Pelajaran Akuntansi baru saja selesai tapi seperti biasa kelas langsung ricuh degan suara kami yang sedang bernyanyi, bahkan untuk menambah keriuhan Mahesa sampai menghidupan speaker yang dia bawa demi menunjang karaoke kelas.
Kawan dengarlah
Yang akan aku katakan
Tentang dirimu
Setelah selama ini
Ternyata kepalamu
Akan selalu botak
Eh, Kamu kaya gorila.
Cobalah kamu ngaca
Itu bibir balapan
Dari pada gigi lu
Kayak kelinci
Yang ini udah gendut
Suka marah-marah
Kau cacing kepanasan
Tapi ku tak perduli
Kau selalu di hati.
Kamu sangat berarti
Istimewa di hati
Selamanya rasa ini
Jika tua nanti
Kita t'lah hidup masing-masing
Ingatlah hari ini.
Ketika kesepian menyerang diriku
Gak enak badan resah tak menentu
Ku tahu satu cara sembuhkan diriku
Ingat teman-temanku.
Don't you worry just be happy
Temanmu di sini
Don't you worry don't be angry
Mending happy-happy.
Lagu Project Pop yang Ingatlah hari ini menjadi lagu yang kami nyanyikan bersama hari ini, kalau melihat liriknya entah kenapa gue merasakan kesedihan yang sebenarnya belum terjadi. Ah, masa-masa ini begitu indah sampai gue gak mau waktu cepat berganti.
Di sela menyanyi gue menatap Jivan lekat sampai kemudian dia sadar dan bertanya.
"Kenapa lo?"
"Jigong, cita-cita lo apa?"
Jivan mengelus bagian bawah dagu seolah berpikir. "Cita-cita gue itu menjadi suami lo."
Gue memandang kesal ke arahnya.
"Seriusan geh, lo mau jadi apa nanti?"
"Lulus nanti gue mau daftar Akpol."
"Seriusan? Wah keren. Gak nyangka akhirnya lo punya tujuan yang bagus juga, gue pikir setelah kemarin kita mau di tilang lo gak bakalan mau jadi polisi taunya malah mau daftar. Gue dukung deh daripada lo mau jadi peneliti ketek seperti yang kemarin lo bilang."
Jivan terkekeh. "Penelitian tentang ketek bakalan tetep berjalan, Ilo. Gue mau cari tahu alasan kuatnya bulu-bulu itu tetap tumbuh meski dikulit yang sering kejepit."
Gue tertawa mendengarnya, kelakuan Jivan emang diluar batas normal.
"Lo sendiri mau jadi apa?"
"Gue..gue mau jadi peneliti tentang apa di bulan ada kelinci." Canda gue.
Jivan manggut-manggut. "Cocok, pemikiran yang bagus. Selama ini gue juga berpikiran seperti itu, bahkan nih gue bertanya-tanya kenapa Saturnus jadi planet yang udah nikah? Mentang-mentang ada cincin yg melingkarinya, emang planet mana sih yg ngajakin nikah? Gak kasian apa sama Bumi yang sampe sekarang masih jomblo?"
"Geblek, udah ah becandanya." Gue menoyor kepala Jivan "Serius nih ya gue pengen jadi penulis best seller."
"Mimpi yang bagus, tapi emang lo tau mau nulis apa?"
"Apa aja bakal gue tulis, lo tau sendiri gue 'kan tukang ngayal."
Jivan terkekeh, dia mengusap puncak kepala gue sembari mengatakan hal yang akan pernah gue lupain.
"Jadi penulis yang sukses ya soalnya kalo sampe gak, gue gak mau lo mati bunuh diri dengan mencap diri sebagai produk gagal."
Sialan! Bener-bener kalimat unfaedah yang anehnya meningkatkan semangat gue buat membuktikan.
"Gue ke ruang guru dulu deh." Pamit gue padanya.
Gue baru ingat kalo harus mengumpulkan karya esai ke bu Martha tapi belum juga gue melangkahkan kaki Jivan sudah mencegahnnya.
"Lo jadi ikutan daftar lomba esai?"
Gue mengangguk kemudian memperlihatkan tulisan gue kepadanya.
"Bagus juga meski gue gak ngerti sih, good luck deh."
"Amin, gue gak terlalu ngarep menang soalnya kalo gak kesampean ntar bisa sedih tujuh turunan tujuh tanjakan yang ada."
Jivan memberi semangat, duh jadi terharu soalnya dia satu-satunya orang diluar keluarga yang sangat percaya dengan potensi diri gue saat gue sendiri kadang meragukannya. Jadi untuk kali ini gue bener-bener berusaha buat membalas kepercayaanya itu dengan hasil terbaik.
Masih banyak typo dan campur aduk gaya bahasa. Mampir bentar doang, semoga bisa dirapiin lagi yah.
Comment on chapter Memori Masa Lalu