Jang Na-Na masih kepikiran tentang masalah yang di buat sepupunya saat itu. Dia sangat tahu betul bagaimana karakter aktor tampan Lee Jung Soo yang menjadi sepupunya dari pihak ibunya itu. Dia masih saja merasa tidak enak atas perlakuan yang di perbuat oleh sepupunya kepada sahabat baiknya Jenny. Dia mengambil ponsel yang tergeletak di meja riasnya dan membukanya untuk melakukan panggilan.
Lee Jung Soo yang baru selesai syuting malam itu karena merasa kelelahan enggan untuk mengangkat telpon yang berdering di sampingnya. Tapi, karena suaranya yang begitu bising mengganggu tidurnya akhirnya dia pun mengangkat telpon itu. Terpampang nama Nana di wallpapernya dan dia bisa menebak apa yang akan di ucapkan gadis kecil ini ketika dia mulai berbicara.
“Oppa.....,”
“Ada apa? Aku baru selesai syuting, kenapa menggangguku,”
“Oppa sudah menemui Jenny?”
“Jenny siapa?”
“Oppa.. Jenny temanku yang ku ceritakan pada oppa, yang menjadi desainer oppa,”
“Oh, si desainer itu. Aku belum menemuinya, kau tahu sendiri aku sibuk sekali,”
“Meskipun sibuk oppa harus menemuinya,”
“Kenapa?”
“Kenapa? Oppa bertanya kenapa? Ya tentu saja untuk meminta ma’af. Oppa kan sudah berbuat salah karena memperlakukannya dengan tidak baik saat pertama kali bertemu dengannya,”
“Maksudmu?”
“Oppa, bukankah oppa tidak menghargai temanku Jenny yang mengantarkan baju ke apartemen oppa?”
“Oh, masalah itu. Maksudmu yang datang itu...? Aku kan tidak tahu kalau desainernya sendiri yang mengantarkannya padaku. Aku pikir dia itu asistennya. Dia bilang namanya Sakura, jadi bukan sepenuhnya salahku kan? Karena kau memperkenalkan dia dengan nama Jenny padaku,”
“Iya aku lupa. Tapi tetap saja, pokoknya oppa harus minta ma’af. Mungkin dia kecewa sekali dengan sikap oppa waktu itu hingga dia menyuruh asistennya untuk mengantarkan baju-baju yang lainnya untuk oppa,”
“Tapi, kenapa aku harus minta ma’af itu bukan salahku sepenuhnya. Lagi pula dia juga..... sudahlah aku suka orang seperti itu. Lagi pula seharusnya dia bisa profesional dong, masak gara-gara masalah itu dia ngambek,”
“Dia bukan orang seperti itu oppa. Oppa tidak mengenal betul siapa dia jadi oppa tidak berhak menghakiminya,”
“Kalau bukan orang seperti itu, terus dia orang seperti apa?”
“Aku akan menceritakan tentangnya pada oppa,”
“Itu, tidak perlu. Kalau dia seperti itu aku sebaiknya ganti de....sai...,”
“Jangan bilang mau ganti desainer. Aku nggak akan mau bertemu oppa lagi,”
“Kau itu selalu semaunya sendiri,”
“Bukankah itu sama saja dengan oppa,”
“Pokoknya oppa harus minta ma’af. Aku tidak mau persahabatanku dengannya jadi hancur karma oppa,”
“Baiklah-baiklah, apa yang harus ku lakukan?”
“Kata Hyo Joo Oppa, besok oppa tidak ada syuting. Jadi datanglah ke apartemenku,”
“Ya, baiklah,”
Di tutupnya ponsel yang masih berada di genggamannya itu. Jung Soo pun kembali memejamkan matanya yang sudah menangung kantuk sedari tadi. Tapi apa boleh buat, dia tidak bisa mengabaikan telpon dari adik sepupunya itu yang memang sangat berpengaruh dalam karirnya. Karena secara tidak langsung atas bantuan dari adik sepupunya itu dia bisa menjadi artis terkenal seperti saat ini.
Matahari telah menampakkan dirinya memasuki kamar Lee Jung Soo. Lee Jung Soo yang tengah tertidur lelap itu tak menyadarinya bahwa hari sudah hampir siang. Salah satu hal yang membangunkan tidur lelapnya hanyalah suara dering ponselnya. Tampak di layar ponsel itu bahwa ibunya yang tengah menelponnya saat ini.
“Ya, ommoni,, ada apa?”
“Jung Soo, nanti malam kamu pulang ke rumah yach... Min Joo dan keluarganya akan makan malam di rumah. Kamu tahu kan kalau Min Joo baru datang dari Paris?”
“Ya, tapi hari ini ak...ku...,”
“Tidak ada alasan untukmu tidak hadir. Pokoknya kamu harus hadir omma tidak mau alasan yang lainnya,” jelas ibu Lee Jung Soo tanpa memberi kesempatan kepada anaknya untuk berbicara atau sekedar menyelahnya. Dia langsung menutup telpon usai mengatakan kata-kata itu.
Lee Jung Soo, dengan wajah kusut yang masih memegang ponsel itupun terdiam. Bagaimana mungkin ibunya berbuat seperti itu pada dirinya. Padahal sudah di berinya penjelasan berkali-kali bahwa dia tidak mencintai atau bahkan menyukai Min Joo. Memang sih Min Joo gadis yang sangat cantik dari keluarga terpandang. Tapi, itu hanyalah yang tampak oleh mata. Tapi, banyak hal yang tidak di ketahui oleh kedua orang tuanya tentang gadis bernama Min Joo itu. Entah apa yang membuat ibunya begitu ingin menikahkan dirinya dengan Min Joo. Tapi, dia tahu jika kali ini dia menolak untuk makan malam bersama, ibunya pasti akan sangat murka padanya.
Lee Jung Soo segera mandi dan berganti pakaian setelah dia ingat janjinya pada Nana tadi malam. Dia tahu kalau dia sudah sangat terlambat dari perjanjian dan pasti akan membuat gadis dengan wajah baby face itu mencak-mencak karena jengkel. Di telponnya Park Hyo Joo untuk memberi tahu kepada manajernya kemana dia akan pergi supaya jika terjadi sesuatu manajernya tidak kesulitan mencari dirinya. Lepas itu dia langsung tancap gas menuju apartemen Jang Nana.
“Oppa, ini sudah jam berapa.. Kau selalu terlambat,” ucap Jang Nana pada Lee Jung Soo yang baru saja memasuki apartemennya.
“Ma’af,” ucap Lee Jung Soo dengan menyunggingkan senyum kecilnya pada gadis yang tengah menyiapkan makanan di meja.
“Kau pasti belum makan. Ayo kita makan dulu,” ajak Jang Nana.
“Baiklah, aku memang sudah kelaparan sejak tadi malam,”
“Ya, aku tahu,”
“Dari siapa? Apa Hyungnim yang memberi tahumu,”
“Ya, tentu saja,”
“Teryata hubungan kalian lebih dekat dari yang ku kira. Jangan permainkan hyungnim,”
“Oppa bicara apa,”
“Kau tahu kan hyungnim menyukaimu,”
“Tapi, aku sudah punya pacar. Dan aku hanya menganggap Oppa Park Hyo joo seperti kakakku sendiri,”
“Ya, itu lebih baik daripada kau memberikan dia harapan palsu,”
“Aku sudah dewasa oppa. Bukan anak kecil lagi,”
“Ya, baiklah... aku tahu.....,”
Akhirnya mereka berdua pun menyantap hidangan yang tersedia di meja. Jang Nana memang tidak pandai memasak dia lebih sering membeli makanan dari pada memasak sendiri. Jadi tak heran jika makanan yang tersedia di meja itu rasanya sudah lekat di lidah Lee Jung Soo. Yang mana makanan itu adalah makanan dari restaurant-restaurant tempat dimana dia biasa makan.
“Apa yang harus ku lakukan untuk minta ma’af? Apakah aku harus memberikan hadiah untuknya?”
“Kau tak perlu melakukan itu. Unni bukan orang yang seperti itu. Kau hanya perlu menyatakan permintaan ma’afmu secara tulus dan dia pasti akan mema’afkan tindakanmu yang seenaknya itu,”
“Benarkah cuman seperti itu,”
“Iya, tapi ingat kau harus melakukannya dengan tulus,”
“Baiklah..baiklah. Memangnya orang seperti apa gadis itu?”
“Siapa? Oh, Jenny unni?”
“Ya, siapa lagi yang kita bicarakan kalau bukan dia. Tapi, dia memperkenalkan dirinya sebagai Sakura”
“Ah, ya itu nama Jepangnya. Em, unni itu orangnya baik. Dia orang yang paling baik yang pernah ku kenal,”
“Jangan berlebihan,”
“Aku tidak berlebihan, memang itulah kenyataannya. Kau tahu kan watak calon istrimu itu?”
“Siapa?”
“Ya, siapa lagi kalau bukan Kang Min Joo. Gadis yang hendak di jodohkan imo[1] denganmu,”
“Jangan pernah mengatakan calon istriku. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau menikahi wanita seperti itu. Memangnya, apa dengannya?”
“Kau tahu kan kalau dia juga pergi ke Paris beberapa tahun lalu,”
“Ya, ku dengar begitu. Dan kata omma dia sudah balik. Malah nanti malam aku dipaksa pulang untuk makan malam bersama keluarganya. Tunggu deh.. kenapa jadi ngebicarain dia, bukankah kita sedang membicarakan Jenny? Aku sedang tidak ingin membahas tentang gadis rubah itu,”
“Masalahnya membicarakan kebaikan unni juga terkait dengannya,” “Maksudmu? Aku jadi tidak mengerti, kau berbicara berbelit-belit,”
“Baiklah akan ku jelaskan secara detail. Dua tahun lalu kau tahu kan aku pergi ke Paris untuk belajar fashion. Aku juga mendapati Min Joo ada disana. Kau tahu sendiri cewek centil itu tak pernah mau kalah dariku. Mungkin karena itu dia juga menyusulku belajar fashion di Paris,”
“Terus....,”
“Nah, waktu itu ada kontes unjuk bakat dan keahlian kita dari mendesain, membuat bajunya juga menyiapkan model untuk akhir studi. Kau tahu apa yang dilakukannya? Dia mencuri desain orang lain,”
“Maksudmu?”
“Aku akui keahlian Min Joo memang lebih baik di bandingkan aku. Tapi, aku juga nggak nyangka kalau dia bakalan berbuat serendah itu. Desain yang dia jiplak adalah desain dari Unni,”
“Benarkah?”
“Ya, mungkin dia tidak ingin ada yang menyainginya karena Unni sering mendapat pujian dari penguji disana. Dan aku juga tahu jelas bahwa itu adalah desain Unni, karena sebelumnya Unni memberitahuku gambar desain itu, sebelum tiba-tiba desainnya hilang dan dia dapatkan menjadi milik Min Joo,”
“Terus apa yang dilakukan dengan gadis itu. Dan bagaimana dia bisa tahu kalau Min Joo yang mencuri desainya?”
“Unni hanya diam saja. Bagaimana mungkin dia tidak tahu, tiba-tiba saja malam itu Min Joo mengajak aku dan Unni minum dan ngobrol-ngobrol di kamar kami untuk menghilangkan stress karena ujian itu. Sampai esok tiba unni tidak sadar bahwa buku desainya hilang. Dan aku langsung tahu pasti Min Joo yang mencurinya. Siapa lagi coba, orang dia terus memaksa unni memberitahu contoh desain unni padanya tapi unni menolak,”
“Meski begitu bukan berarti Min Joo-sshi yang mencurinya kan?”
“Bagaimana mungkin bukan? Kami melihat CCTV bersama dan mendapati kebenaran itu. Unni juga tahu pasti bahwa dia yang mencurinya. Unni tidak mabuk saat itu, dia hanya minum sedikit untuk menghormati kami karena sesungguhnya dia tidak suka minum,”
“Ah, begitu. Terus kenapa dia hanya diam setelah mengetahui semua itu?”
“Nah, itu juga yang membuatku bingung. Padahal aku sudah bergegas untuk melaporkan kejadian itu pada panitia tapi unni melarangnya. Unni bilang nggak mau membuat masalah menjadi rumit,” jelas Nana sembari menelan ludah. “Yang nggak habis pikir itu adalah kelakuan Min Joo terhadap unni. Unni mungkin bisa mema’afkannya tapi tidak denganku,”
“Kenapa?”
“Bagaimana mungkin aku bisa mema’afkannya. Meski bukan terhadapku bagaimana mungkin dia bisa melakukan semua itu pada penyelamatnya,”
“Penyelamatnya apa maksudmu?” tanya Lee Jung Soo yang masih penasaran dengan cerita Jang Nana, sepupunya itu.
Akhirnya Jang Nana pun menceritakan semuanya tentang peristiwa di Paris waktu itu. Dia menceritakan bagaimana Min Joo mencuri desain dari orang yang telah menyelamatkannya, yaitu Sakura atau yang lebih dikenalnya dengan sebutan Jenny.
Paris, ketika itu Jang Nana sedang berjalan-jalan dengan Sakura untuk menikmati hari libur mereka. Mereka berkunjung kemana saja hingga rasa jenuh yang mereka miliki hilang. Namun tiba-tiba kecelakaan terjadi di depan mata mereka. Mengetahui bahwa yang tergeletak di tempat itu adalah seseorang yang mereka kenal maka mereka pun bergegas menolongnya.
Nafas gadis yang tengah tergeletak bersimbah darah itu sudah terengah-engah. Denyut nadinya pun lemah. Beberapa kali gadis yang tidak sadar itu kehilangan nafasnya. Hingga Sakura akhirnya mau tidak mau harus melakukan kewajibannya meskipun dia sudah mencoba berhenti untuk menjadi dokter. Tapi, dia tidak memikirkan hal itu. Saat itu yang ada dipikirannya hanyaklah menyelamatkan gadis itu.
Dia melakukan pertolongan pertama dengan melakukan pada gadis itu. CPR katanya disela-sela kesibukannya menolong Min Joo karena mendapati yang masih tidak mengerti apa yang dilakukannya. Tapi, gadis itu masih belum bisa bernafas. Akhirnya dia nekat untuk melakukan trakheotomy. Di tidurkannya terlentang gadis itu dengan bahu yang di ganjal oleh tas yang di pegang oleh gadis itu. Dengan posisi seperti itu leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher.
Kemudian dia mengeluarkan kotak kecil yang seperti kotak P3K mainan anak-anak dari tas kecilnya. Dikeluarkannya semua peralatan di sana dan diambilnya pisau kecil yang kemudian di lumuri cairan antiseptik dari tasnya dan memulai membuat sayatan di leher Min Joo. Dia membuat sayatan horizontal di antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari di bawah krikoid orang dewasa.
Kemudian di keluarkannya pena dari tas kecilnya juga dan segera mengosongkan isinya dan melumurinya pula dengan cairan antiseptik. Kemudian di masukkannya pena itu ke dalam sayatan yang di buatnya dan ditiupkannya udara dari mulutnya ke pena yang telah ditancapkan di leher Min Joo tersebut hingga nafas gadis itu pun kembali. Min Joo pun segera dilarikan ke rumah sakit setelah ambulans yang telah di hubungi oleh Jang Nana tiba di tempat kejadian.
Setelah menerima perawatan gadis itu pun pulih dan kian hari menjadi sehat. Tapi, dia tidak berterima kasih pada Sakura yang telah menyelamatkan nyawanya malah menyalahkan Sakura karena dia akhirnya mendapatkan bekas luka jahitan di lehernya.
Lee Jung Soo yang mendengar cerita dari Jang Nana itu masih tidak percaya.
“Memangnya ada gadis sebaik dia?”
“Hem, oppa.. memangnya oppa pikir aku sedang mengarang cerita,” timpal Jang Nana kepada Lee Jung Soo yang masih tidak percaya dengan ceritanya. Terserah oppa mau percaya atau tidak. Yang aku nggak percaya saat itu hanyalah tindakan unni. Saat unni melakukan penyelamatan dengan membedah leher Min Joo, dia sama sekali tidak merasa ngeri ataupun takut. Tindakannya pun cekatan seperti seorang dokter sungguhan. Bahkan para dokter di rumah sakit juga memuji tindakannya. Karena berkat pertolongannya Min Joo dapat diselamatkan,”
“Benarkah?”
“Iya, unni memang seperti itu. Dia tidak bisa jika melihat orang sakit tanpa menolongnya. Saat aku sakit pun dia yang selalu merawatku. Tapi, yang nggak aku sangka dia bisa sehebat itu,”
“Em, mungkin juga karena itu dia langsung menanyakan padaku waktu itu, apakah aku sedang sakit, ketika dia melihatku pertama kali,”
“Oh, karena itu kau tidak suka,”
“Ya, kau tahu sendiri aku tidak suka orang lain melihatku sakit kecuali hyungnim,”
“Iya aku tahu, karena kau tak mau dibawa ke rumah sakit kan? Aku tahu kau masih takut jarum suntik oppa,”
“Hush, kau nih. Bagaimana kalau media sampai tahu,”
“Ya, pasti akan jadi berita hot tentang oppa. Aktor terkenal Lee Jung Soo takut dengan jarum suntik. Dan semua itu akan mengungkap alasan oppa menolak beberapa tawaran film yang berhubungan tentang hal itu,” ledek Jang Nana pada Lee Jung Soo. Keduanya pun tertawa bersama membayangkan rahasia yang diketahui hanya di kalangan mereka jika terekpos di media.
Malam pun tiba dan Jang Nana segera membangunkan oppanya yang tengah tertidur. Dia menyuruh oppanya untuk segera pulang ke rumah. Dia tidak ingin menjadi sasaran amukan bibinya yang super duper galak itu.
“Cepat pulang, aku tidak mau ajuma menceramahiku seperti waktu itu, saat kau tidak menghadiri acara makan malam yang di rencanakannya,” pintanya pada Lee Jung Soo.
Dengan mata yang masih menyipit Lee Jung Soo berdiri dan bangun dari sofa. Dia bergegas mandi dan melirik jam dinding yang bertengger di dinding dengan motif bunga-bunga yang sangat disukai oleh sepupunya itu. Dia tak menyangka bahwa waktu berjalan begitu cepat, padahal dia masih ingin disana untuk mendengar cerita-cerita dari Jang Nana yang selalu membuatnya tertarik dan bersemangat. Entah itu masalah pribadinya, temannya-temannya atau yang lainnya. Lee Jung Soo begitu senang mendengar cerita dari sepupunya itu. Maklum dia sudah menganggap sepupunya itu seperti adiknya sendiri dan begitu pula dengan Jang Nana. Jadi tak heran jika hubungan mereka begitu akrab satu sama lain seperti saudara kandung.
Lee Jung Soo tiba di rumahnya pukul 08.00 malam. Dia memarkir mobilnya di depan rumah. Karena seusai makan malam dia bergegas pulang dan tidak berencana untuk menginap di rumah orang tuanya. Dilihatnya seorang gadis menyambut kedatangannya dengan begitu centilnya. Dia bergelanyut dilengannya. Lee Jung Soo hanya diam saja meskipun dia tidak suka dengan sikap gadis itu yang terlalu kecentilan di hadapannya. Tapi, dia tidak ingin memulai peperangan lagi dengan ommanya.
Makan malam pun berlangsung santai. Lee Jung Soo tak banyak bicara kecuali kata “iya” atau “tidak” yang terucap dari mulutnya ketika orang tua Min Joo menghujaninya begitu banyak pertanyaan. Usai makan para orang tua berbincang-bincang. Lee Jung Soo tak mau andil dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan karena dia tahu kemana arah pembicaraan itu. Selain bisnis pastilah mereka akan membicarakan langkah-langkah perjodohan dirinya dengan Min Joo.
Lee Jung Soo merebahkan dirinya di sofa. Min Joo pun mengikutinya dengan tingkahnya yang kegenitan. Lee Jung Soo memperhatikan leher Min Joo dan benar dia mendapati adanya jahitan di sana meski terlihat samar-samar. Tapi, terlihat begitu jelas jika gadis centil itu menyibakan rambutnya ke belakang. Lee Jung Soo tahu bahwa Jang Nana tidak berbohong. Dia mencoba memulai pembicaraan garing dengan gadis manja dan centil itu. Dia ingin tahu apa yang terucap dari mulut gadis yang membuat ibunya begitu menyukainya itu.
“Kau bertemu Nana di Paris,”
“Nana? Oh, sepupumu yang tidak di sukai ajuma itu?”
“Jaga bicaramu,”
“Ah, ma’af kelepasan. Emang ajuma cuman bercerita gadis itu bukan gadis yang baik. Bukannya dia yang membuatmu seperti ini? Ajosi dan ajuma lebih senang kau mengelola bisnis keluarga daripada menjadi artis,”
“Itu bukan urusanmu kan?”
“Kenapa tidak sebentar lagi itu sudah menjadi urusanku. Tapi, tak apalah jika calon suamiku seorang artis terkenal, aku jadi bisa....,”
“Jangan berharap lebih, itu masih rencana,”
“Ya, baiklah-baiklah,”
“Ngomong-ngomong, Min Joo-sshi boleh ku tahu kenapa kau mendapatkan luka jahitan di lehermu?”
“Oh, kau melihatnya. Ini...,” ucap gadis itu sembari memperlihatkannya kepada Lee Jung Soo. Ini akibat perbuatan gadis gila yang tidak menyukaiku karena dia takut kalah dariku dalam ujian. Kau tahu sendiri kan aku ini sangat berbakat sebagai desainer jadi tak heran jika banyak orang yang iri padaku,” ucapnya dengan membanggakan diri.
Lee Jung Soo masih menggaris bawahi kata-kata gadis manja itu. Gadis gila yang dia maksud adalah....jangan....jangan.... Pikirannya berpikir dan menemukan bahwa kemungkinan gadis yang dimaksud adalah Jenny.
“Maksudmu gadis gila?”
“Ya, dia mencoba membunuhku dan mengancamku agar dia bisa menjadi juara pertama. Jadi ya daripada aku kehilangan nyawa aku mengalah saja dan menjadi juara kedua. Bukannya aku sudah menceritakannya pada ajuma. Ajuma tidak menceritakan padamu?”
“Oh, tidak. Aku tidak ada waktu untuk mendengarnya. Baiklah kalau begitu aku mau pergi dulu,”
Lee Jung Soo pamit kepada orang tua Min Joo sebagai sopan santun. Meskipun sesungguhnya dia sangat tidak menyukai orang tua licik itu yang menggunakan segala macam cara untuk mempertahankan bisnis mereka termasuk menindas orang-orang yang tidak bersalah. Dia juga berpamitan pada ayah dan ibunya. Meskipun ibunya melarangnya pergi dan menyuruhnya tinggal lebih lama di rumah, tapi Lee Jung Soo tidak mau. Dia bergegas pergi tanpa menghiraukan ibunya memaksanya tinggal atau menyuruhnya untuk mengajak Min Joo pergi jalan-jalan.
Sedangkan gadis itu masih bertengger dan bergelanyut memegang tangan Lee Jung Soo untuk meminta Lee Jung Soo membawanya. Tapi, Lee Jung Soo tidak mau dan berusaha untuk melepas tangan gadis itu. Bagaimana mungkin dia mengajak orang yang tengah membuatnya kehilangan sesosok wanita yang pernah dicintainya dulu. Dia bersedia untuk makan malam hanya karena ibunya memaksanya karena dia tidak ingin sakit jantung ibunya kumat lagi karena tindakannya.
Lee Jung Soo mengemudikan mobilnya dengan cepat. Dia ingin segera meninggalkan rumah dan gadis yang membuatnya menderita itu. Dia masih ingat apa yang pernah dilakukan oleh kedua orang tua gadis itu pada kekasihnya dulu untuk memisahkan Lee Jung Soo darinya dan agar Lee Jung Soo menikahi anaknya. Lee Jung Soo sempat memberitahu tindakan teman ayahnya itu pada ayahnya sendiri tapi ayahnya malah tidak mempercayai perkataannya itu. Dan jika pun semua itu benar ayahnya malah berterima kasih pada temannya karena memisahkan anaknya dari gadis miskin itu.
Dan semakin melihat orang itu rasanya Lee Jung Soo benar-benar ingin marah dan memukul orang-orang jahat yang telah membuat gadis yang di cintainya sepenuh hati itu menjadi gila karena ketakutan akan ancaman-ancaman mereka. Dan akhirnya meninggal karena tanpa sebab yang jelas.
“HanSeo Young aku merindukanmu......,” desah Lee Jung Soo yang masih mengemudikan mobilnya.
[1] Pangilan untuk bibi dari pihak ibu.