Hampir satu malam aku gunakan waktu untuk berfikir keras. Memikirkan Laili dan keadaannya. Aku tidak bisa pergi meninggalkan dia dalam kondisi seperti ini,terlebih dia tidak memiliki siapapun disini. Pagi ini aku menyisir jalan untuk menemui Laili,aku kembali harus menimbang segalanya. Mengingat bagaimana orang tuaku mendengar berita aku akan pergi ke Korea,mengingat pengorbanan Safaraz agar aku bisa pergi. Dan melihat Laili seperti ini membuatku tidak bisa mengucap sepatah katapun untuk memutuskan kembali. Aku terkejut melihat Ardan sudah berada disamping Laili sepagi ini. Masih dengan atribut yang sama Ardan berada tepat di samping kanan ranjang Laili.
“ Laila,kamu harus pergi ke Korea kan? Datanglah kekampus pagi ini dan pergilah. Jangan hawatirkan Laili,aku akan menjaganya. Aku akan menjaga Laili lebih dari kamu menjaganya. Aku akan memberimu kabar perkembangan kesehatan Laili setiap hari. Pergilah,Laili akan lebih marah jika kamu tidak pergi” Ardan meyakinkan aku agar tetap pergi tanpa membuang waktu. Dia berjanji akan menjaga Laili sebaik mungkin. Suaranya yang merdu itu kudengar dengan hikmat. Pria dengan catatan prestasi akademik yang cukup memukau. Dia salah satu pria yang dapat menghafal Al-Qur’an dengan baik. Aku sangat kagum padanya,mengagumi caranya berfikir,mengagumi caranya berbicara dan mengagumi semua gerakan tubuhnya. Aku tidak pernah mampu menatap matanya, rasa malu yang luar biasa akan hinggap saat aku melihatnya. Pernah aku melihat senyumnya mengembang begitu saja,hatiku terasa tidak kuasa menahan rasa.
Ardan adalah orang yang aku kenal sejak kecil. Kami tinggal di desa yang berseberangan. Setiap acara keagamaan di kampung,dia selalu hadir dan memikat semua orang dengan suaranya saat membaca Ayat suci Al-Qur’an. Aku bahkan bertekat untuk mengikuti kelas tilawatul Qur’an agar bisa sepadan dengannya. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara dia berkenalan dengan Laili dan bisa berada di ruangan ini dengan Laili.
Sebelum meninggalkan tempat Laili dirawat,sejenak aku mengenggam tangannya dan mengecup keningnya. Aku benar-benar merasa berdosa harus pergi meninggalkan dia yang seperti ini. Aku beranjak menuju rumah kontrakan kami dan bersiap untuk pergi. Semua persiapan sudah aku buat,karena aku hanya membawa semua yang ayah dan ibuku belikan kemarin. Tidak lupa aku mengunjungi kamar pribadi Laili,aku menggunakan mataku untuk merekam setiap jengkal dari kamar kecintaan sahabatku ini. Mataku terpatri pada sebuah benda,tas kertas berwarna cokelat yang terletak tepat diatas meja belajarnya. Aku beranjak untuk memeriksanya. Ini adalah baju batik yang dia beli sebelum aku pulang kampung malam itu.
“Lai,, seandainya aku bisa ke korea,aku ingin memberikan baju batik ini kepada Lee Jong Suk. Aku ingin memperkenalkan Indonesia padanya “
Dia terdengar menggebu-gebu saat bercerita tentang Lee Jong Suk. Ku babat saja tas ini dan ku selipkan dalam daftar perlengkapanku. Aku akan mengabulkan keinginan Laili untuk memberikan ini kepada Lee Jong Suk. Walau aku tahu akan sangat sulit menemui artis dengan jam terbang tinggi,aku akan berusaha kuat untuk mengabulkan keinginan Laili. Aku akan bercerita tentang Indonesia kepada Lee Jong Suk jika dia tidak ada waktu untuk berbicara denganku,aku akan membuat sebuah rekaman yang bisa dia lihat kapanpun saat dia memiliki waktu luang. Setidaknya aku akan mewujudkan keinginan Laili. Kini bukan hanya harapan keluargaku yang aku genggam erat. Aku juga pergi ke Korea dengan membawa harapan Laili.
Akan aku wujudkan keinginanmu Laili
Aku sudah terduduk manis di kursi special yang di siapkan untukku menuju Negara yang di puja-puja. Korea Selatan, I’am Coming !! ^_^
-----o0o-----
Entah berapa lama aku berada di udara,yang aku tahu saat ini aku harus turun dari benda terbang ini. Dan inilah aku,seorang Lailatul Qodartiani muslim dari Indonesia yang untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Negara kecil dengan ketenaran yang lebih besar. KOREA SELATAN
Kepalaku sempat berputar melihat sekeliling yang terasa aneh untukku. Aku ingat intruksi rector,bahwa aka nada orang yang menjemputku dan membawaku ketempat yang seharusnya. Aku berjalan perlahan meski terlihat berbeda. Tidak satupun diantara mereka menggunakan jilbab,sedangkan aku berpakaian lengkap menurut islam tanpa menggunakan pakaian tebal seperti mereka. Aku merasa dingin mulai menyengat kulit hingga membuat bulukudukku berdiri. Tapi kenapa semua orang disini hanya berjalan santai tanpa merasa apapun? Mungkin aku berlebihan menyikapi udara di Negara ini. Aku melangkah menyusuri jalan dan mencari petunjuk kemana sebenarnya orang yang dikirim untuk menjemputku?. Aku tidak mengenal satu orangpun disini. Mungkin jalan satu-satunya aku harus menunggu. Demi menghilangkan rasa bosan,aku juga membuka benda pemberian Safaraz yang dari kemarin sudah aku tenteng memenuhi tas ransel dan juga ku gendong kemana-mana ini. Aku mencoba menghubungi Safaraz. Rupa-rupanya dia memang sedang menunggu kabar dariku,karena hanya beberapa detik saja wajahnya sudah bisa aku lihat dilayar datar ini. Dia menyapaku dengan senyum hangatnya. Tidak lama kemudian ayah dan ibu juga terlihat di layar. Mereka terlihat sangat bahagia,aku juga. Aku menunjukkan sudut-sudut indah tempat yang dimana aku berada saat ini. Pesan-pesan juga sudah disampaikan oleh kedua orang tuaku. Sudah pasti pesan untuk selalu menjaga diri baik-baik. Menjaga aurat dan ibadah yang harus di tambah. Aku selalu berusaha menjadi anak yang baik dan kami mengakiri perbincangan kami. Aku masih kebingungan lantaran sampai saat ini belum ada tanda-tanda akan seseorang yang menjemputku itu. Mungkin ada baiknya aku mencari tahu alamat universitas tempatku belajar nanti. Aku di tempatkan di Universitas Korea atau yang biasa orang sebut dengan Korea University. Setelah menemukan alamatnya,aku berniat mencari kendaraan untuk pergi kesana. Tapi satu hal kembali mengingatkanku. Aku tidak memiliki mata uang Negara ini.
Yaa Allah,, harus bagaimana ini ?
Mataku melihat seorang satpam,mungkin ada baiknya aku bertanya kepada satpam itu dimana aku bisa menukar mata uang. Segera aku menujunya dengan hati riang,saking riangnya aku tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang dari arah yang berlawanan.
“Astagfirullah … aduh,kakiku “ rasa nyeri teramat aku rasakan saat koper yang sedari tadi ku seret kemanapun kini berada tepat menimpa pergelangan kaki kananku. Rasanya sungguh luar biasa.
“Yaa Allah,, aduh,, “ tidak hentinya aku mengeluh,sementara seseorangyang menabrakku tidak lekas berdiri dan menghampiriku. Dia hanya melaluiku saja,apakah orang Korea seperti ini? Aku masih merengek kesakitan. Tanpa diduga seseorang kembali menghampiriku,dia mencoba memeriksa keadaanku.
“ uh sorry,don’t touch me. I’am a moslem (maaf jangan sentuh saya,saya orang muslim)“ kataku sembari menarik kaki kananku yang teramat sakit ini,
“sorry,so how can I help you?I rush to find someone. I will call an ambulance, be calm please (maaf,lalu bagaimana saya bisa membantu anda?saya terburu-buru mencari seseorang. Akan saya panggilkan ambulan,jangan hawatir)”
Aku hanya terdiam sembari mengaduh dan menahan sakit. Aku juga tidak tahu apa yang harus aku lakukan dan bagaimana harus berdiri. Terdengar dari suaranya dia sangat hawatir,dia juga kelihatannya sangat terburu-buru. Aku merasa tidak enak padanya. Terlebih kami juga belum saling mengenal,kami hanya baru bertemu beberapa detik dalam insiden ini saja. Aku hanya ber-istigfar dalam hati. Tidak lama kemudian suara ambulan terdengar. Sekali lagi aku mengatakan pada mereka bahwa aku seorang muslim yang tidak boleh di sentuh lawan jenis tanpa ikatan apapun. Alhamdulillah mereka mengerti posisiku. mereka juga meminta seorang wanita untuk membantuku berdiri dan menuju ambulan. Mereka cukup ramah dan baik.
"jamkkan, dangsin-ui sin-won-eul bol su issseubnikka? naega chajgo iss-eoyo salam-eul chaj-eul ttae najung-e byeong-won-eseo mannaja (tunggu sebentar,bisa aku lihat identitasmu? Aku akan menemuimu di rumah sakit nanti setelah aku menemukan seseorang yang aku cari)” aku hanya melongo tidak mengerti apa yang sedang dia bicarakan. Seperti seorang mahluk luar angkasa yang mendarat di bumi,begitulah aku melihatnya kali ini.
"sorry, can I see your identity? I'll meet you at the hospital later when I find someone who I'm looking for (Maaf, saya bisa melihat identitas Anda? Aku akan bertemu Anda di rumah sakit kemudian ketika saya menemukan seseorang yang saya cari)"
"oh well, I was also the first time here and did not know anyone, did not know any direction. So can you help me later? (oh baik, saya juga pertama kali di sini dan tidak tahu siapa pun, tidak tahu arah. Jadi Anda dapat membantu saya nanti?)"
"of course, I'll help you later (tentu saja, saya akan membantu Anda nanti) ”Aku merasa orang ini adalah orang yang baik. Setidaknya akan ada yang membantuku nanti. Ku sodorkan pasportku padanya,dia terlihat sangat seksama memeriksa pasport itu. Aku tidak perduli apa yang sedang dia fikirkan,hanya mengelus-elus lembut kakiku sendiri yang terasa sangat sakit.
"you are from Indonesia, Laylat Qadriani. Transfer student with a scholarship at the University of Korea? (kamu dari indonesia,Lailatul Qodartiani. Mahasiswa Transfer dengan beasiswa di Universitas Korea?)" dua kata pertama tidak membuatku heran karena di pasport pasti tertulis asal dan namaku. Tapi bagaimana dia tahu kalau aku mendapat beasiswa di Universitas Korea? Bola matanya juga menajam dan menyelidik. Cukup membuatku sedikit merinding kali ini.
"yes, how do you know ? (ya,bagaimana anda tahu?)" dia hanya menghela nafas mendengar pertanyaanku. Terlihat seperti orang yang sedang menahan kekesalan. Dia juga sempat memejamkan dua bola mata yang membuatku sedikit merinding. Dan yang membuatku semakin takut dan terkejut,dia melempar pasportku begitu saja.
"ibwa , eodi gass-eoss eo? naneun jeong-o buteo gidaligoissda . nan eul chajgi wihae gonghang juwileul hoejeonhanda. jeongboui kaunteoeseo ileum-eul hochul hajiman dangsin-eun pyosidoeji anhseubnida (hey,kemana saja kau? Aku menunggumu sejak tadi siang. Aku bahkan berputar mengelilingi bandara untuk mencarimu. Memanggil namamu di loket informasi tapi kamu tidak muncul)" Aku tidak mengerti apa yang orang ini bicarakan,tapi dari nadanya dia pasti sedang marah saat ini. Lalu kenapa dia marah padaku? apa salahku dan apa salah pasportku sehingga harus dilempar begitu saja. Kalian tahu ekspresi anak Taman Kanak-Kanak yang polos dan lugu saat di marahi seolah tidak tahu apa yang di maksud oleh pengomel itu? Begitulah aku sekarang. Aku hanya mengedipkan kedua mataku berkali-kali tanpa menggerakkan bagian tubuh yang lain walau sedikit. Sementara dia terlihat semakin kesal dan menghembuskan nafas kesal.
"I'm looking for you at every corner. Why did not you come when your name be call at the counter Information? (aku mencarimu ke setiap sudut. Kenapa kamu tidak datang saat namamu di panggil di loket Informasi?)"
"I waited a few hours, I called my family in Indonesia to complete. But there was no sign of anyone pick me up here. I was so scared and confused what to do. I intend to go to college myself but I do not have the money Korea. I only had the money Indonesia. I sat alone in the chair. You should have brought my name board so I know you people who picked me up (aku juga menunggumu beberapa jam,aku menghubungi keluargaku di Indonesia hingga selesai. Tapi tidak ada tanda-tanda ada yang menjemputku disini. Aku sangat ketakutan dan bingung harus bagaimana. Aku berniat pergi ke kampus sendiri tapi aku tidak punya uang Korea. Aku hanya punya uang Indonesia. Aku duduk sendiri di kursi itu. Harusnya kamu membawa papan namaku sehingga aku tahu kalau kamu orang yang menjemputku)" Aku juga tidak kalah emosi dari orang yang ada dihadapanku saat ini. Aku sudah beberapa jam menunggu sendiri tanpa tahu harus kemana dan bagaimana? Bukankah seharusnya dia membawa tulisan bertuliskan namaku seperti yang ada di drama-drama yang pernah aku lihat?. Aku tidak tahu wajah seperti apa yang akan menjemputku untuk ke kampus. Tapi apakah dia tahu wajahku sebelumnya,sehingga dia tidak membawa apapun untuk menjemputku? Kalau demikian akan terlihat seperti dia orang yang hendak menculik seorang wanita asing. Karena hanya dia yang tahu wajahku sementara aku tidak. Tapi itu tidak mungkin,dia pasti akan segera mengenaliku saat kami bertemu tadi tanpa harus meminta kartu identitas terlebih dahulu.
Kami berada di dalam ambulan yang sama saat ini dengan emosi yang sama juga. Dia terlihat sangat kesal,dan akupun juga. Aku hanya melihat keluar jendela tanpa menatap wajahnya sedikitpun. Kalau diperhatikan,disini sangat indah. banyak gedung-gedung besar tapi udara masih terasa segar dan terlihat asri. Mungkin akan disebut Green and Clean kalau di Lamongan. Aku menikmati setiap sudut kota ini sepanjang perjalanan. Ini kota Seoul,ibukota Korea Selatan. Kalau di Indonesia kota ini seperti Jakarta. Kota metropolitan dengan biaya hidup yang mahal. Segalanya ada di kota ini,tapi biaya hidup disini juga mahal. Hampir sama seperti Jakarta,aku dengar banyak artis yang tinggal di Seoul. Aku berharap bisa menemui Lee Jong Suk dengan segera dan memberikan benda dari Laili untuknya. Disini juga terlihat banyak gedung-gedung mewah.Terlihat sekali ini adalah kota yang mahal. Seandainya aku hidup dengan uang sendiri,pasti tidak akan mampu. Beruntung semuanya bisa aku nikmati secara gratis. Aku dengar aku akan tinggal di kamar asrama,aku harus mulai belajar mengerti bahasa yang mereka gunakan. Agar nantinya aku mengerti apa yang mereka maksud,tapi aku juga berharap mereka bisa mengerti bahasa inggris dengan baik. Mahasiswa Korea University kan terkenal sangat jenius. Kalau aku bergabung dengan mereka,apa berarti aku juga salah satu dari orang yang jenius?__hehehe__
Sejenak ku kembalikan pandanganku pada mahluk yang duduk tepat didepanku ini. Harusnya aku menjalin hubungan yang baik dengannya,agar dia bisa membantuku mengenal bahasa mereka. Aku memang tahu bahasa mereka,bahkan bisa melontarkan beberapa kata,Omo,Saranghaeyo dan Anneyonghaseyo. Apa itu cukup untuk digunakan berkomunikasi dengan mereka?.
Tidak lama kemudian,kami tiba di rumah sakit,dokter segera menangani keluhanku. satu-satunya yang menjelaskan keadaanku hanya orang yang sedari tadi berada di dalam ambulan bersamaku. Aku hanya diam dan patuh saja. Bagaimanapun aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Pria itu datang menghampiriku yang sedang terduduk di ranjang UGD.
" doctors say there is no severe on feet. Only bones cracked feet, so it should be in a bandage for a few days (dokter bilang tidak ada yang parah pada kakimu. Hanya saja tulang kakimu retak,jadi harus di perban untuk beberapa hari)" ada yang ganjil dalam penjelasannya. Dia bilang tidak ada yang parah tapi tulangku retak. Lalu yang seperti apa baru dibilang parah?
"cracks are not serious? Then what kind of new arguably serious? (retak tidak parah? Lalu yang seperti apa baru dibilang parah?)" aku sangat kesal pada mahluk ini. Bagaimana bisa dia sangat santai mengatakan kakiku retak,aku bahkan tidak pernah terluka sekali saja. Sebenarnya seberat apa koperku sampai kakiku harus retak karena tertimpa benda itu?
"if your legs broken, bones sticking out. That's so serious (kalau kakimu patah,tulangmu mencuat keluar. Itu sangat serius)"aku geram mendengar orang ini berbicara. Benar-benar pertemuan pertama yang menyebalkan. Aku berharap akan ada orang lain yang tidak seperti dia,sangat menyebalkan. Kalian tahu bagaimana sosok Kim Won dalam drama korea "The Heirs"? Seperti itu lah orang yang ada di depanku saat ini. Sikapnya sangat dingin dan cara bicaranya juga elegan. Aku rasa semua orang Korea seperti ini. Kalau di ingat dari setiap drama korea yang aku lihat sosok Kim Tan,Kim Won (The Heirs), Choi Kang Ju(Bride Of The Century),Baek Seung Jo (Play Full Kiss), Joon (Love Rain) dan yang lain-lain semua juga seperti dia. Baiklah lupakan saja sikap dinginnya,setidaknya dia sudah membantuku untuk kerumah sakit. Dia juga yang sudah membayar tagihan rumah sakitnya. Dan dia juga mengantarku ke asrama.
Menurut informasi,kamarku berada dilantai atas. Sebelumnya dia sudah mengatakan bahwa aku masih belum boleh untuk berjalan lebih lama dan naik turun tangga. Terlebih ini sudah mencapai batas waktu untuk asrama,aku tidak bisa masuk kedalam asrama karena sudah melebihi jam malam. Walau segudang alasan sudah kami utarakan,penjaga tetap tidak mengijinkan aku untuk masuk kedalam. Lagi-lagi aku merasa terlantar,aku memaksakan diri untuk duduk dengan meluruskan kakiku. Pria dingin ini masih menemaniku hingga saat ini. Aku rasa dia sudah sangat lelah,wajahnya terlihat letih. Aku hanya sekilas saja. Entah apa yang ada di pikirannya,dia mengajakku pergi dari gedung ini. Dia tidak menjawab satupun pertanyaanku dan hanya tetap berjalan lurus. Sementara aku berjalan tertatih menahan dinginnya udara malam disini,serta menahan letihnya tubuhku lantaran seharian tidak beristirahat sama sekali. Pria dingin itu tetap saja berjalan lurus tanpa menoleh kearahku sama sekali. Dia berhenti di depan mini market,mempersilahkan aku duduk di bangku yang sudah disediakan di depan mini market. Sementara dia masuk kedalam tanpa bertanya memberitahuku apapun.
"i don't know what do you want,but can you eat it?(aku tidak tahu apa yang kamu inginkan,tapi kamu bisa makan ini?)" beberapa roti dan air mineral tersuguh di hadapanku. Cukup baik untuk ukuran orang sedingin dia.
Kalau seperti ini aku teringat akan sikap Safaraz,dia selalu memberiku apa yang dia suka tanpa bertanya apakah aku mau atau tidak. Kali ini aku tidak punya pilihan,perutku sudah mulai protes hingga berdendang. Sebongkah roti terlihat sangat menggiurkan hingga tidak ada pilihan lain selain melahapnya. Sama sepertiku dia menikmati mie cup dengan lahap. Menyadari aku sedang memperhatikan cara dia menghabiskan makanannya, dia menghentikan aktifitas itu sesaat.
"can you eat,food like this? (kamu boleh makan,makanan seperti ini?)" dia menunjuk benda yang sedang dia lahap.
"Here, I could not eat haphazardly. I have to know the ingredients and then get to eat (disini aku tidak bisa makan sembarangan,aku harus tahu bahannya dulu baru bisa makan)" dia hanya mengangguk dan memberiku isyarat untuk segera melahap apa yang sudah dia berikan kepadaku. Kami menyudahi acara makan malam sederhana ini,dia membawaku ke suatu tempat. Dia menjelaskan bahwa ini adalah tempat tinggalnya. Dia mengijinkan aku untuk tinggal di rumah yang sama dengannya. Aku memberinya pengertian bahwa aku tidak diijinkan untuk tinggal serumah dengan seorang pria tanpa ada ikatan apapun. Aku rasa dia cukup bisa memahami posisiku,meski awalnya dia menganggap aku sangat menyulitkan dan rumit namun pada akirnya dia dapat mengerti yang aku maksudkan. Dia tetap memintaku untuk tinggal di rumahnya,sedangkan dia akan tinggal di tempat yang lain.
" where you will stay? (kamu akan tinggal dimana?)" dia menunjuk ke arah pohon saat aku melontarkan pertanyaaan itu. Awalnya aku fikir dia akan seperti shimpanse yang bergelantungan di pohon. Namun ternyata disana memang ada tempat untuk tinggal. Ada rumah pohon yang terlihat cukup mewah. Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa menciptakan tempat seindah itu di pohon.
Aku menyudahi rasa terbuaiku terhadap tempat itu,tetap saja aku merasa tidak enak jika dia harus tinggal seperti monyet sedangkan aku menempati rumahnya. Tapi dia tidak ingin mendengar aku banyak bicara,dia bergegas merapikan barang yang dia butuhkan dan memintaku untuk beristirahat dengan damai di dalam rumah besarnya. Aku yakin dia orang yang baik,hanya saja dia sangat dingin dan arogan. Dia juga selalu mengerti jika aku menjelaskan masalah agama dan keyakinanku. Semoga saja aku tidak bertemu dengan orang yang salah.
Aku menyudahi kisah malam ini dengan beristirahat tenang usai menjalakan sholat isya'. Tentu saja aku sudah menanyakan pada pria itu dimana arah barat yang tentu menjadi Qiblatku sholat.
-----o0o-----
"Won a~,, Won..." aku mendengar suara itu dari pintu menyusul bunyi bel yang sedari tadi tidak aku hiraukan lantaran aku belum selesai membaca Al-Qur'anku. Mungkin ada seseorang yang sedang seseorang cari juga. Aku tidak tahu siapa dibalik pintu itu__hehehe__. Setelah menanggalkan mukenahku,aku menuju pintu dan memeriksa siapa dibalik sana. Dia terkejut saat melihatku,seorang pria tapi bukan pria yang menolongku tadi malam.
" dangsin-eun nugu? (kamu siapa?" mungkin dia sedang bertanya kepadaku,tapi apa yang dia tanyakan?
"eodi, won? (dimana Won?)" sebenarnya apa "Won" apakah itu nama orang? Aku masih terbengong polos,tidak mengerti apa yang orang ini maksud. Aku berniat memperkenalkan diri saja,mungkin dia akan mengerti kalau aku tidak bisa berbahasa Korea. Belum sempat sepatah kata terlontar dari bibirku,seseorang diseberang sana sudah beraksi.
" Joon Seong a~ ,yeogieseo?(Joon Seong,kamu disini?)" pria dingin itu berjalan ke arah kami berada. Mereka bercakap dengan bahasa asli mereka yang sudah tentu tidak aku mengerti. Ada kemungkinan pria dingin ini memperkenalkan aku kepada temannya itu,karena mata kedua orang ini selalu tertuju padaku. Dia juga melirik kaki kananku yang terbalut benda putih ini,juga menyapaku hangat dan memperkenalkan diri. Dia bernama "Jang Joon seong" aku tidak tahu makna dari nama itu. Hanya bersikap hangat membalas ramah tamahnya. Sejenak kemudian mereka beranjak dari hadapanku.
" Wait ! (tunggu !)" kata-kataku membuat mereka terhenti sesaat.
" Can I use your kitchen? I want to cook something for breakfast (Boleh aku menggunakan dapurmu? Aku ingin memasak sesuatu untuk sarapan)"terlihat sekali empu rumah ini tidak berekspresi. Dia datar dan membuatku bertanya-tanya.
"What would you cook? (Apa yang ingin kau masak?)"
"Vegetables and side dishes are also cooked rice. And where I can get all the materials? Where is the market,are far from here, where is the direction? (Sayur dan lauk pauk juga nasi. Dan dimana aku bisa mendapatkan semua bahan itu? Apa pasar jauh dari sini,kemana arahnya?)"
"you've got the Korean money? (kau punya uang korea?)" yaa Allah,aku baru ingat bahwa aku belum menukar uang hingga saat ini. Tadi malam dialah yang membayar roti dan minuman yang aku makan.
"not, what in this area is no exchange of money? (tidak,apa di daerah sini ada penukaran uang?)"
"remain at home and don't do anything, your feet will be broken if you move much. Eat only what's in the refrigerator tetaplah dirumah dan jangan lakukan apapun,kakimu akan patah jika kau banyak bergerak. Makan saja apa yang ada di lemari pendingin" kemudian dia berlalu begitu saja setelah berbicara dengan kata-kata bernada dingin. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Hari ini bukan hari awal kuliah,aku tidak harus pergi ke kampus hari ini. Karena aku datang lebih awal dari waktu yang di jadwalkan. Aku berencana untuk mengenal tempat tinggalku sebelum aku memulai semuanya. Tapi kenapa justru aku bertemu dengan orang sedingin itu? Dia baik tapi sangat irit berbicara. Bagaimana bisa aku belajar bahasa korea dari dia kalau seperti ini? Tapi walau bagaimanapun dia sudah banyak menolongku,mengijinkan aku memakan makanan yang ada di kulkas. Isi kulkasnya hanya buah dan roti ada minuman bersoda,serta makanan beku entah apa namanya. Aku rasa dia hidup semaunya saja. Semua benda di rumah ini memang terkesan rapi,tapi tidak satupun dari mereka yang tidak berdebu. Semua berdebu. Mungkin sebaiknya aku bersih-bersih sejenak kemudian bersantai. Dimulai dari dapur,kamar mandi,kamar tidur,semua benda pajangan dan lantai. Tidak lupa ruang tamu dan juga merapikan beberapa tanaman didepan rumah. Aku juga memanfaatkan waktu untuk mencari informasi tentang apa saja yang harus aku pelajari selama setahun disini.
Ternyata di negara ini,masih banyak orang yang belum mengenal agama. Mereka sangat ketat terhadap tradisi dan beberapa juga masih percaya pada perdukunan. Aku fikir hanya di Indonesia saja aktifitas perdukunan masih berlangsung. Ternyata di Negara yang elite begini mereka masih juga mengenal perdukunan. Seoul adalah ibukota,sudah aku jelaskan sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di Korea. Selain Seoul ada Busan,kota terbesar nomor dua di Korea. Juga satu-satunya kota yang tidak terkena dampak perang saudara antara Korea Selatan dan Korea Utara. Busan terkenal dengan penhasilan lautnya,disana kita bisa dengan mudah menjumpai penjual bahan laut. Ikan laut,cumi dan apapun yang pernah hidup di laut dan bisa dimakan. Busan berpenduduk padat dan kota yang satu ini juga tidak kalah indahnya dari Seoul.Tapi aku masih penasaran dengan pulau jeju,bukankah itu pulau yang indah? Begitu yang aku ketahui dari media online.
Hidup seorang diri seperti ini membuatku sedikit lebih bosan. Tapi beraktifitas sejak pagi juga membuatku sangat kelelahan. Entah sampai kapan aku akan seperti ini? Pemilik rumah masih belum kembali juga. Sementara aku sudah melakukan segala aktifitas. Hingga menjelang maghrib empu rumah ini masih belum terdengar suara langkahnya. Aku juga melihat kearah pohon tempat dia tinggal,namun tetap tidak ada tanda-tanda dia sudah kembali. Apa saja yang dia lakukan diluar sana? Apa seperti ini kebiasaan orang Korea untuk menghabiskan waktu?. Usai menjalankan sholat maghrib dan membaca Al-Qur'an seperti yang biasa aku lakukan,aku menanggalkan mukenah dan kembali menggunakan jilbab hijauku. Aku berencana untuk pergi kedapur mencari beberapa yang masih bisa dimakan dari dalam kulkas. Betapa terkejutnya aku melihat seseorang sudah bertengger anggun di kursi berwarna hitam yang terletak tepat di depan kamar tempat tidurku dirumah ini.
"Astagfirullahalazhim,, " aku spontan saja ber-istigfar,sementara dia hanya biasa saja menatapku datar.
"when are you coming? like ghost . I think you're a thief kapan kamu datang? Seperti hantu. Aku fikir kamu pencuri" Aku masih menguasai jantungku yang tidak beraturan detaknya.
"what am I going to steal anything in my house? memangnya aku mau mencuri apa dirumahku sendiri?" dia benar juga,tidak mungkin dia mencuri. Karena semua barang yang ada disini adalah miliknya,kecuali aku. Aku tamu yang dengan leluasa bisa menikmati semua isi rumahnya,termasuk persediaan makanan yang ada dalam lemari pendinginnya.
Dia beranjak ke dapur dan meletakkan barang berbungkus kantong plastik di meja panjang berbahan kayu berwarna elegan. Meja itu juga miliknya,tapi sebenarnya apa yang dia lakukan? Bukankah dia sudah sepakat untuk mengijinkan aku tinggal disini sementara dan dia di rumah pohon itu?.
"make something, you said you wanted to cook! masaklah sesuatu,kau bilang ingin memasak!" ternyata dia membeli bahan makanan. Ada beberapa macam sayur,ikan laut,beras dan semua bumbu memasak. Dari mana dia tahu semua bahan-bahan ini. Semua ini adalah yang aku fikirkan,karena tidak mungkin aku mengkonsumsi sembarang makanan disini. Bukan tidak menghargai,namun semua yang disuguhkan belum terjamin "halal" atau tidaknya menurut Agama. Setelah meletakkan semua benda ini,dia berlalu begitu saja. Sikap dingin dan arogannya memang tidak pernah bisa dirubah. Tunggu,dia tiba-tiba berbalik arah menujuku.
"How should I call you? aku harus memanggilmu apa?"
"LAI" ucapku singkat,dia hanya mengangguk dan berpaling kembali. Allah,, bisa-bisanya mahluk seperti ini ada di dunia.
Aku mulai beraksi di dapur,acuhkan saja apa yang dia lakukan. Biarkan dia berbuat sesukanya. Dimulai dari membuat nasi,lauk dan sayur. Tentu saja semua dengan resep asli dari Indonesia,aku tidak tahu Korea punya resep seperti apa? Kali ini aku membuat kepiting saus asam manis. Tadi dia membawa beberapa kepiting.
Setelah menguji coba rasa dari masakanku,aku fikir jemariku juga tidak kalah hebat dari jemari Laili yang selalu menghasilkan karya masakan lezat.__hehehehe__ Dan akirnya semua selesai,kini saatnya kita makan saudara-saudara. Sudah satu hari penuh aku tidak makan nasi. Mari kita membaca do'a sebelum makan,kemudian angkat sendok menuju mulut dan kenapa aku t eringat akan mahluk astral tadi? Mungkin dia mau mencicipi masakanku. Karena dia yang membeli semua barang ini,ada baiknya aku membagi makanan ini. Aku menyiapkan sejenak apa yang hendak aku berikan padanya,kemudian aku berjalan anggun menuju rumah pohon tempat dia tinggal saat ini. Aku harus berjalan tertatih menaiki setiap anak tangga menuju pintu utama. Kalau tidak mengingat semua kebaikannya,aku tidak akan juga berjalan tertatih memaksakan diri. Tidak hanya sampai disini,setibanya didepan pintu aku juga tidak bisa mengetuk selayaknya tamu yang bersikap sopan. Kedua tanganku penuh dengan barang bawaan. Terpaksa aku menggunakan kaki untuk membuat suara. Aku menendang kecil pintu rumah pohon ini dengan kaki kiriku. Mungkin hampir limabelas menit tidak juga dia menghiraukan. Aku ucapkan salam berkali-kali juga dia tidak merespon sama sekali. Sebenarnya apa yang sedang dia lakukan? Atau suaraku yang terlalu merdu?. Aku putus asa dengan usahaku kali ini. Walau dalam Islam tidak pernah diajarkan untuk putus asa dalam berusaha,tapi aku harus bagaimana lagi. Aku harus mulai mengambil langkah untuk kembali saja.
"Whats wrong? Ada apa?" Wajahku berbinar mendengar suaranya,dia membuka pintu dan menampilkan diri. Aku segera menunjukkan apa yang berada di kedua tanganku,serta menawarkan kepadanya.
"I cook it, you want to try? Aku memasak ini,kamu ingin coba?" Entah mengapa,aku sangat bahagia saat menawarkan masakanku malam ini. Mungkin karena ini pertama kalinya aku memasak untuk orang lain selain Laili. Aku jarang memasak untuk Laili,menu keseharian kami hanya tahu dan tempe saja.
"Whats it good? I'm afraid of poisoning Apa itu enak? Aku takut keracunan" Aku hanya diam tidak menatapnya. Seperti apapun masakanku hari ini,tidak akan membuat orang mati dalam sekejab. Lagi pula aku tidak menambahkan racun kedalamnya. Memang sebaiknya aku tidak menawarkan ini semua pada orang dingin dan arogan ini. Mahluk satu ini tidak pernah bisa menghargai orang lain. Sebaiknya aku kembali saja ketempatku dan meninggalkan mahluk ini di rumah pohonnya. Namun,dengan cepat dia sudah berada dihadapanku dan mengambil alih kedua benda di tanganku.
"This Indonesian recipe? Ini resep orang Indonesia?"
"yes ya" Aku sudah tidak bersemangat menjawabnya,dia selalu memiliki wajah yang sama. Sama seperti udara di Korea.
"I will try akan aku coba" dia kembali berlalu membelakangiku.
"hey, what's your name? hey,siapa namamu?"
"Won"
"hah,Won ?"
"BRAAKK !!" dia sudah menutup pintu sementara aku masih menatapnya. Sungguh orang ini tidak punya etika. Apa perlu aku mengajarinya cara menghargai tamu,aku bahkan sudah memasak untuknya walau semua bahan pemberiannya tapi tetap saja aku yang memasak.
Sudah lupakan saja mahluk ini,sebaiknya aku menjalankan sholat isya' terlebih dahulu sebelum akirnya harus beristirahat. Besok pagi aku sudah harus mulai memperkenalkan diri di kampus baru. Kampus yang di sanjung-sanjung kebanyakan orang. Aku sudah tidak sabar,apa saja yang akan aku lalui besok pagi. Tentu aku harus ke ruang rektor terlebih dahulu kemudian memperkenalkan diri dalam ruang kelas. Kalau dipikirkan aku merasa sangat gugup,karena aku tidak mengerti bahasa mereka sama sekali. Tapi bagaimanapun aku sudah berada disini dan tidak mungkin berfikir untuk mundur.
---o0o---
Usai menjalankan sholat subuh,aku membaca kitab suci seperti biasa. Aku juga menyiapkan air hangat untuk mengawali pagi ini. Benar-benar sangat sulit untuk bisa ber-adaptasi dengan cuaca disini. Sedikit melirik jarum jam di dinding,aku bergegas mengambil langkah keluar. Namun,aku harus menunggu Won terlebih dahulu. Karena sangat malu mengakui aku belum tahu arah menuju kampus,aku hanya akan berjalan mengikutinya dari belakang saja. Sudah terlalu banyak aku menyusahkan pemilik rumah ini. Melihat dia keluar dengan baju tebal seperti itu membuatku ragu untuk berjalan.
Mungkinkah diluar sangat dingin? Tahan berapa lama aku nanti,bahkan jaket tidak cukup untuk udara disini.
Pikirku menciut,tapi bagaimanapun aku harus segera mengikuti langkah kaki Won agar tidak tertinggal terlalu jauh dan membuatku tersesat. Won berjalan menatap kedepan tanpa menoleh sedikitpun. Entah karena itu kebiasaannya atau karena dia tidak sadar aku sedang mengikutinya?. Aku tidak ingin berfikir banyak,hanya berjalan kemanapun arah langkah Won. Ini hari pertama,untuk selanjutnya aku tidak akan mengikuti dia. Aku mampu berangkat sendiri jika sudah tahu kemana arah langkahnya. Sembari menikmati udara pagi,sejuk dingin dan keindahan tempat ini. Aku bernyanyi dalam hati,sekedar menghibur diri agar tidak selalu menatap ke arah Won. Banyak bunga-bunga tertata rapi disini,penghijauan sangat terjaga. Alangkah lebih baiknya kalau Indonesia juga seperti ini disetiap sudutnya. Jika kita membuang sampah sembarangan,kita akan di denda disini. Kalau di kota-kota besar Negara kita juga seperti ini,pasti banjir akan memutuskan hubungan dengan kita. Mereka tidak akan datang lagi. Karena itulah,penting bagi kita untuk menjaga kebersihan dan membudidayakan penghijauan. Kalau bukan kita yang menjaga,siapa lagi? Betul tidak saudara-saudara?.
Tapi dimana Won? Kenapa dia tidak lagi berada di depanku? Belok kemana anak itu?. Yaa Allah,terlalu banyak berfikir dan berceramah membuatku kehilangan arah. Harus bagaimana aku sekarang? Aku hanya bisa bertanya kepada langit,tapi tidak ada jawaban. Kucoba bertanya kepada mataku yang menyisir sudut arah,tapi tetap tidak aku temukan dimana mahluk itu?.
"What are you looking for? Apa yang kamu cari?" Aku sangat terkejut melihat Won berdiri tepat disamping kananku. Aku hanya menatapnya lega,menahan helaan nafas agar tidak terdengar olehnya. Cukup sulit bagiku mengakui aku membutuhkannya.
Alhamdulillah,aku tidak kehilangan orang ini.
Setidaknya hari ini,aku ingin dia menjadi petunjuk arahku. Dia hanya berdiri tenang dan menyodorkan segelas entah minuman apa ini,aku hanya menerima begitu saja tapi tidak segera menenggaknya. Telapak tanganku terasa hangat,ini adalah minuman hangat. Terlihat dia juga menikmati minuman dari gelas yang berwujud sama seperti yang kubawa. Aku masih ragu untuk menenggak minuman ini. Seperti pesan ayah,aku harus sangat waspada untuk mengkonsumsi makanan dan minuman dinegara ini. Mungkin Won mengendus keraguanku,karena aku tidak kunjung mencicipi apa yang dia suguhkan.
"Green tea" dia mengucap sepatah kata dan kembali berlalu. Mungkin yang dia maksud adalah minuman ini. Aku segera mengikuti langkahnya agar tidak tertinggal lagi. Aku berjalan perlahan dan mengendus-endus sedikit aroma minuman yang ku bawa,setelah yakin ini adalah Green Tea aku segera menenggak perlahan. Minuman hangat sangat dibutuhkan menghadapi udara seperti ini.
Won hanya berjalan dan terus berjalan,terlihat mengacuhkan aku dan tidak perduli sama sekali. Tapi aku segera menghapus semua prasangka itu. Selain berprasangka buruk adalah salah satu perbuatan dosa,juga karena Won berhenti didepan ruangan yang aku cari. Ibarat sekolah menengah,ruangan ini adalah ruang guru. Aku harus melalui proses ini terlebih dahulu sebelum masuk kelas. Merapikan sedikit jilbab warna hijau mudaku,dan masuk dengan lembut. Won masih menemaniku dan memperkenalkan aku dengan bahasa mereka. Menyadari aku tidak mengerti bahasa mereka,ada beberapa diantaranya yang menyapaku dengan bahasa Inggris. Semua orang disini sangat pengertian ternyata. Mereka juga mempertanyakan jilbabku yang tidak pernah terlepas. Setelah sedikit penjelasan,akirnya mereka mengerti juga. Setelah proses perkenalan,aku kehilangan sosok yang selalu berada disampingku sedari tadi. Entah kemana perginya Won,aku tidak ingn terlihat mencolok jika sedang mencarinya. Disini aku hanya mengenal dia,dan dia juga yang selalu ada membantuku. Aku masih bergantung padanya sekarang. Salah satu dosen mengajakku menyisir koridor kampus dan memperkenalkanku pada kondisi ruang kelas yang akan menjadi ruang belajarku selama setahun kedepan.
Bismillahirrohmaanirrohim
Pintu terbuka dan aku bisa melihat semua mata penghuni kelas menatap kearahku. Proses belajar mengajar terhenti sesaat,mereka mempersilahkan aku untuk memperkenalkan diri kepada seluruh isi kelas yang nantinya akan menjadi teman belajarku juga. Awal kenyataan yang membuat aku gugup,isi kelas ini tidak sama seperti isi kelasku di kampus lama. Mereka sangat antusias dengan penampilanku yang sangat berbeda dengan mereka,sehingga tidak sedetikpun pandangan mereka berpaling dariku. Dilihat dari cara berpakaian saja aku memang sudah berbanding terbalik dengan mereka,warna kulitpun demikian. Kulitku asli Indonesia,aku orang yang sangat Oriental,tidak sekalipun aku melakukan perawatan kulit seperti yang dilakukan wanita muda pada umumnya. Aku tidak pernah perawatan ke klinik kecantikan atau konsultasi pada dokter kecantikan. Aku hanya menggunakan lulur,itupun karena Laili selalu memaksa. Walau demikian,aku masih tidak bisa dibandingkan dengan orang Korea yang berkulit putih. Seandainya aku sempat membandingkan warna kulit dengan Won,pasti kulit Won juga akan terlihat lebih baik dariku.
"Lai,please sit on your chair ! Lai,silahkan duduk di kursimu !" Mataku berkeliaran mendengar perintah itu. Aku harus duduk dimana dan dengan siapa? Semoga dia bisa menjadi teman yang baik nantinya. Aku hanya ingin menjalin hubungan baik dengan semua orang disini. Seperti pesan keluargaku. Agar banyak yang membantuku disini,mengingat aku adalah sebatang kara.
"Lai ! You can sit here Lai ! kamu bisa duduk disini" Mendengar seseorang memanggil namaku,aku segera mendekat dan dengan ramah menyapanya.
" my name is Lee Jang Mi, you can call Jang Mi namaku Lee Jang Mi,kamu bisa memanggilku Jang Mi"
"Hi Jang Mi, nice to meet you Hai Jang Mi,senang berkenalan denganmu"
"Lai, I’m Yi Hyeon Lai,aku Yi Hyeon"
"I'm David Aku David"
"Hopefully we can be a good friend Semoga kita bisa menjadi teman yang baik" Senang sekali bisa mengenal mereka yang ramah tamah. Aku juga melihat setiap orang selalu tersenyum bila menatapku. Aku juga menebar senyum pada setiap sudut mata yang memandang,namun senyumku terhenti begitu saja setelah mataku melihat seseorang di seberang kananku. Mataku sempat membulat sesaat. Satu-satunya orang yang tidak menatapku hanya orang ini. Won,iya benar dia Won. Ternyata dia satu kelas denganku sekarang. Suasana hatiku berubah dalam sekejab. Dari banyaknya kelas yang ada,kenapa aku harus bertemu dikelas yang sama. Kenapa selalu harus bertemu dengan mahluk yang satu ini.
Menemui pihak berwajib,itu yang aku lakukan setelah kelas berakir. Tentu bukan kepolisi,aku hanya menemui pengurus asrama untuk menanyakan tempatku. Tapi keanehan terjadi disini,mereka menyatakan bahwa tidak ada kamar untukku. Karena semua kamar sudah terisi penuh. Apa terjadi kesalahan? Rektorku dari Malang menyatakan bahwa akan ada tempat tinggal untukku,namun mengapa mereka berkata lain?. Aku menyudahi rasa penasaranku dan segera menghubungi pihak Malang melalui via E-mail. Rasa gelisah tentu menyelimuti isi otakku,aku bahkan tidak berani menghubungi keluargaku sebelum semua jelas. Aku hanya mengirim E-mail kepada Safaraz agar mereka tidak menghawatirkan keadaanku disini. Dan juga menyempatkan diri menjawab video call dari Ardan. Dia selalu mengabarkan kondisi Laili,serta membuatku dapat melihat keadaan Laili dengan jelas. Masih banyak benda medis yang menempel di tubuhnya,dia juga belum sadarkan diri. Hanya saja dia sudah stabil dan tidak sedang menghadapi masa kritis. Aku juga melihat Ardan sangat perhatian dan telaten merawat Laili. Setiap hari dia menemui Laili dan melakukan Video Call denganku untuk membicarakan perkembangan Laili. Sebenarnya siapa yang sedang dia perhatikan,aku juga tidak mengerti dan tidak berani menebak. Dia mengunjungi Laili untuk membuatku tidak hawatir akan keadaan Laili,ataukah dia mengunjungi Laili setiap hari karena mereka memiliki hubungan khusus. Aku belum siap mendengar kenyataan jika kemungkinan kedua yang terjadi. Aku tertarik pada Ardan dan menyimpan perasaan selama ini karena aku merasa belum pantas dan belum sepadan dengannya. Saat ini yang aku fikirkan hanya,aku bahagia bisa melihatnya dan bahagia bisa memantau kondisi Laili setiap hari.
Mungkin karena terlalu banyak berfikir dan menebak keadaan,aku tidak bisa membedakan bolpoin dan pisau. Aku meletakkan mereka berdampingan saat aku berencana menikmati buah sembari menulis E-mail untuk setiap orang tadi. Tidak tahan melihat darah,itulah ciri khas diriku. Dengan kaki terpincang-pincang aku mencari kotak obat tapi tidak kunjung ku temukan,tidak ada cara lain selain meminta Won membantuku sekali lagi. Aku berlari tertatih dengan menahan sakitnya kakiku menuju tempat tinggal Won. Namun tidak juga aku bisa menemukan Won disana. Entah bagaimana awal kisahnya,tapi ini benar terjadi. Air mataku mengalir begitu saja,melihat darah tidak kunjung berhenti di telapak tanganku. Empat jariku tergores dan mereka berdarah. Terisak disela-sela pot bunga itu yang aku lakukan saat ini. aku tidak memiliki uang untuk membeli obat bahkan aku tidak tahu arah untuk mencari toko obat.
"Lai, mwohaneungeoya? Lai,apa yang kamu lakukan?"
"Joon Seong" Jujur aku tidak faham apa yang Joon Seong katakan tadi,aku hanya menunjukkan jemariku yang berdarah sembari merengek seperti bayi. Aku tidak pernah tahan melihat darah. Aku juga tidak pernah mengobati lukaku yang berdarah. Laili selalu membantuku membersihkan darah dan membalutnya dengan kasa pembalut. Joon Seong meraih keempat jariku yang berdarah dan membawaku masuk kedalam rumah. Dengan sabar dan telaten Joon Seong mencuci jemariku dan memintaku untuk menunggunya sejenak di kursi. Entah bagaimana caranya Joon Seong menemukan kotak obat. Dia mengobati jari-jariku walau terkadang aku meringis dan menjerit menahan perih,dia tetap sabar mengatasiku. Aku hanya memejamkan mata saja selama proses pengobatan berjalan. Aku bisa merasakan Joon Seong orang yang sangat baik pula. Dia lebih ramah dari Won,dia terlihat lebih sabar dan hangat. Kalau boleh dibilang,pria ini bersikap cukup dewasa. Tidak seperti Won yang dingin dan terkesan gampang marah,meski dia baik tapi sikap dinginnya itu membuat orang yang baru mengenalnya merasa sedikit kurang nyaman.
"mwohaneungeoya? apa yang kamu lakukan?" suara itu terdengar bernada tinggi. Spontan aku membuka kedua mataku. Won tepat berada dihadapanku,dia menarik tubuh Joon Seong dan melandaskan bogem empuk di wajah Joon Seong. Beranjak menghentikan Won,itu yang aku lakukan saat ini. Tubuh besarnya itu membuatku sedikit terpental dan mendarat di kursi kembali. Kali ini kakiku terasa sangat nyeri membuatku merintih. Keduanya segera berlarian mendekatiku. Bisa ku saksikan mata Won sangat hawatir kali ini.
"Are you ok? apakah kamu baik-baik saja?"
"Joon Seong only help cure this, I was so scared of blood. He helped treat this. I've been waiting for you a very long time,where are you? I'm afraid. Joon Seong hanya membantuku mengobati ini,aku takut sekali dengan darah. Dia membantuku mengobati ini. Aku menunggumu sangat lama tadi,kamu kemana saja? Aku takut"
"I'm sorry, I've been there a little affair. What's wrong with this? Maafkan aku,tadi aku ada sedikit urusan. Apa yang salah dengan ini?"
"I no accidentally touch the blade Aku tidak sengaja menyentuh pisau"Dia terdiam sesaat dan menatap Joon Seong dengan rasa bersalahnya itu. Entah kenapa dia tiba-tiba marah begitu saja pada Joon Seong? Sungguh manusia yang satu ini selain dingin dan arogan,dia juga ringan tangan. Terbukti tanpa mendengar apapun dia melandaskan pukulan begitu saja. Semakin hari aku semakin bingung dan tidak bisa menebak sikap dari orang yang satu ini.
"Joon Seong... Joon Seong..naleul yongseohago,gamsahabnida Joon Seong maafkan aku dan terimakasih" Joon Seong hanya diam sembari mengelus pipinya yang berubah warna sedikit kebiruan itu. Aku semakin merasa kurang enak terhadapnya,dia dengan tulus membantuku namun mahluk dingin ini justru menyakitinya. Kami mengakiri malam ini sampai disini. Won dan Joon Seong mempersilahkan aku untuk beristirahat sementara mereka berlalu meninggalkan aku dirumah ini sendiri.
Sampai pagi menjelang,aku masih mencoba mengingat mata Won yang terlihat sangat hawatir itu. Dia terlihat seperti sudah pernah mengenalku. Semua akan terlihat seperti itu kalau mereka sudah mengenalku. Dibalik sikapku yang sedikit pendiam,aku sangat manja jika terluka. Terlebih jika melihat darah,aku tidak akan mampu menahan tangis. Aku sangat ketakutan dengan warna merah yang segar menjalar itu. Meski tidak dipungkiri semua orang pasti punya termasuk aku. Namun aku benar-benar sangat takut melihat cairan itu keluar.
Sikap Won yang mudah berubah dan tidak dapat ditebak itu membuatku penasaran. Pertama,untuk jenis roti yang dia pilih saat pertama kali aku datang. Tanpa bertanya dia memberiku roti dengan aroma pandan,bukan cokelat. Kebanyakan pria akan membeli cokelat untuk seorang wanita,tapi aku tidak suka cokelat. Green Tea untuk pagi itu,aku memang selalu suka minum teh hangat setiap pagi. Aku sangat menyukai teh dan kebun teh,aku juga sangat suka jika Laili mengajakku berlibur ke kebun teh di Malang. Tapi itu sangat jarang,karena kesibukan masing-masing. Juga bahan belanjaan malam itu,dia bahkan tahu semua yang aku butuhkan untuk membuat menu masakan sehari-hari sesuai selera makanku. Dia menyiapkan semua kebutuhanku sesuai dengan yang aku mau. Sekali lagi aku beranjak kearah lemari pendingin dan memastikan segala isinya. Ada beberapa susu tawar disini,dia bahkan tahu aku tidak suka susu manis atau yang ber-aroma apapun. Juga roti tawar dan roti aroma pandan. Sayuran,disini ada wortel,kentang,kubis,sawi putih,brokoli hijau,tomat dan mentimun. Ini semua sayur yang paling aku gemari saja. Aku hanya suka bahan sayur ini saja,karena memang aku tidak mengenal sayur apa saja yang ada di korea yang nantinya bisa menjadi sayur kesukaanku. Sebenarnya siapa Won? Kenapa aku merasa dia mengetahui banyak tentang aku? Satu hal lagi yang membuatku penasaran. Won tahu jadwal sholatku.
Seperti hari ini,tanpa memberi tanda apapun dia sudah berada di dalam rumah. Aku sedang berkecimpung didapur. Melihatku tidak mengenakan mukenah ataupun membaca Al-Qur'an,dia mempertanyakan hal itu. Kalau kuperhatikan,dia memang datang setiap aku menjalani sholat maghrib dan akan kembali ketempatnya saat aku menyudahi sholat isya'ku. Tapi karena aku juga wanita pada umumnya,aku memiliki waktu senggang seminggu dalam sebulan untuk beribadah. Melihatku hanya sibuk didapur,dia tidak banyak berkomentar. Entah ada angin darimana,seorang Won tertarik untuk memasak bersamaku. Mengiris bawang bombai,beberapa sayur hijau dan bahan lainnya. Setelah semua usai,kami menyantap hasil masakan ini bersama. Dia terlihat riang dan sangat menikmati,tidak seperti biasanya yang selalu tampak dingin dengan sikap menusuk perasaan. Bulu kudukku berdiri melihat tingkahnya yang seperti ini,terlebih saat dia membuka suara.
"What's your favorite food? Apa makanan kesukaanmu?"
"All my mother's cooking, that's my favorite food Semua masakan ibuku,itu makanan faforitku"
Mungkin Won hanya ingin membuat suasana menjadi hangat,aku sering merasa takut dan gugup saat berhadapan dengannya. Tapi kali ini,sikap ramahnya justru membuatku semakin takut. Walau bagaimanapun,aku tetap berusaha tenang dan melahap makanan ini hingga akir. Tanpa mengucap apapun,dia berlalu begitu saja.
"Won..." aku memanggil nama itu dengan ragu,sejujurnya aku ingin bertanya. Aku hanya ingin dia mengajakku menikmati udara korea jika dia ada waktu senggang. Aku ingin berjalan-jalan dan setidaknya mencari titik terang untuk tujuan keduaku. Mencari Lee Jong Suk,demi Laili. Menyerahkan barang titipan Laili yang menjadi amanah bagiku ini. Dia menatapku tajam,aku sudah cukup ketakutan dengan sikapnya hari ini. Mungkin ada baiknya aku bertanya lain waktu saja.
"Good night Selamat malam"Entah apa yang ada dibenakku,hanya kata itu yang tiba-tiba keluar. Dia hanya tersenyum tipis dan berpaling kembali. Membersihkan meja makan dan semua perlengkapan,itu yang hendak aku lakukan untuk menepis apapun yang sempat terlintas dalam benakku. Namun,siapa yang akan menyangka jika Won datang kembali dan membantuku melakukan semua ini. Jantungku semakin tidak keruan menghadapinya,dia membuatku semakin ketakutan. Bagaimana bisa monster dingin dan mengerikan ini berubah begitu saja.
-----o0o-----