Bandung 2018
Malam ini hari terakhirku berada di Bandung. Kutatap suasana kota dari balkon apartemenku. Harusnya malam ini juga aku harus mengemasi barang – barangku. Kembali ke kota itu ah sungguh menyebalkan bagiku. 5 tahun aku menetap di bandung tanpa ada keluarga di sampingku. Disini jugalah aku berhasil menutup rasa yang telah kusimpan rapi di bilik hatiku yang terdalam. Terkadang aku berpikir kenapa aku harus berlari tak tentu arah begini. Berusaha untuk menghilang dari orang sekitarku sungguh itu beban yang sangat besar bagiku. Mengadu nasib di kota orang padahal tidak sulit bagiku untuk mendapatkan pekerjaan jika saja aku ada di jakarta. Aku berasal dari kalangan orang yah yang bisa di katakan sangat kaya. Tapi itu semua milik papa bukan milikku. Di kota ini juga lah aku merasakan ketenangan yang sebenarnya. Tanpa keluarga tanpa teman, hanya suara jangkrik yang menemani malamku setiap malam.
“Belum kemasi barang- barang lo” decaknya. Ah aku lupa dia lah satu satu nya keluarga yang menemaniku selama 5 tahun ini. Dia Gara sepupuku yang tinggal di apartemen ku ini. Entah lah mengapa dia bisa di bandung aku juga tidak tau. Apakah di suruh mama untuk selalu di sampingku aku pun tak tau.
“Kok lo gak ngangkat telpon kak Dena sih. Capek nih gue di teror terus” ucapnya menuju tempat duduk di sampingku.
“Harus ya gue balik?” ujarku pelan
“Gak mungkin kan lo gak hadir nikahan kak Dena ra” ucapnya tak kalah pelan.
“Gue males balik kesana Gar. Apalagi ....”
“Ada om Danu? “Potong nya cepat. Ku tolehkan kepala ku di tatapnya mata ku dengan lembut.
“Sampai kapan sih ra harus gini. Seburuk apapun om Danu dia juga papa lo tau. Kan uda gue blg pelan pelan aja jangan di paksakan” katanya lagi.
“Atau lo takut jumpa mantan lo si Arash itu ya?” tebak nya dengan mendorong bahuku. Kutatap dia dengan tajam. Yang di tatap hanya memberi cengiran maut nya.
“Abis nya lo 5 tahun gak balik jakarta. Capek gue ra tiap balik di serbu mama lo pertanyaan” kata nya dengan bersungut – sungut. Aku hanya tertawa hambar mendengar omelannya. Gara selalu menceritakan apapun yang terjadi di rumah kala dia balik kejakarta. Mama yang selalu memberondong nya dengan pertanyaan – pertanyaan yang membuat nya pusing. Aku hanya terseyum miris.
“Yaudah deh, gue kemasi barang dulu. Pesawat jam 8 kan bsk?” ucapku dengan senyum yang di paksakan. Gara langsung bangkit dari duduknya dan menatapku dengan mata yang berbinar
“ Gitu dong sepupu nya Gara yang ganteng. See you besok pagi ya sepupu aku” ucapnya dengan dibuat – dibuat seperti anak kecil. Aku hanya menatapnya muak. Tapi aku juga tersenyum melihat tingkahnya yang konyol. Ah besok akan menjadi hari yang melelahkan. Aku harus segera tidur untuk menyegarkan tubuhku.
**
Akhirnya selama 5 tahun aku menginjak kakiku kembali ke Jakarta. Bandara sangat padat hari ini dan Gara yang mengomel terus sedari tadi karena jemputan kami tak datang – datang. Aku hanya memberinya senyum tipis dan menyuruhnya untuk bersabar. Setelah hampir 2 jam menuggu akhirnya dapat ku lihat dari kejauhan Galih sahabat kecilku berlari kecil menuju ke arahku dengan senyuman lebarnya.
“Ara” ucapnya dengan senyum yang menawan. Aku hanya membalasnya dengan senyuman kecil. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun aku langsung masuk ke dalam mobilnya. Kami pun bergegas menuju rumahku kecuali Gara, ia memutuskan untuk pulang sendiri naik taksi. Aku tau hubungan Gara dengan Galih sudah tak seakrab dulu lagi entah karena apa aku pun tak tau. Sepanjang perjalanan aku hanya diam dan memandangi kesibukan di kota Jakarta ini. Berusaha mengusir setiap kenangan yang ada dikota ini.
Penulisan kata ku disambung dengan kata yang mendahuli, atau kata di belakangnya. Salam.
Comment on chapter Prolog