Ong Seong Woo melamun, tatapan matanya kosong, lelaki itu mengalami pergulatan batin yang serius. Ia juga mengabaikan Yura yang sibuk meladeni Ahn Sarang sendirian. Gadis yang konon katanya sakit itu terus melayangkan cercaan, karena harapannya tidak terwujudkan. Iya, kalau sesuai dengan scenario seharusnya Yura membawa timnya. Kemudian entah apa yang akan terjadi karena nyatanya dokter itu juga ada di sini.
Ingin hati Ong Seong Woo melarikan diri. Menyeret Yura dan menyudahi adegan bodoh pre-wedding. Nyatanya mereka berdua memang dibodohi. Secara tidak langsung Yura menjadi terlibat dalam cerita ini karena dirinya. Andai hari itu ia tidak menuruti Ahn Sarang, seandainya ia sadar kalau ada yang aneh dari Sarang, mungkin ia akan terluka sendirian.
Sekarang mau tidak mau Seong Woo harus bertanggung jawab atas Yura. Betapa ia sudah mengungkapkan perasaannya secara terang-terangan, sekaligus keterlibatannya dalam jalan hidup Yura. Ong Seong Woo gusar, sampai ia tak menyadari kehadiran Park Yoo Ra di hadapannya.
“Sudah siap?”
Ong Seong Woo masih diam, memandangi wajah Yura yang terlihat kelelahan.
“Ong Seong-woo~Ssi? Kau harus melakukan pemotretan sekarang juga,” ujarnya lagi.
“Apa kau benar-benar tidak mau berkencan denganku?”
“Hya!! Apa yang kau lakukan?! Cepat kesana sebelum nenek lampir itu mengomeliku lagi!” bisik Yura sambil mendelik. Dia sudah berusaha seramah mungkin dalam berakting, namun lelaki ini justru mempersulit hidupnya yang sudah sulit.
“Ayo kita kencan,” bisik Seong Woo masih dengan tatapan yang sama. Sendu, menggiring awan mendung ke iris matanya. Membuat hati Yura tertegun, dan memilih untuk kembali melembutkan suara.
“Lakukan pemotretannya atau aku yang marah?”
“Apakah itu berarti kita berkencan?”
“Ya, terserah kau saja, jadi cepatlah berdiri dan selesaikan pemotretannya!”
Seong Woo bangkit, ia mengusap puncak kepala Yura singkat sebelum pergi. Seulas senyum tipis menghiasi bibir Yura yang sebelumnya mengerucut. Ia sudah terjangkit virus cinta, yang berefek samping bodo amat dan tidak peduli dengan kenyataan. Iya, dia akan mengencani seorang Ong Seong Woo, actor pendatang baru yang sedang dalam proses menjadi suami orang.
Ia tidak peduli jikalau nanti akan terluka. Kalau suatu hari ia akan kehilangan Ong Seong Woo seperti kejadian yang sudah-sudah. Tak bisakah ia mencintai untuk hari ini saja? Tanpa memikirkan esok atau lusa. Sebuah cinta yang leluasa, dan bersifat terang-terangan.
Yura meninggalkan venue tempat Seong Woo melakukan pemotretan. Bukan karena tidak suka, namun bisa dipastikan kalau tidak ada satu hatipun yang kuat melihat kekasih hati bersama seseorang. Orang lain, yang notabenenya bukan siapa-siapa. Seketika rasa bahagia Yura bercampur sedih. Seolah ia ingin menangis dan tersenyum bersamaan.
Jadi seperti ini ya rasanya gila yang lebih dari sekedar gila? Kini Yura telah mengalaminya.
***
Gadis itu sibuk mengemasi perlengkapan pasca pre-wedding. Sementara itu Seong Woo masih harus terlibat dalam percakapan kecil bersama Ahn Sarang yang tidak penting. Pandangan Seong Woo tak bisa terlepas dari Yura, mengikuti setiap gerak yang sepertinya sangat menderita.
Dan dengan tidak peduli, Ong Seong Woo bangkit, menghentikan jajaran kalimat Sarang yang seolah sangat menarik, “Maaf sebelumnya, tapi aku sudah berjanji untuk membantu tim Amour Organizer dalam pra, pro dan pasca. Maafkan aku, permisi.”
Seketika Ahn Sarang terdiam, memandang tingkah Ong Seong Woo yang tidak biasa. Lelaki yang penurut dan sopan itu mendadak meninggalkan dirinya. Asik membangun dunianya sendiri, mengabaikan Ahn Sarang yang masih berpakaian layaknya seorang putri.
“Apa kau mau ku antarkan ke kamar?” Tanya dokter berkaca mata yang sejak tadi mengawasi pergerakan Ahn Sarang.
“Jangan ikut campur urusanku,” sahut Sarang ketus, “Selama belum ada bukti kau tetaplah seorang pembunuh!” tandasnya kemudian berlalu.
Lagi-lagi lelaki itu bungkam, sampai Sarang hampir terpeleset karena highhills yang ia kenakan. Lelaki itu berusaha menangkapnya, meski untuk sekian kali tangannya di tepis dengan kasar. Iya, sedikit lagi kebenaran akan terungkap. Jadi ia harus bersabar lebih banyak, bukan begitu?
***
Ong Seong Woo membopong dua tas besar milik Yura, memasukkan benda-benda itu ke dalam bagasi sebelum membanting pintunya rapat. Melihat tingkan Seong Woo barusan membuat Yura tersenyum geli, lelaki itu bahkan bertindak kekanakan setelah pre-wedding.
“Gomawo,” kata Yura sambil menyuguhkan senyuam selebar mungkin, “Baiklah, sepertinya aku harus cepat-cepat mengembalikan barang-barang ini,” Yura berbalik, hendak membuka pintu mobil sebelum akhirnya Seong Woo memeluknya dari belakang.
Lelaki itu mendekap erat tubuh mungil Yura. Membenamkan wajahnya di sela-sela leher dan pundak. Menyesap kuat aroma shampoo yang Yura kenakan, serta merasakan hangat yang tubuh Yura timbulkan. Yura hanya diam, membiarkan lelaki itu memeluknya lebih lama.
“Berkencanlah denganku, ku mohon,” bisiknya putus asa, “Aku sangat mencintaimu lebih dari apapun. Tanpamu hidupku mungkin saja hancur. Aku hanya menginginkan dirimu, tolong, tolong aku dan perasaanku,” cicitnya.
Tanpa sadar air mata Yura mengalir. Dadanya sesak dan butir bening itu terus menerus membasahi pipi. Mendengar Seong Woo seperti ini membuat hatinya sakit, pedih, seolah dunia sengaja menentang kisah cinta mereka di bumi.
“Apa mencintaiku sesulit itu, hmm?” tanyanya lagi, semakin pedih, kian memilukan hati.
“Aku sudah mencintaimu,” bisiknya ragu, “Tapi aku tidak bisa melakukan apapun.” Ia menarik nafas panjang, “Kau tidak pernah tahu penderitaan ketika aku tak bisa melangkah maju, sementara perasaanku tidak mau mundur. Kau tidak pernah tahu Ong~Ssi, dan aku tidak mengerti bagaimana cara menghadapi semua itu.”
“Kalau begitu ayo kita cari gadis Busan itu, hanya dia yang bisa melepaskanku dari Ahn Sarang,” Seong Woo memutar tubuh Yura agar mengahadap dirinya. Mengusap air mata gadis itu, kemudian menangkup wajahnya dengan telapak tangan, “Ayo kita hidup bahagia, Yura~yaa.”
Yura mengangguk. Ia menenggelamkan tubuhnya ke dalam pelukan Ong Seong Woo. Tangannya melingkar kuat, seakan tidak akan melepaskan Seong Woo selamanya. Sementara itu, Seong Woo juga melakukan hal yang sama. Mendekap gadis itu seerat yang ia bisa. Hatinya sudah terlanjur jatuh dan terjerembab ke dunia Yura, dan ia ingin berkorban untuk tetap bertahan.
***
Kwon Ann Ha bersandar pada kusen pintu. Melipat tangan. Matanya ikut bersama Yura yang mengangkut perlengkapan pasca mengurus client rahasianya itu. Ada yang aneh, gadis itu Nampak berduka. Dengan sepasang mata sembab dan pipi yang menyisakan bekas air mata. Ada gelagat yang tidak biasa, dan Anna merasakan semua.
“Bagaimana acaranya? Lancar?” Anna mengusung dua tas besar, bekas perlengkapan make up.
Tak ada jawaban. Yura menulikan diri sembari mengangkat barang.
“Kau memang keras kepala ya?” gumamnya.
Yura melingak, menatap Anna hingga ia menyingsingkan sebelah alisnya.
“Ada masalah kan?” terkanya. Dan seribu persen benar.
Kali ini Yura membalas tatapan Anna, mencari kebenaran dari manik mata itu, agar ia bisa memutuskan harus memihak siapa. Mungkinkah Anna—sahabatnya ini menyembunyikan sesuatu. Sebuah kisah yang membuat seorang Ahn Sarang harus menyiksanya. Memisahkan cintanya juga menganiaya kehidupannya. Apa itu? Yura juga ingin dengar.
“Kau masih marah karena proposal itu?”
“Iya!”
“Percayalah bahwa semua itu hanya kebetulan,” sahutnya asal. Melengos, menghindari tatapan Yura.
“Tidak ada kata kebetulan dalam kamusku, Anna. Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku? Lebih tepatnya, ada kisah apa dibalik proposal itu? Katakan padaku, ku mohon, jangan persulit urusan ini untukku.”
Anna mendengus, ia bertolak pinggang dan menatap kedua mata itu. Tajam, seperti bukan Kwon Ann Ha yang ia kenal. “Kau sendiri, siapa memangnya clientmu? Kenapa kau tidak menanyakannya saja pada pelanggan rahasiamu itu? Kau yang mempersulit semuanya, Yura. Semua, tidak terkecuali urusan pribadiku, jadi ku rasa kita impas.”
“Kalau begitu beri tahu aku dimana gadis itu, Kim Soo Ah, aku akan ke Busan dan mencari tahu semuanya.”
Langkah Anna yang sempat tertahan kini melenggang bebas, meninggalkan Yura tanpa jawaban. Seketika Anna menjelma menjadi iblis yang serakah, egois dan hina. Ia bukan lagi malaikat, yang bisa dieluh-eluhkan semua orang. Yura mengerti sekarang, kalau hanya Ong Seong Woo lah tempatnya berpulang.
Ia pun masuk ke dalam mobil. Membanting pintunya kuat-kuat tanpa memperdulikan barang bodoh itu lagi. Yura menekan pedal kencang, demi menculik seorang Ong Seong Woo ke Busan. Malam ini juga.