Anna bersandar di daun pintu, menatap Yura yang sibuk membongkar kardus. Meskipun sesekali terbatuk, gadis berambut panjang itu tidak peduli, fokusnya tidak terpecah sama sekali. Bahkan mungkin ia tidak menyadari kehadiran Anna. Yura terlalu serius, sampai mengabaikan sekitarnya yang semakin bingung.
“Sebenarnya apa yang sedang kau cari?” Tanya Anna yang langsung membuat Yura menoleh tidak terkejut. Yura sudah menghentikan aktivitasnya, kedua tangannya kini menggenggam erat sebuah proposal yang ditempeli debu tebal.
“Apa kau kehabisan ide untuk client rahasiamu itu, hmm?” Anna yang tak kunjung mendapatkan jawaban-pun kembali bertanya.
Iya, Yura memang merahasiakan Ong Seong Woo bahkan dari Anna. Ia tidak mau mengambil resiko yang membayakan banyak orang, akan lebih baik jika dirinya saja yang terlibat. Ia tidak bisa menjamin kalau Anna mengizinkan, boleh jadi gadis itu akan menentang keputusannya. Sedangkan mereka masih membutuhkan pemasukan untuk perputaran bisnis.
“Proposal pernikahan ini…” gumam Yura setelah sekian lama merenung seorang diri.
“Kenapa? Itu proposal lama, sini, biar aku buang,” Anna mendekat, tangannya meraih proposal itu namun segera ditangkis oleh Yura. “Hei, memangnya ada yang salah dengan proposal itu?” protes Anna.
“Proposal ini, sama persis dengan yang aku terima dari client baruku.”
“Eh?” Anna terkejut. “Tidak mungkin, kau jangan bercanda, memangnya siapa client-mu itu?”
“Aku tidak bercanda, sangat mirip. Bahkan letak titik komanya pun sama persis,” Yura melirik, “Siapa pemilik proposal pernikahan ini?”
Anna meraih proposal pernikahan itu panik.
“Hya!!! Kembalikan!” Yura merebutnya, mendekap benda berdebu itu dalam pelukannya, “Katakan siapa pemiliknya?!” teriak Yura frustasi.
“Aku tidak tahu.”
Menatap sinis dan serius.
“Seseorang dari divisi marketing yang sudah ku pecat menerima proposal itu, aku tidak tahu pemiliknya, sungguh,” ia merunduk.
“Siapa dia? Bagaiamana aku bisa menemuinya?”
“Apa itu penting?” kening Anna mengernyit, menatap kembali wajah Yura yang semakin emosi.
“Iya!”
“Kim Soo Ah, dia pergi ke Busan setelah aku mengusirnya.”
Seketika itu juga Yura meninggalkan ruangan yang sudah berantakan. Ia merasa aneh, kejadian ini sepertinya bukan kebetulan. Bisa jadi Ong Seong Woo menyewa Amour Organizer dengan maksud terselubung. Pasti ada sesuatu yang tidak ia ketahui, dan Yura memutuskan untuk bertemu dengan Seong Woo lagi.
***
Di dalam kedai kopi yang hening, Seong Woo yang mengenakan topi hitam masih tidak mengerti kenapa Yura menatapnya sinis. Gadis itu bersindekap dada, menatap lurus kedepan setelah membanting sebuah proposal pernikahan yang debunya mampu membuat Seong Woo kelilipan. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
“Apa kau tidak mengenali proposal pernikahan itu?” cibir Yura ketus, ia tak menunjukkan senyum sedikitpun.
Dengan gerakan ragu Seong Woo membukanya, dan iris matanya pun langsug melebar. Lelaki itu sama terkejutnya dengan Yura. Ia juga sempat terdiam, tidak bisa berkata-kata.
“Kenapa proposal ini bisa sama persis dengan milikku?” tanyanya sambil mendongak, menatap Yura yang sudah mengubah raut wajahnya.
“Bukan kau yang mengirim benda itu?”
Ong Seong Woo menggeleng.
“Bagaimana mungkin? Proposalnya tidak berbeda sedikitpun.”
“Hmm, kau benar, apa kau tidak memiliki data pemiliknya?”
Menggeleng, “Bosku tidak mau memberitahunya, dia bilang proposal ini diterima oleh salah satu pegawainya yang sudah keluar.”
“Siapa dia? Dimana?”
“Kim Soo Ah, saat ini dia di Busan. Apa kau mengenalnya?”
Ong Seong Woo mengembuskan nafas berat, “Tidak.”
“Tanyakan pada istrimu saja, mungkin dia tahu alasannya. Bukankah yang kau berikan padaku tempo hari adalah buatannya?”
Lagi-lagi Seong Woo terdiam. Lelaki itu berusaha keras memilah kalimat terbaik untuk menjelaskan. Ia ingin mengatakan semuanya pada Yura, agar gadis ini tidak salah paham dan gagal menilai perasaannya.
“Aku tidak bisa membicarakan hal ini padanya, dia sakit. Maksudku, dia mengalami kecalakaan dan aku yang menabraknya. Bukan, lebih tepatnya dia menabrakkan diri saat mobilku melintas. Kemudian, ayahnya meminta ganti rugi dengan cara menikah. Semua itu terjadi begitu saja, sampai ia memberiku rekomendasi Wedding Organizer yang dikenalnya. Dan kemudian, kita bertemu, lalu kau menemukan benda itu.”
Yura berdecak. Jadi selama ini pernikahan Seong Woo terjadi karena ganti rugi kecelakaan, begitu? Kemudian, dengan sengaja gadis itu memberikan Amour Organizer sebagai jasa persiapan pernikahan. Lalu, secara ajaib ada proposal lama yang sama persis dengan miliknya. Kalau benar seperti itu kronologinya maka, Yura pun menatap Ong Seong Woo lekat.
“Mungkin saja proposal ini dikirim oleh calon istrimu juga, mungkin dia pernah berencana melangsungkan pernikahan dan memilih Amour Organizer sebagai perancang pernikahannya.”
“Jadi maksudmu aku sedang dimanfaatkan?”
“Bisa dikatakan begitu, mungkin ada bagian cerita yang belum kita tahu,” Yura menggigit kuku jarinya, ia tengah berpikir keras.
“Kalau begitu kita cari saja Kim Soo Ah itu, mungkin dia tahu jawabannya,” usul Seong Woo menengahi kegusaran mereka.
“Tidak, kita bisa mulai dari calon istrimu, sebaiknya kau mengawasinya juga untuk sementara waktu. Dan yah… berpura-puralah bodoh dan tidak tahu apapun.”
“Oh ayolah… berhenti menyebut dia dengan istilah ‘calon istriku’, aku kesal mendengarnya!”
Yura tersenyum, “Terus? Kau kan pengantinya, bukan begitu tuan?”
“Ahn Sarang!! Namanya Ahn Sarang, putri tunggal dari CEO Robin Group.”
Dan seketika Yura pun terdiam seribu bahasa. Ia sadar bahwa musuhnya memiliki channel yang luas. Dan boleh jadi ia gagal dalam memecahkan permasalahan ini berdua. Lantas sebenarnya apa yang sedang dunia sembunyikan? Kenapa hanya dia dan Ong Seong Woo yang dimanfaatkan?
***
Merasa tidak bisa menyelesaikan sendiri, Seong Woo pun mengajak Yura ke rumah sakit dengan alih-alih persiapan pernikahan. Mereka menyusuri lorong dengan perasaan gugup. Meskipun bisa dipastikan Sarang belum bangun, namun tidak ada yang menjamin kalau Sarang mau menemui gadis itu.
Begitu sampai di depan pintu, mereka sempat beradu pandang sejenak, menguatkan satu sama lain agar lebih tenang. Tetapi belum sampai Seong Woo membuka pintunya, seseorang menyeret pintu itu dengan kasar. Menampilkan sosok yang tidak lain adalah Ahn Roo Bin.
Pria itu menatap Seong Woo dingin, tanpa memperdulikan Yura yang ikut begidik. Seperti dalam bayangan Yura, wajah Eropa khas lelaki itu mengeluarkan aura menakutkan. Postur tubuhnya yang tinggi dan besar dapat membuat siapapun langsung berlutut begitu melihatnya.
“Apa kau berusaha menghindari putriku? Kemana saja kau sampai tidak sempat menjenguk calon isrimu?” tanyanya dengan nada datar, dingin dan kejam. Saat itu juga Yura tahu mengapa Ong Seong Woo memilih untuk meg-iya kan titah pernikahan.
“Oh, maaf, saya terlalu sibuk mempersiapkan pesta pernikahan sesempurna mungkin untuk Ahn Sarang. Ini, saya datang mengajak salah satu tim Wedding Organizer yang kami sewa,” jelas Seong Woo ditutup senyum. Senyum kaku sama seperti yang Yura tunjukkan saat Roo Bin beralih memandang dirinya.
“Terlihat tidak professional, memangnya apa yang kurang dari listnya sampai dia harus datang? Merepotkan saja.”
Yura tersenyum kikuk..
“Ukuran gaun, karena terlalu sibuk saya sampai lupa ukuran badan Ahn Sarang, jadi bolehkah saya masuk sekarang?” sela Seong Woo agar percakapan mereka tidak semakin runyam.
Seperti biasa, pria itu hanya berjalan angkuh, tanpa merespon keramahan Song Woo sedikitpun. Dan begitu Roo Bin melintasi tubuh mereka, Ong Seong Woo langsung bernafas lega. Melemaskan tubuhnya yang sempat tegang beberapa saat.
Yura tersenyum getir, melirik segala reaksi Ong Seong Woo dari samping. Pasti lelaki itu dalam kondisi yang sulit. Dalam sebuah keadaan yang tidak mengizinkanya melarikan diri. Tidak ada pilihan lain, karena yang ada di pihaknya enggan menolong lelaki ini lagi.
“Hyaa… Ong~Ssi, kau memang actor yang baik,” puji Yura membuat Ong Seong Woo tersenyum tipis, “Ku rasa dengan bakatmu itu kau bisa melakukan banyak hal,” sambungnya.
“Walau sudah menikah?”
Yura menepuk-nepuk pundak Seong Woo berlagak bijak, “Tentu saja, kau kan bisa debut di luar Korea, ya kan?”
Secara spontan tangan Song Woo mengacak puncak kepala Yura. Mengelus kepala gadis itu dengan perasaan bahagia. Walaupun semesta menolaknya, dia hanya ingin diterima Yura. Mengonsumsi senyuman gadis itu, juga menyesap energy positif darinya. Sementara Seong Woo menikmati adegan itu, jantung Yura justru berdegup kencang. Matanya tidak bisa menghindari sosok Seong Woo yang menyerupai malaikat.
Mereka masuk setelah Seong Woo menarik pergelangan tangan Yura. Dan seolah menikmatinya, Yura hanya diam mengekor di belakang sana. Dalam hati ia berdoa, andai saja lelaki ini bukan calon suami orang, mungkin ia ingin kembali jatuh cinta. Tak apa jikalau harus terluka, asalkan Ong Seong Woo-lah alasannya.
“Oh? Kau datang Ong Seong-woo~Ssi?” Sarang tersenyum tipis, bibirnya yang pucat menyambut kedatangan Seong Woo yang tidak menunjukkan expresi. “Siapa dia?” tanyanya lagi.
“Dia Park Yoo Ra dari Amour Organizer yang bertanggung jawab atas pernikahan kita,” jelasnya membuat Yura secara spontan membungkukkan badan.
Yura melayangkan senyum selebar yang ia bisa, menunjukkan penghormatan setulus mungkin agar terlihat sopan. “Annyeonghaseo, saya Park Yoo Ra dari divisi marketing Amour Organizer, mohon bantuannya.”
Ahn Sarang terdiam. Ia mengernyit, menegaskan kebingungannya melalui expresi, “Divisi marketing? Park Yoo Ra?” tanyanya memastikan ucapan Yura sekali lagi.
“Iya, benar.”
“Ah… seingatku tidak ada nama Park Yoo Ra dalam kartu nama itu,” gumam Sarang ragu. Ia seperti tengah memastikan sesuatu. Ada yang salah, karena bukan ini yang ia mau.
“Anda benar, saya memang pegawai baru.”
“Oh, jadi bagaimana perkembangannya?” Sarang memandang Ong Seong Woo dan Yura bergantian. “Apa belum ada kemajuan? Sayang sekali, padahal aku ingin melakukan prewedding secepatnya.
“Ne?”
“Ne?!”
Pekik Seong Woo dan Yura bersamaan.
“Memangnya kenapa, sayang? Ada yang salah? Lusa kita lakukan pemotretan di sini saja, lagipula ini rumah sakit milik ayah. Jangan lupa ajak timmu juga Park Yoo-ra~Ssi, aku tidak suka pekerjaan yang lambat. Dan sebenarnya ini perintah, jadi tolong jangan menolak,” tandasnya.
Yura merunduk, menenggelamkan wajahnya yang tiba-tiba tertutup kabut. Bukan karena ia tidak suka diperintah oleh Sarang, lebih tepatnya ia membenci kenyataan bahwa ia akan kehilangan Ong Seong Woo cepat atau lambat. “Baik, nona.”
“Kalau begitu kau boleh pergi sekarang. Oh dan yah… bisakah kita bicara berdua saja, sayang?”
Jantung Yura semakin memekik, dadanya sesak dihujani rasa sakit. Matanya melirik kearah Seong Woo yang juga menatapnya dengan mata sendu. Namun pada akhirnya Yura tersenyum, melintasi Seong Woo yang hanya bisa mengikuti langkah kakinya yang berangsur menjauh.
Iya. Toh sejak awal seharusnya Yura tak perlu menjamah hati siapapun terlalu dalam. Terlebih lagi seorang Ong Seong Woo, actor papan atas yang tidak lama lagi akan segera menikah. Mustahil. Dunia Yura terlalu sederhana untuk mencintai bintang yang berkilauan di langit. Ia hanya batu kerikil, yang terlampau naif.
***
Yura membanting pintu mobil. Membiarkan besi kotak itu diam tanpa terkunci. Akal sehatnya sudah tidak perduli, masa bodoh dengan jatuh cinta bulshit(?) Iya, tidak seharusnya ia menjadi mudah jatuh cinta usai patah hati. Otaknya terus berpikir, sementara tubuhnya terhuyung kesana-kemari.
Sampai ketika langkahnya dipaksa berhenti oleh sahabatnya yang memasang wajah tak kalah frustasi. Sebenarnya ada apa dengan seluruh umat manusia hari ini? Rasanya seperti mengepung Yura dan tidak mengizinkan gadis itu menenangkan diri. Ia terlalu kacau, tak ingin membahas apapun yang membuat pikirannya rumit.
“Apa kau tidak bisa memberitahuku siapa clientmu?” Tanya Anna to the point.
“Apa kau datang jauh-jauh kemari hanya untuk menanyakan hal yang tidak penting?” sahut Yura sinis.
“Kali ini saja dan hanya padaku, aku hanya ingin tahu,” pinta Anna mengiba.
Yura tersenyum kecut, “Pergilah, aku sedang tidak ingin membicarakan apapun saat ini.”
“Tolong,” teriak Anna sekali lagi.
Yura hanya melambaikan tangannya, mengisyaratkan bahwa ia enggan bersuara. Kemudian dengan cepat, punggung gadis itu menghilang ditelan tikungan. Tubuhnya bergerak di luar perintah, naik ke lantai empat tanpa merasakan lelah. Iya, semua rasa itu telah diadopsi oleh hatinya.