ALVARO merapikan pakaiannya sekali lagi. Ia mulai mematut penampilan di depan cermin berukuran setengah badan sejak lima belas menit lalu. Biasanya, Alvaro tidak menghabiskan waktu selama ini untuk meyakinkan diri bahwa tampilannya cukup memadai sebelum melenggang pergi. Alvaro sadar diri, fisiknya tak butuh banyak polesan. Bahkan sehelai kaus polos dengan celana jins saja cukup membantunya mendapat banyak lirikan. Anugerah sejak lahir, selorohnya sedari dulu. Namun, hari ini berbeda.
Bola mata hitam Alvaro meleng ke arah ponsel di tempat tidur yang bergetar samar. Ia berbalik dan meraih benda itu, menyimak isi perbincangan di grup WA.
Gayatri Puji Ramadhani
Gue udah di TKP. Baru nongol Putri sama Wina aja, nih.
Mana yang lain?
Fahreza Purnama
Easy, girl. Masih sepuluh menitan lagi.
Putri Kumala
Extra charge karena tambahan waktu, ditanggung yang telat, ya.
Wina Rahmat
Setuju!
Doni Pandawa
Ada extra charge? Siapa sih yang pilih resto itu buat reuni?
Gayatri Puji Ramadhani
Gue! Mau protes lo?
Doni Pandawa
No, no, no. Just asking *grin*
Gayatri Puji Ramadhani
Buruan!
Obrolan masih berlanjut. Getaran ponsel tak kunjung terputus. Begitu pula degup kencang jantung Alvaro. Benar. Reuni inilah yang membuat tampilannya hari ini harus istimewa. Reuni kecil yang hanya melibatkan satu kelas, 3 IPA 2. Gagasan yang dicetus salah seorang kawan. Alvaro tak memprotes sama sekali. Justru, ia sudah menanti-nanti. Karena artinya, ia akan bertemu seseorang kembali. Seorang perempuan yang ia sia-siakan lima tahun lalu. Kesalahan-kesalahannya membuat Alvaro kehilangan sosok yang masih betah mencongkol di benak dan hatinya hingga sekarang.
Emi.
Alvaro membatin menyebut nama itu. Gelenyar rindu membuatnya menghela napas berat. Ia menekan bagian informasi grup, menelusuri daftar anggota dan berhenti di salah satu nama; Emilia Savina.
Kamu datang, kan, Emi? Datang, ya. Aku kangen. Alvaro menatap foto profil Emilia yang kini terpampang di layar ponselnya. Wajah yang merekah oleh senyuman, dibarengi binar mata bahagia. Betapa Alvaro merindukannya. Ia menelantarkan beberapa tahun ini dengan penyesalan tanpa berani menemui Emilia secara langsung. Kini, ajakan reuni adalah sebuah kesempatan. Tak hanya untuk bertemu, tapi juga mendapatkannya kembali.
Alvaro menarik napas panjang dan melekatkan bayang wajah Emilia di pikirannya, sebelum ia mematikan ponsel dan meraih kunci mobil di nakas.
Benar. Ini adalah kesempatan. Alvaro akan berupaya mendapatkan Emilia kembali. Ia tak akan membuang waktu percuma lagi.