

“Tolong bawakan nasi goreng ini,” katanya pada seorang perawat, lalu menggendong Okta. “Setelah ini apa lagi yang kau inginkan?” ucapnya tepat di depan wajah Okta.

“Cepatlah, Ezra. Aku lapar.” Okta menggerak-gerakkan kakinya

“Iya-iya.”

Hari itu, Okta benar-benar mengingat rasa nasi goreng buatan Ezra. Bukan hanya itu, ia juga merekam baik-baik ekspresi kesal yang laki-laki itu tunjukkan karena semua permintaan anehnya. Okta akan segera pergi dan ia harus bwa amunisi yang banyak.

Menjelang malam, saat Okta hampir tertidur, gadis itu meminta hal aneh lagi dari Ezra. “Boleh taruh tanganmu di kepalaku?”

Tanpa menolak, Ezra melakukannya. Tapi ia tak hanya menaruh tangannya di sana, ia juga mengelus kepala gadis itu hingga dilihatnya Okta terpejam.

“Ezra, boleh minta sesuatu lagi?”

“Apalagi?”

“Jangan menyesali apapun.” Okta membuka mata dan tersenyum tulus pada Ezra.

“Baiklah. Terserahmu saja,” balas Ezra.

 

Karena kejadian di rumah  sakit, Ezra menggantung harapannya setinggi langit. Ia kira semuanya akan jadi baik. Ia akan segera menceraikan Anita dan bisa bersama dengan Okta. Tapi ternyata tak demikian.

Seminggu setelah Okta pulang dari rumah sakit, gadis itu menghilang lagi. Tentu saja kali ini bukan karena ulah Anita, karena wanita itu sedang dikurung dalam penjara. Dan Ezra yakin gadis itu tidak diculik, karena saat akan pergi Okta berpamitan padanya.

Ezra sudah mencegah kepergian Okta untuk kesekian kalinya, tapi Okta tetap pergi. Untuk kesekian kalinya juga, Ezra kehilangan Okta.

Okta pindah rumah lagi. Dengan bantuan terakhir dari Alex, Okta mendiami sebuah rumah di kota yang berbeda dengan Ezra. Okta tak sendirian di sana. Alex juga sudah mempekerjakan seorang asisten rumah tangga di rumah itu.

Di rumah itu, Okta mengabulkan keinginan Ezra. Meski ia tahu hal itu akan membahayakan dirinya sendiri, Okta tetap melakukannya. Tak bisa bersama dengan Ezra, setidaknya Okta bisa memberikan hadiah untuk pria itu.

Karena meski Anita dan Ezra akan berpisah, ia tak akan sampai hati mengambil pilihan bersama dengan Ezra. Ia benar-benar menganggap Anita sebagai temannya. Mungkin, memang Anitalah yang ditakdirkan untuk Ezra. Bukan dirinya.

Tags: twm18 romance

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Madesy

    ceritanya bagus.. bacanya gak bisa berenti, harus tuntas.. Promote kak..

    Comment on chapter Bab 14
Similar Tags
Finding Home
1988      938     1     
Fantasy
Bercerita tentang seorang petualang bernama Lost yang tidak memiliki rumah maupun ingatan tentang rumahnya. Ia menjelajahi seluruh dunia untuk mencari rumahnya. Bersama dengan rekan petualangannya, Helix si kucing cerdik dan Reina seorang putri yang menghilang, mereka berkelana ke berbagai tempat menakjubkan untuk menemukan rumah bagi Lost
G E V A N C I A
1061      596     0     
Romance
G E V A N C I A - You're the Trouble-maker , i'll get it done - Gevancia Rosiebell - Hidupnya kacau setelah ibunya pergi dari rumah dan ayahnya membencinya. Sejak itu berusaha untuk mengandalkan dirinya sendiri. Sangat tertutup dan memberi garis keras siapapun yang berniat masuk ke wilayah pribadinya. Sampai seorang cowok badboy selengean dengan pesona segudang tapi tukang paksa m...
Untuk Reina
25239      3871     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?
Reminisensi Senja Milik Aziza
874      465     1     
Romance
Ketika cinta yang diharapkan Aziza datang menyapa, ternyata bukan hanya bahagia saja yang mengiringinya. Melainkan ada sedih di baliknya, air mata di sela tawanya. Lantas, berada di antara dua rasa itu, akankah Aziza bertahan menikmati cintanya di penghujung senja? Atau memutuskan untuk mencari cinta di senja yang lainnya?
Frekuensi Cinta
288      241     0     
Romance
Sejak awal mengenalnya, cinta adalah perjuangan yang pelik untuk mencapai keselarasan. Bukan hanya satu hati, tapi dua hati. Yang harus memiliki frekuensi getaran sama besar dan tentu membutuhkan waktu yang lama. Frekuensi cinta itu hadir, bergelombang naik-turun begitu lama, se-lama kisahku yang tak pernah ku andai-andai sebelumnya, sejak pertama jumpa dengannya.
Kisah Alya
304      224     0     
Romance
Cinta itu ada. Cinta itu rasa. Di antara kita semua, pasti pernah jatuh cinta. Mencintai tak berarti romansa dalam pernikahan semata. Mencintai juga berarti kasih sayang pada orang tua, saudara, guru, bahkan sahabat. Adalah Alya, yang mencintai sahabatnya, Tya, karena Allah. Meski Tya tampak belum menerima akan perasaannya itu, juga konflik yang membuat mereka renggang. Sebab di dunia sekaran...
My Sunset
7193      1565     3     
Romance
You are my sunset.
A Story
295      236     2     
Romance
Ini hanyalah sebuah kisah klise. Kisah sahabat yang salah satunya cinta. Kisah Fania dan sahabatnya Delka. Fania suka Delka. Delka hanya menganggap Fania sahabat. Entah apa ending dari kisah mereka. Akankah berakhir bahagia? Atau bahkan lebih menyakitkan?
Tentang Kita
1911      813     1     
Romance
Semula aku tak akan perna menduga bermimpi pun tidak jika aku akan bertunangan dengan Ari dika peratama sang artis terkenal yang kini wara-wiri di layar kaca.
SATU FRASA
15434      3268     8     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...