Setelah jadwal Ong Seong Woo diblokade oleh agency, Jung Jae Min dinobatkan sebagai lelaki paling sibuk di bumi. Ia mendapat titah langsung dari direktur Baek untuk menyelesaikan permasalahan Ong Seong Woo secepatnya. Tidak peduli Robin Group atau sejenisnya, yang jelas Jung Jae Min harus mencari kelemahan drama naif yang melibatkan artis mereka.
“Dia asetku, kau tahu betul maksudku kan?” begitu kata direktur Baek usai menghentikan Ong Seong Woo dari segala jadwal yang ia miliki. “Aku membatalkan semua kontraknya dan membayar pinalti bukan tanpa alasan. Aku yakin Robin Group ingin memafaatkan asetku juga kalau dia masih beraktifitas. Jadi ku harap kau bisa menemukan titik permasalahannya, Jae Min, secepatnya.”
Jae Min sedang frustasi, ia memang sengaja tidak menghubungi Ong Seong Woo karena tak ingin membebani lelaki itu lagi. Seong Woo sudah mengalami banyak hal sulit dan akan lebih baik jika masalah ini ia tangani sendiri. Sampai akhirnya siang itu Jae Min memutuskan untuk menelpon Ong Seong Woo. Saat keadaan mulai membaik, ketika dunia kembali menemukan cahaya matahari.
“Halo? Kau dimana?” kalimat itu yang pertama kali keluar dari mulut Jae Min. Sejujurnya ia merasa bersalah, takut kalau Ong Seong Woo marah atau membenci dirinya, ia bahkan sempat ragu kalau Seong Woo sudi mengangkat.
“Hyung?” suara Ong Seong Woo terdengar samar, entah marah, terkejut atau kesal.
“Kau dimana?” ulang Jae Min lagi.
“Apa aku membuat masalah lagi? Kenapa kau masih mau menelponku? Agency bahkan sudah membuangku,” keluh suara di seberang sana frustasi.
“Mianhae, Seong-woo~yaa, mungkin ini sedikit terlambat tapi sepertinya aku sudah menemukan caranya.”
Hening.
“Ong Seong-woo~Ssi? Apa kau mendengarku?”
“Ne?”
“Kau bisa selamat dari pernikahan itu, Seong-woo~ya, kau bisa kembali ke agency sekarang. Apa aku perlu menjemputmu juga? Aku menyesal telah membuatmu menunggu lama,” rengeknya.
Seong Woo terdengar menghembuskan nafas berat, “Tapi bagaimana bisa?” gumamnya.
Jae Min menatap layar laptopnya, melamatkan pandangan pada berkas CCTV di jalanan, termasuk kamera milik Seong Woo yang terletak dalam mobilnya. Semua tergambar jelas, betapa gadis itu sengaja menghempaskan tubuhnya pada mobil Seong Woo yang melintas. Gadis itu yang bunuh diri dan Seong Woo yang harus menanggung bebannya.
“Hyung?” panggil Seong Woo yang tak kunjung mendapatkan jawaban.
“Aku mendapatkan blackboxnya, jadi cepat kembali atau aku yang menjemputmu sekarang juga?”
Tak ada suara. Seong Woo kembali terdiam untuk beberapa saat. “Bolehkah aku kembali besok pagi-pagi buta?” lirihnya.
Dan sialnya, lelaki itu tak bisa menolak, “Tentu saja, asalkan kau kembali dengan cepat.”
Sebagai bentuk penyesalannya—karena terlambat—Jae Min memutuskan untuk tidak bertanya. Ia memilih meng-iya-kan, memupus rasa ingin tahunya perihal 5W 1H. Dia dengan siapa? Dimana? Dan sedang apa hingga memilih untuk tinggal sebentar dan melupakan keadaaan penting untuk masa depannya. Entahlah, yang jelas Jung Jae Min merasa lega karena sudah menemukan sebilah pedang untuk menyerang lawan.
***
“Kenapa ingin bertemu? Kau tahu kan kalau aku ini sangat sibuk?”
Pria itu menyeret kursi di hadapan Kwon Ann Ha, menatap lekat gadis yang jauh lebih muda dari dirinya. Wajah Ahn Roo Bin mengkerut, sementara Ann Ha bersindekap dada serius. Pertemuan rahasia yang diatur seprivasi mungkin ini terlalu kaku, sampai-sampai tak mengizinkan oksigen masuk.
“Setelah kejadian itu katamu hidupku tidak akan terganggu, sepertinya kau tidak menepati janjimu,” cecar Ann Ha tak berkedip sedikitpun.
“Kanapa kau kembali membahas kejadian itu? Aku sudah mengurusnya, tidak ada bukti yang bisa melanjutkan penyelidikan. Ia juga hanya dianggap bunuh diri dan putriku meyakini dokter itu pelakunya, lalu bagian mana lagi yang salah?” sengkal Roo Bin tak kalah sinis menjawab tudingan itu.
Kwon Ann Ha menyodorkan ponselnya, menampilkan foto yang berisi proposal pernikahan milik client rahasia Yura, “Bukankah proposal perikahan ini sangat mirip dengan milik putrimu? Dia bahkan tidak hanya menerorku, tetapi juga sahabatku yang tidak tahu apapun!”
“Tunggu, bagaimana bisa benda ini ada di kantormu? Apa Sarang menemuimu?”
Anna mendengus, “Aku juga tidak tahu, apa kau yakin dokter itu tidak bertemu dengan putrimu? Mungkin saja dia menghasut dan berusaha menemukan kebenaran yang terjadi hari itu?”
Roo Bin membuang pandangannya, pria itu kini berpikir serius. Sesekali ia memijat pelipisnya yang pusing mencapai ubun-ubun. Benarkah Ahn Sarang menyadari kebohongannya? Selama ini Robin tak pernah melihat dokter itu berkeliaran di rumah sakit, tapi segala hal bisa saja terjadi saat ia tidak di sana. Tapi Sarang tidak mungkin secerdik itu, iya, dia hanya perempuan cacat mental yang harus menikah dengan lelaki normal.
“Kau tenang saja, tidak akan terjadi hal buruk. Dan ku harap ini pertemuan terakhir kita, karena aku tidak ingin ada kecurigaan yang merepotkan bisnisku. Kau tahu maksudku kan?”
“Dan ku harap kau juga menyelesaikan masalah ini dengan uangmu, semoga kau paham betul maksudku.”
Mereka berpisah begitu saja, tanpa ada seduhan teh hijau yang hangat atau percakapan penting lainnya. Anna sendiri masih menebak-nebak dalam otaknya, sebenarnya apa yang sedang terjadi pada sahabatnya sampai-sampai menjadi terobsesi dengan masalah pribadinya. Sementara Roo Bin berusaha menerka, sejauh apa putrinya tahu dan merasa penasaran?
***
Lelaki itu melepas jas putihnya, kemudian merebahkan tubuh di atas kursi yang langsung berputar. Matanya berkelana, mengeja satu persatu huruf pada name tag nya, Dr. Lee Seo Yoon. Sekali lagi hatinya merana, mengingat kejadian demi kejadian dimasa silam yang membuat namanya diblack list dalam kehidupan Ahn Sarang. Dulu dia hanya lelaki biasa, anak kutu buku yang jatuh cinta pada Sarang. Tapi ternyata jatuh cinta tidaklah sederhana, terlebih ketika hanya sepihak.
Iya, nyatanya keberadaan Lee Seo Yoon hanya sebatas sahabat bagi Sarang. Mereka selalu bersama, menceritakan segala keluh dan kesah, berbagi tangis maupun tawa namun haram jatuh cinta. Pada akhirnya Ahn Sarang jatuh cinta pada lelaki lain. Lelaki keturunan asli korea yang jauh lebih supel dan asik. Tidak sekaku Lee Seo Yoon, ia memiliki jiwa puitis, jago berpuisi juga musik. Lelaki yang bahkan tidak ingin ia sebut namanya ini adalah lawan kata Seo Yoon yang pada akhirnya ingin Sarang nikahi.
Undangan pernikahan Sarang yang sampai di mejanya hari itu membuat Seo Yoon frustasi. Ia sampai tidak mau menemui pasangan itu berhari-hari. Namun entah mengapa hari itu Lee Seo Yoon memutuskan menemui lelaki itu secara pribadi. Tanpa ijin dari Sarang ataupun sepengtahunnya. Lee Seo Yoon datang untuk menyerah pada perasaannya secara utuh, merelakan Sarang dan menitipkan gadis itu pada hati lain tempatnya berlabuh.
Namun sepertinya dunia tidak mau sesederhana itu, darisanalah kesalahpahaman yang tidak mendasar itu muncul. Ia benar-benar hanya berkunjung, lantas tiba-tiba lelaki itu pingsan dan mengeluarkan busa putih beracun. Lee Seo Yoon memang seorang dokter, tapi ia hanya datang sebagai tamu, tanpa membawa perlengkapan dokternya sedikitpun. Pihak kepolisian juga tak bisa menemukan bukti bahwa ia-lah si pelaku. Tapi Sarang, kenapa gadis itu masih saja menghukumnya begitu angkuh?
Hembusan nafas berat milik Seo Yoon terdengar hampa, memenuhi seisi ruang kerjanya. Kejadian itu terlalu mengerikan, entah untuknya, untuk Sarang, lelaki itu, bahkan lelaki lain yang kini terpaksa harus menjadi korban. Ingatannya terus berputar-putar, menjelajah tiap kronologi yang belum sempat diceritakan.
“Lepaskan aku! Biarkan aku mati!” teriak Sarang hari itu di pinggir jalan yang padat dengan mobil.
“Hentikan Sarang~ah, apa kau mau tuan Ahn memaksamu menikah lagi? Kau sudah melakukannya berluang kali bukan? Apa kau tidak merasa iba pada korban-korban lainnya?”
Ahn Sarang meringis, “Korban? Di sini, akulah satu-satunya yang merupakan korban!!”
Ia menarik tangan Sarang, “Bagaiamana kalau akhirnya kau tidak mati? Apa yang akan kau lakukan, huh?!” teriaknya sedikit membentak, setengah frustasi, selebihnya tidak mau menggunakan akal sehat lagi.
“Aku akan menghukumnya karena tidak membuatku mati,” gumamnya hendak menghempaskan tubuhnya pada jalan raya yang sibuk mengemudi.
Tapi lagi-lagi Seo Yoon menahannya, membuat gadis itu menoleh sinis, “Kalau kali ini kau masih belum mati, maka temukan pelakunya. Aku berani bersumpah kalau keadaanku jugalah korban.”
Dan tanpa berkomentar panjang lebar, Ahn Sarang sudah melesat bebas. Disusul suara klakson panjang dan getaran dahsyat sebuah kecelakaan. Hati Seo Yoon nahas, ingin menangis dan marah di saat yang sama. Sarang tergeletak, sementara lelaki yang turun dari mobil itu terlihat panik bukan kepalang. Lee Seo Yoon hanya menatap dari kejahuan, berbisik pada dirinya yang masih saja menyedihkan, “Maafkan aku Ong Seong-woo~Ssi, kau juga korban.”
Iya, Lee Seo Yoon mengenali lelaki itu. Sebuah takdir yang berputar secara acak terpaksa harus dilalui aktor pendatang baru. Namanya baru saja melejit minggu lalu, namun sialnya ia harus menanggung dosa orang lain yang tidak tahu malu.