“Iya, sebentar lagi aku sampai. Hanya tinggal beberapa langkah saja, kau tidak perlu khawatir.”
“Beberapa langkah apanya? Aku yakin kau menjawab telponku sambil mengemudi! Cepat kembali atau ku cabut perpanjangan kontrakmu tempo hari!”
Lelaki itu meringis, ia bahkan menjauhkan ponselnya selama beberapa detik. “Itu tidak adil! Seharusnya kau membiarkanku berlibur dengan baik, Hyung,” protesnya dengan nada merengek. Yah… ia tidak bisa terima. Nyaris tiga bulan ia tidak pulang ke kampung halamannya. Untuk seorang actor pendatang baru bukankah itu keterlaluan? Dia hanya ingin berlibur layaknya manusia biasa.
“Lagipula drama yang ku bintangi tempo hari juga laku keras kan? Ratingnya menjapai 12% di episode terakhir,” timpalnya lagi penuh kekesalan.
“Ya, aku tahu. Tapi kau bisa mengajukan permohonan dulu padaku, bukannya malah kabur! Seperti masih Trainee saja kau ini!”
Lagi-lagi lelaki itu terkekeh kecil, menggoda managernya seperti ini memang sudah menjadi hobby. Setelah Boybandnya disband, hanya ada hyung manager yang bisa ia jahili. Namun saat dunianya asik menyesap berbagai cercaan dari suara telpon, tiba-tiba seorang gadis berlari melawan mobilnya yang melaju santai.
Ia terkejut, ponsel yang sejak tadi berada di telinganya pun jatuh. Wajahnya membeku, bola matanya menatap lekat tubuh rapuh yang kini bersimpuh. Dengan segujur tubuh gemetar, lelaki itu turun, melupakan masker dan topinya yang harus ia kenakan kemanapun.
Gadis itu bersimah darah. Tergeletak pasrah menyatu dengan aspal. Ong Seong Woo terdiam dan seketika ia sadar bahwa dirinya dalam masalah besar. ‘Hyung, aku tamat,’ begitu bisiknya.
***