Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kesempatan
MENU
About Us  

Lima tahun sebelumnya...

 

EMILIA mengangkat kursi satu-persatu, meletakkannya di meja, lantas beralih ke area lain dan mengulang hal yang sama. Ia baru menuntaskan dua baris bangku dari arah pintu. Langit di luar sana sudah kelabu, tampaknya berniat mengundang hujan turun. Jendela kelas yang dibiarkan masih terbuka membuat udara dingin membaur sempurna bersama debu di sekitar selasar dan kelas. Emilia menghirup angin, beralih ke baris ketiga.

“Yang?”

Sahutan itu membuat Emilia menangguhkan niatnya menaikkan sebuah kursi. Pandangannya terlempar ke arah pintu yang menjeblak terbuka. Sosok tinggi berseragam putih-abu yang kemejanya dibiarkan memamerkan sehelai kaus abu di baliknya, mengernyit dan mulai berjalan menghampiri Emilia. Anak-anak rambut di pipi cowok dengan wajah kotak itu menempel di kening, terjebak peluh. Dadanya naik-turun dengan cepat, menandakan sosok itu baru saja melakukan sesuatu yang memancing tenaga.

“Kok masih di sini? Ngapain?”

Emilia menggulirkan senyum lebar. Ia tak pernah sanggup menahannya. Kehadiran Alvaro Wistara selalu berhasil melambungkan sanubarinya, membuatnya bagai memiliki hati bersayap yang hanya mengepak jika Alvaro mewujud di depan mata. Oh, tidak. Bahkan, meski hanya mendengar suaranya saja, Emilia goyah hingga dibuat berbunga-bunga. Reaksi yang teramat wajar, mengingat Alvaro adalah kekasihnya.

“Beres-beres kelas,” jawab Emilia menghadap Alvaro yang berdiri di depannya.

“Lho? Bukannya jadwal piket besok, ya?”

Emilia menghidu aroma lavender yang dipadukan dengan kayu cendana saat Alvaro mengibaskan kausnya dengan sebelah tangan yang lembab oleh keringat. Emilia menyukai wangi parfum Alvaro. Perkawinan bahan-bahan itu menempel secara sempurna di tubuh Alvaro, sanggup menyatu dengan bulir peluh yang bermunculan, menghasilkan bebauan yang membikin betah.

Emilia mengangguk. “Biar besok agak santai, jadi kukerjain sekarang.”

“Orang yang kebagian piket besok jadinya nggak kerja, Sayang. Masa mau ngerjain sendiri begini?”

Suara Alvaro melembut. Sudut bibir Emilia kian mengembang. Ia menyukai cara Alvaro memanggilnya ‘Sayang’.

“Nggak apa-apa kok.” Emilia menyahut santai.

Alvaro menatapnya lekat hingga membuat Emilia gerah dan kian berdebar-debar. Alvaro lantas menggumam panjang seraya melipat kedua tangan di dada. Kepalanya miring ke satu sisi. Romannya serupa detektif yang tengah menginvestigasi.

“Kamu sengaja beres-beres biar pulang bareng, ya?”

Terkandung canda di suara Alvaro, yang dinodai niat untuk menjahili. Sebelah sudut bibir Alvaro bahkan terangkat tinggi hingga membentuk senyum miring yang anehnya tak membuat wajahnya menjengkelkan, justru meningkatkan kadar parasnya yang memesona.

Ah, benar. Jika dipikir-pikir, kenapa Emilia bisa seberuntung ini mendapatkan Alvaro sebagai kekasih, sementara siswi yang fisiknya jauh lebih sempurna dari Emilia rela mengantri demi bisa bersanding dengan Alvaro.

Belum sempat Emilia memberi jawaban, Alvaro sudah tergelak. Cowok itu meraih wajah Emilia dan mencubiti pipinya pelan.

“Kamu ini, ya. Padahal mumpung nggak ada ekskul biar bisa pulang lebih cepat, malah nungguin. Bikin gemas banget, sih.”

Emilia terkekeh, lantas mengulum senyum. Alvaro selalu tahu isi hatinya.

“Ya udah. Kubantuin. Biar cepat kelar.” Alvaro beringsut ke seberang Emilia.

“Bukannya lagi basket?” Emilia melihat Alvaro mulai mengangkat kursi dan meletakkannya di meja. Meski Alvaro pernah menjadi anggota ekskul film, tapi di saat tak ada jadwal, ia biasanya mengisi waktu dengan bermain basket bersama teman-temannya. Emilia tahu Alvaro melakukannya tadi sebelum datang kemari, karena pacarnya itu memang sudah memberitahu terlebih dahulu.

“Udah beres.”

Alvaro tak bicara apa pun lagi. Kedua tangannya gesit memindahkan kursi, membuat proses yang Emilia lakukan dengan lambat tadi, kini berkali lipat lebih cepat. Tanpa sadar, Alvaro sudah nyaris tiba di bangku terakhir. Emilia lekas beralih mengambil sapu, melanjutkan pekerjaannya.

Alvaro bergerak ke area depan, membersihkan sepasang papan tulis yang masih kotor oleh rumus Matematika sebagai pelajaran terakhir di kelas Emilia. Begitu tuntas, ia merapikan meja guru dengan cekatan. Gerakan Emilia terputus. Perhatiannya jatuh pada Alvaro. Batinnya menghangat. Dilakukan berdua seperti ini, pekerjaan itu terasa lebih ringan. Mereka adalah kombo yang saling melengkapi, tanpa perlu menginstruksi hal-hal yang mesti dikerjakan.

Kebersamaan mereka pas adanya. Emilia tak mampu membayangkan, jika kelak mereka harus berjalan sendiri-sendiri.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
One-room Couples
1092      533     1     
Romance
"Aku tidak suka dengan kehadiranmu disini. Enyahlah!" Kata cowok itu dalam tatapan dingin ke arah Eri. Eri mengerjap sebentar. Pasalnya asrama kuliahnya tinggal dekat sama universitas favorit Eri. Pak satpam tadi memberikan kuncinya dan berakhir disini. "Cih, aku biarkan kamu dengan syaratku" Eri membalikkan badan lalu mematung di tempat. Tangan besar menggapai tubuh Eri lay...
Kisah Kita
1967      692     0     
Romance
Kisah antara tiga sahabat yang berbagi kenangan, baik saat suka maupun duka. Dan kisah romantis sepasang kekasih satu SMA bahkan satu kelas.
Tentang Kita
1817      775     1     
Romance
Semula aku tak akan perna menduga bermimpi pun tidak jika aku akan bertunangan dengan Ari dika peratama sang artis terkenal yang kini wara-wiri di layar kaca.
Stuck On You
307      247     0     
Romance
Romance-Teen Fiction Kisah seorang Gadis remaja bernama Adhara atau Yang biasa di panggil Dhara yang harus menerima sakitnya patah hati saat sang kekasih Alvian Memutuskan hubungannya yang sudah berjalan hampir 2 tahun dengan alasan yang sangat Konyol. Namun seiring berjalannya waktu,Adhara perlahan-lahan mulai menghapus nama Alvian dari hatinya walaupun itu susah karena Alvian sudah memb...
Namaste Cinta
10249      1968     5     
Romance
Cinta... Satu kata yang tak pernah habisnya menghadirkan sebuah kisah...
Melodi Sendu di Malam Kelabu
495      327     4     
Inspirational
Malam pernah merebutmu dariku Ketika aku tak hentinya menunggumu Dengan kekhawatiranku yang mengganggu Kamu tetap saja pergi berlalu Hujan pernah menghadirkanmu kepadaku Melindungiku dengan nada yang tak sendu Menari-nari diiringi tarian syahdu Dipenuhi sejuta rindu yang beradu
Sebuah Musim Panas di Istanbul
377      270     1     
Romance
Meski tak ingin dan tak pernah mau, Rin harus berangkat ke Istanbul. Demi bertemu Reo dan menjemputnya pulang. Tapi, siapa sangka gadis itu harus berakhir dengan tinggal di sana dan diperistri oleh seorang pria pewaris kerajaan bisnis di Turki?
IMPIAN KELIMA
449      334     3     
Short Story
Fiksi, cerpen
My Halloween Girl
1025      553     4     
Short Story
Tubuh Kevan bergetar hebat. Ia frustasi dan menangis sejadi-jadinya. Ia ingat akan semalam. Mimpi gila itu membuatnya menggila. Mimpi itu yang mengantarkan Kevan pada penyesalan. Ia bertemu dengan Keisya dimimpi itu. “Kev, kau tahu? Cintaku sama besarnya denganmu. Dan aku tak akan membencimu,”. Itu adalah kata-kata terakhir Keisya dimimpinya. Keisya tak marah dengannya. Tak membencinya. Da...
Power Of Bias
1079      625     1     
Short Story
BIAS. Istilah yang selalu digunakan para penggemar K-Pop atau bisa juga dipakai orang Non K-Pop untuk menyatakan kesukaan nya pada seseoraang. Namun perlu diketahui, istilah bias hanya ditujukan pada idola kita, atau artis kesukaan kita sebagai sebuah imajinasi dan khayalan. Sebuah kesalahan fatal bila cinta kita terhadap idola disamakan dengan kita mencitai seseorang didunia nyata. Karena cin...