Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kesempatan
MENU
About Us  

ASAP rokok membumbung di udara, menguasai pernapasan. Bulan telah sepenuhnya bersembunyi di balik awan. Aroma knalpot membaur, bagai tak ingin tertinggal. Angin malam ikut menyerang serupa prajurit hujan. Situasi yang tak membikin betah, tapi Alvaro mendapati dirinya bercengkerama bersama kondisi itu tanpa keluh-kesah.

Alvaro duduk di bawah mobil sedan hitam pekat milik Toni, sementara ia sekali lagi menghirup asap rokok yang bersumber dari sahabatnya itu, berdiri di sisinya. Tawa Toni terdengar menyelingi, atas obrolannya bersama Bara dan Gagah yang berdiri menghadap Alvaro dan Toni. Ketiganya sibuk memuntahkan aroma rokok, sementara Alvaro mengetik balasan pada Casi.

 

Antonio G

Cowok kamu masih di rumah?

Casi Fortuna

Bentar lagi pulang, kok.

Aku langsung ke sana.

Kamu masih mati aja sih HPnya, Beb! Cas, dong!

Antonio G

Nanti.

 

Setelah mengirim balasan itu, Alvaro menyerahkan ponsel Toni pada pemiliknya. Ia menggunakan ponsel Toni untuk berkomunikasi dengan Casi karena miliknya sendiri mati total sejak dua hari lalu, dan Alvaro tidak berniat mengisi daya baterainya. Ia membiarkan benda itu tanpa nyawa di sudut nakas di salah satu kamar yang dihuninya di kediaman Toni.

“Casi jadi datang, kan?” tanya Toni sambil menerima ponselnya.

“Nunggu cowoknya pulang.” Alvaro mengangguk. Ia memasukkan tangannya ke saku jaket. Matanya menatap bangunan berlantai tiga di hadapannya. Dentum musik dari dalam terdengar hingga ke area parkir, tempat mereka berada sekarang. Sebuah kelab pusat kota tepat di pinggir jalan, yang sedari dulu hanya Alvaro lewati tanpa kunjungi. Kini, ia sudah kedua kalinya berada di sana bersama Toni.

“Ngisep, Al?”

Alvaro menoleh ke arah Bara yang berdiri di depannya, menawarkan rokok. Ia akan menolak, seperti yang pernah ia lakukan sebelumnya. Namun, malam ini Alvaro terdiam cukup lama memandangi benda itu.  

“Coba, Al.” Toni merangkul Alvaro. Jari kirinya mengapit sebatang rokok yang sudah habis setengah. “Otak lo perlu pembersihan. Ngisep rokok bisa bantu.”

Alvaro tidak menemukan kolerasi sepadan dari ucapan Toni, tapi ia terkekeh pelan. Kondisi wajahnya yang masih lebam tidak memungkinkannya untuk terbahak lebar. Sesungguhnya, saat masih SMP, Alvaro pernah mencoba barang itu waktu ia menginap di rumah Toni setelah belasan hantaman mendarat di kepala dan punggungnya, dampak dari kemurkaan sang ayah yang mendapati nilai merah di ulangan harian Alvaro. Toni yang menawarinya kala itu. Ingat Alvaro berpendapat Toni liar sejak SMP? Salah satunya adalah kebiasaannya merokok sejak mengenakan putih-biru. Tenggorokan Alvaro protes keras saat itu, membuatnya tak melanjutkan niatnya untuk mengisap.  

“Jangan banyak mikir, Al. Nih.” Gagah mengambil sebatang dan memberikannya langsung pada Alvaro.

Alvaro ragu sejenak. Ia menelan ludah. Lantas, samar bayang pukulan dan cambukan ayahnya muncul di kepala, dibarengi sikap pasif ibunya. Sekejap saja napas Alvaro menyesak. Yang ia dapati kemudian adalah pergerakan halus tangannya mendekat pada gulungan tembakau itu untuk mengambilnya. Toni selalu terlihat damai setiap kali mengisap rokok. Begitu pula Bara dan Gagah. Barangkali, mengikuti jejak mereka bisa meluruskan sedikit kekacauan di pikiran Alvaro.

Alvaro meletakkan rokok itu di bibirnya, dan Bara segera mengeluarkan pemantik api. Ia membantu Alvaro menyalakan rokok itu. Saat Alvaro mengisapnya, ia kontan terbatuk-batuk. Kebisingan oleh musik dan suara kendaraan dikawani tawa Toni, Bara dan Gagah.

Toni menepuk-nepuk pundak Alvaro. “Santai, Al. Pelan-pelan.”

Alvaro hanya menanggapinya dengan kekehan ringan. Tenggorokan dan hidungnya bagai tersekat, membuatnya masih terbatuk-batuk. Alvaro mesti membuang ludah untuk mulai mencoba mengisapnya lagi.

Shit.” Alvaro meludah sekali lagi, dan kembali batuk. Di hadapannya, Bara dan Gagah tergelak geli.

“Lama-lama nggak bakal batuk lagi, Al. Bakal kerasa enaknya,” bujuk Bara.

“Coba aja terus,” dukung Gagah.

Alvaro manggut-manggut sambil menyeringai. Di sisinya, Toni membuang sisa rokok dan menginjaknya dengan kaki kiri. Ia lantas mengambil rokok baru dari Bara, dan menyalakannya tanpa kesulitan. Ponsel Toni berdering. Ia menerima panggilan sambil sesekali mengisap rokoknya. Alvaro melihat pemandangan itu dalam diam, lantas beralih pada Bara dan Gagah yang mengajaknya berbincang. Ia merunduk menatap rokok di tangannya. Siapa yang menduga, akan tiba saatnya bagi Alvaro menyentuh benda itu lagi. Bagaimana tanggapan orangtuanya jika tahu hal ini?

“Kamu nggak akan bisa hidup kalau nggak ada Papa! Kamu nggak akan bisa beli semua barang-barangmu itu kalau nggak ada Papa! Begini cara kamu membalas Papa, hah?! Begini cara kamu bersikap sama orangtua, hah?! Kurang ajar kamu ini!”

Alvaro mendengus begitu ucapan ayahnya terngiang. Seolah ada jeritan tak terdengar di kepalanya. Ia mengisap rokoknya sekali lagi, kali ini lebih kuat. Batuk kering segera menyusul.

“Kalau orang-orang lihat wajah Al memar-memar, kamu yang kena!”

Sial! Alvaro membuang ludah kali kesekian. Ia mendongak saat merasakan pening di kepala. Wajah ayah dan ibunya membayang. Sesak di dada kian meradang. Alih-alih berhenti, Alvaro mengambil isapan lain.

“Mulai enak, Al?” tanya Gagah penuh antisipasi.

Alvaro tersenyum lebar. Tak berapa lama teman Toni lain tiba. Mereka bercengkerama dalam obrolan yang membikin Alvaro kian betah. Selang sepuluh menit, Casi datang bersama tiga teman perempuannya, yang disambut senyum semringah oleh para pemuda.

“Hei, Beb.”

Sapaan Casi dibalas rangkulan Alvaro. Ia mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir cewek itu tanpa aba-aba. Dada Alvaro bergetar oleh banyak rasa. Wajah-wajah di benaknya yang semula membayang, ia enyahkan begitu saja. Ada Casi bersamanya. Cewek yang ia butuhkan, yang selalu menemaninya.   

“Udah mulai nakal, ya, coba-coba rokok.” Casi mengusap bibir Alvaro sambil tersenyum dengan hati-hati, tidak ingin melukai luka sobekan di sana.

“Cewek suka bad boy, kan?” Alvaro menyeringai.

Casi memukul dada Alvaro ringan, membuat keduanya tertawa bersamaan.

“Masuk sekarang, yok. Yang lain suruh nyusul aja.” Toni beranjak lebih dulu, yang diamini teman-temannya.

Di urutan paling belakang, Alvaro bersama Casi berangkulan menyusul langkah Toni memasuki kelab. Tempat itu memiliki pamor yang tak terbantahkan. Sistem keamanan tanpa pemeriksaan identitas membuat remaja seusia Alvaro bisa datang dengan leluasa. Begitu masuk, dentum musik kian membahana. Cahaya-cahaya penerang menyapa penglihatan. Dada Alvaro kian berdebar. Ia melihat sekitar dan tersenyum.

Selamat datang di kehidupan baru gue.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
kekasihku bukan milikku
1312      671     3     
Romance
Kejar Mika!
3584      1140     5     
Romance
Sudah bukan rahasia lagi kalau Pinky jatuh cinta setengah mati dengan Mikail Angelo, pemuda tampan paling populer di sekolahnya yang biasa dipanggil Mika. Jungkir balik dan jatuh bangun mengejar cintanya sedari SMP, yang ia dapat adalah penolakan. Lagi, lagi dan lagi. Pantang menyerah, Pinky berjuang keras demi bisa masuk SMA yang sama dengan pemuda itu. Dan ketika ia berhasil berada di ...
Einsam
409      292     1     
Romance
Hidupku sepi. Hidupku sunyi. Mama Papa mencari kebahagiaannya sendiri. Aku kesepian. Ditengah hiruk pikuk dunia ini. Tidak ada yang peduli denganku... sampai kedatanganmu. Mengganggu hidupku. Membuat duniaku makin rumit. Tapi hanya kamu yang peduli denganku. Meski hanya kebencian yang selalu kamu perlihatkan. Tapi aku merasa memilikimu. Hanya kamu.
She Is Falling in Love
543      339     1     
Romance
Irene membenci lelaki yang mengelus kepalanya, memanggil nama depannya, ataupun menatapnya tapat di mata. Namun Irene lebih membenci lelaki yang mencium kelopak matanya ketika ia menangis. Namun, ketika Senan yang melakukannya, Irene tak tahu harus melarang Senan atau menyuruhnya melakukan hal itu lagi. Karena sialnya, Irene justru senang Senan melakukan hal itu padanya.
Stay With Me
203      170     0     
Romance
Namanya Vania, Vania Durstell tepatnya. Ia hidup bersama keluarga yang berkecukupan, sangat berkecukupan. Vania, dia sorang siswi sekolah akhir di SMA Cakra, namun sangat disayangkan, Vania sangat suka dengan yang berbau Bk dan hukumuman, jika siswa lain menjauhinya maka, ia akan mendekat. Vania, dia memiliki seribu misteri dalam hidupnya, memiliki lika-liku hidup yang tak akan tertebak. Awal...
HEARTBURN
397      292     2     
Romance
Mencintai seseorang dengan rentang usia tiga belas tahun, tidak menyurutkan Rania untuk tetap pada pilihannya. Di tengah keramaian, dia berdiri di paling belakang, menundukkan kepala dari wajah-wajah penuh penghakiman. Dada bergemuruh dan tangan bergetar. Rawa menggenang di pelupuk mata. Tapi, tidak, cinta tetap aman di sudut paling dalam. Dia meyakini itu. Cinta tidak mungkin salah. Ini hanya...
Gray November
3825      1314     16     
Romance
Dorothea dan Marjorie tidak pernah menyangka status 'teman sekadar kenal' saat mereka berada di SMA berubah seratus delapan puluh derajat di masa sekarang. Keduanya kini menjadi pelatih tari di suatu sanggar yang sama. Marjorie, perempuan yang menolak pengakuan sahabatnya di SMA, Joshua, sedangkan Dorothea adalah perempuan yang langsung menerima Joshua sebagai kekasih saat acara kelulusan berlang...
40 Hari Terakhir
892      552     1     
Fantasy
Randy tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan berakhir secepat ini. Setelah pertunangannya dengan Joana Dane gagal, dia dihadapkan pada kecelakaan yang mengancam nyawa. Pria itu sekarat, di tengah koma seorang malaikat maut datang dan memberinya kesempatan kedua. Randy akan dihidupkan kembali dengan catatan harus mengumpulkan permintaan maaf dari orang-orang yang telah dia sakiti selama hidup...
Langkah yang Tak Diizinkan
202      167     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
Ansos and Kokuhaku
3517      1142     9     
Romance
Kehidupan ansos, ketika seorang ditanyai bagaimana kehidupan seorang ansos, pasti akan menjawab; Suram, tak memiliki teman, sangat menyedihkan, dan lain-lain. Tentu saja kata-kata itu sering kali di dengar dari mulut masyarakat, ya kan. Bukankah itu sangat membosankan. Kalau begitu, pernah kah kalian mendengar kehidupan ansos yang satu ini... Kiki yang seorang remaja laki-laki, yang belu...