Setelah kejadian kemarin, Afka mulai menjauhiku. Biasanya dia selalu menjahiliku, tapi tidak sekarang. Bahkan menyapaku saja tidak. Saat aku menatapnya pun, dia malah membuang muka.
Namun entah kenapa, perasaan aneh ini muncul tiba-tiba. Aku merasa kehilangan Afka sekarang.
Kemarin memang aku marah besar padanya. Tapi sekarang udah engga ko. Asli.
Kemala: caa
Tak ada balasan.
Aku mendengus kesal, aku memasukkan ponselku dan siap mendengarkan penjelasan pa Amir mengenai bilangan-bilangan yang berderet dan memiliki beda ataupun rasio antara satu angka dan angka lainnya.
Layaknya manusia, memiliki perbedaan antara orang yang satu dengan orang yang lainnya.
"Jadi kalau deret geometri itu tandanya angka-angka dipisahkan dengan koma nak, deret ini juga memiliki rasio. Sedangkan deret aritmatika dipisahkan dengan koma juga, namun bedanya deret ini memiliki beda. Gitu nak, ada yang ingin ditanyakan sebelum bapak lanjut" jelas pa Amir
"..."
"Gimana ada? Kalau ga ngerti tanyakan saja"
"Tidak pa" jawab kami serentak
"Oke, lanjut ya. Rumus dari deret..."
---
Drrttt...Drrttt
Irham: oioioi
Kemala: oi
Irham: tar sore aku tanding, disekolah ko. Nonton yaa
Kemala: sip
Irham: tiis amat
Kemala: engga
Irham: ywdh
Aku hanya menatap layar ponsel dengan tatapan datar. Aku memikirkan mengapa Afka jadi seperti ini, harusnya aku yang marah. Tapi ini malah dia yang marah.
"Kantin yuu" ajak tina
"Males tin"
"Yahh, yaudah deh. Aku ke kantin ya, mau nitip ga?" tanyanya
"Mau, kentang aja 3000 ya"
"Oke"
Ruangan kelas mulai sepi, mereka berjalan keluar untuk membeli makanan di kantin ataupun sekedar mencari udara segar di luar. Mengobati sesaknya diam di kelas yang berisi 40 murid.
Sekarang di kelas ini, hanya ada aku dan Afka. Aku menatap ke arah belakang, memperhatikan dia. Tapi dia malah asik dengan dunianya. Sampai pada akhirnya, dia menatapku sebentar dan langsung berdiri berjalan ke arah luar.
"Afka" aku memanggil namanya dengan berani
"Apa?" tanyanya malas
"Kenapa kamu?" tanyaku lagi
"Kenapa apa?" tanyanya seolah tak mengerti
"Iya jadi beda aja, aku udah maafin kamu ko" jelasku
"Engga ga beda. Iya tau" jelasnya
"Tapi beda" elakku
"Maaf" ucapnya dingin
"Iyaiyaiya, emang kenapa jadi beda?" tanyaku penasaran
"Saya udah balikan lagi sama Aila. Jadi gamungkin saya deket deket sama kamu lagi kaya dulu" jelasnya sadis
"Oh...ya. Langgengg ka" jawabku miris
"Sip" dia meneruskan jalannya meninggalkanku yang kebingungan
Aku hanya bisa menatap punggung Afka yang mulai menghilang dari pintu. Sekarang aku hanya sendiri di kelas ini.
Entah kenapa ada rasa aneh yang timbul saat Afka mengatakan itu. Padahal itu hal wajar, toh aku pun sudah bersama Irham. Aku hanya harus terbiasa dengan suasana saling diam antara aku dengan Afka
"Laaaa kenapa ga ke kantin? Aku nunggu kamu di sana" tanya Irham tiba-tiba
"Males ham" jawabku malas
"Sudah uka tebak, makannya aku bawain makanan. Nih, dimakan yaa" Irham memberikan satu cup mie gelas dan sebotol teh dingin
"Makasih ham, pengertian amat haha"
"Iya atuh, yaudah aku mau ke lapangan ya. Mau latihan bola, jangan lupa tar sore"
"Okee. Semangat hamm"
"Yoo, bye la"
"Bye ham"
Aku menatap makanan yang dibelikan Irham tadi, aku tersenyum miris. Mengingat Irham yang dulu berubah karena Dila, namun ada Afka yang menghiburku. Sekarang saat Afka berubah karena Aila, Irham kembali. Kembali menghiburku dan selalu ada untukku.
Setelah beberapa jam aku diam di kelas bersama 39 teman lainnya. Akhirnya bel berbunyi. Semua orang mulai bergegas membereskan barang-barangnya dan langsung memenuhi lapangan.
Hari ini pertandingan persahabatan antara sekolah kami dengan SMPN 8. Sorak sorai dari para suporter dari masing-masing tim menggema seantero SMPN 01, mereka saling melontarkan yel-yel kebangganya diiringgi tabuhan drum dan terompet.
Aku berjalan sambil menutupi telinga sesekali saat suara terompet berbunyi nyaring. Aku tak sesemangat mereka, aku acuh hari ini. Kalau bukan karena Irham yang meminta, mungkin sekarang aku sudah diperjalanan pulang. Bukannya dibangku penonton paling depan, tepatnya di sebelah anak-anak OSIS perempuan yang sibuk membicarakan laki-laki yang bernomor punggung "23" milik SMPN 8.
"Laa doain aku yaa" Irham menghampiriku, sebelum pertandingan dimulai
"Iya hammm, semangatttttttt" jawabku penuh semangat palsu. Ingat ya, palsu.
"Sepertinya pertandingan akan segera dimulai sodara-sodara, wasit mulai berkumpul bersama para pemain. Kita lihat dari tim SMPN 01 sang kapten kebanggan Difa mulai memimpin bersalaman dengan tim dari SMPN 8. Dan sang kapten Adit dari SMPN 8 mulai memberi pengarahan pada timnya setelah bersalaman." suara Zaki yang berlagak bak pemandu pertandingan ditelevisi semakin menambah keseruan
Waktu sudah berjalan kurang lebih 20 menit, dengan kedudukan masih sama yakni 0-0. Sekarang suasana tak seramai tadi. Para suporter mulai kelelahan mengeluarkan suaranya.
"Semangat atuh ey semangat" ucap Sandi yang berperan sebagai rekan Zaki
"Sepertinya suporter mulai kelelahan bung sandi" ucap Zaki pada Sandi
Mendengar itu, para suporter kembali bersorak sorai penuh semangat.
"Oke sepertinya suasana sudah kembali ramai, sekarang kita mulai membina jalannua pertandingan. Oke, bole dibawa oleh Adit, Putra, Kaisar, dan sekarang Irham. Iya irham irham dan gollll. Satu untuk SMPN 01" ucap Sandi
"Yeeeee, nol nol satu satu. Kita nol satuuuu. Kang irham semangat kang irham semangat" sorak seluruh suporter SMPN 01
---
Aku membantingkan badanku yang lelah ke atas kasur bersampul warna pastel yang senada dengan dinding kamar. Aku menatap ke arah jendela yang memperlihatkan langit yang mendung dan mulai bergemuruh. Langit yang mendung sekarang ini layaknya Irham dan Afka dengan perubahannya. Langit yang terang setelah mendung, layaknya Irham yang kembali sekarang, atau mungkin layaknya Afka juga. Jika dia kembali...
Kuingin cinta hadir untuk slamanya
Bukan hanyalah
Untuk sementara
Menyapa dan hilang...
Terbit tenggelam bagai pelangi
Yang indahnya hanya sesaat
Tuk kulihat dia
Mewarnai hari...
Tetaplah engkau disini
Jangan datang lalu kau pergi
Jangan anggap hatiku
Jadi tempat persinggahanmu
Untuk cinta sesaat...