"Aku adalah orang terbodoh yang mengejar seseorang karena ambisi. Aku bahkan tidak menyadari jika ambisi itu membawaku ke jalan dimana harga sebuah kepercayaan telah dihancurkan."
Stella Patricia
-Distaste-
Kantin memang selalu menjadi tempat terfavorit pelajar saat jam istirahat. Tak terkecuali bagi empat serangkai ini, Ghazi, Rasta, Figo, dan Bastian. Mereka berempat duduk di pojok kantin, tempat biasa mereka berkumpul. Bahkan Figo dan Bastian sudah ada disini sejak beberapa jam yang lalu alias bolos pelajaran. Berbeda dengan Ghazi dan Rasta karena mereka membawa nama organisasi.
"Mukanya tadi udah persis kaya singa mau nelen rusa," ujar Rasta pada dua orang di depannya.
"Hus, gak sopan tahu! nanti lo nggak dijadiin anak kesayangan lagi loh," ledek Bastian.
Mereka berempat tahu jika Rasta adalah murid kesayangan Bu Caca. Itu karena Rasta selalu menuruti setiap ucapan guru tersebut, berbeda dengan siswa lainnya yang selalu membantah.
"Terus teros lo jawab apa?" Tanya Figo penasaran.
"Gue jawab lo berdua lagi di kantin." Ghazi mengambil kacang di depan Figo. Membuka kulitnya dan melemparnya tepat di kening Figo.
"Makan tuh kacang!"
"Rese lo ya," gerutu Figo.
"Emang bener Gaz lo bilang gitu. Gak setia kawan banget sih." Wajah Figo sedikit tegang. Ia menganggap kata-kata Ghazi adalah sungguhan. Sekarang Giliran Bastian melayangkan tangannya ke kepala Figo.
"Omongan Ghazi lo percaya, kalo dia beneran ngomong gitu tuh guru udah nyamperin kita ke sini Go."
"Ya juga ya," ujar Figo.
Ketiga temannya hanya geleng-geleng melihat tingkah temannya satu ini. Entah mengapa terkadang Figo bersikap sangat bodoh seolah ia tidak tahu apa-apa.
Bastian menyandarkan punggungnya di kursi. Menyeruput es jeruk di tangannya. Tanpa sengaja matanya menangkap dua orang cewek yang baru saja memasuki area kantin. Bastian mengenali salah satu diantaranya. Ia lantas memberi kode pada Figo.
"Ras lo kan temen yang paling baik, beliin gue seblak dong di kedainya Mang Udin. Males berdiri gue, capek atu bang." Figo membuat suaranya semanja mungkin agar Rasta mau menuruti permintaannya.
"Jijik tahu nggak." Rasta berdiri malas. Meskipun begitu, Ia tetap menuruti permintaan temannya itu. Ia berjalan menuju kedai yang sudah disebutkan Figo tadi.
Tak jauh dari tempat Rasta berdiri, Stella dan Gita sedang berdesakan dengan murid lainnya.
"Mang Udin bakso satu."
"Es susu satu ya bang."
Rasta yang mengenali suara tersebut langsung menoleh. Tidak salah lagi, itu adalah Stella.
"Hallo cantik," sapa Rasta cukup keras. Tak hanya Stella yang menoleh, beberapa siswi juga menoleh. Awalnya Stella sedikit canggung saat Rasta memanggilnya seperti itu tapi lama-kelamaan ia sudah terbiasa. Baginya Rasta adalah teman yang menyenangkan.
"Hey," sapa Stella balik. "Mau beli apa?"
"Tuh beliin Figo minum," jawab Rasta sambil mengarahkan dagunya ke mejanya tadi. Stella mengikuti arah pandangan Rasta. Matanya tak sengaja menangkap sosok Ghazi yang sedang memakan baksonya. Rencananya kemarin untuk mendekati Ghazi gagal. Mungkin sekarang Stella bisa mencobanya lagi. Tapi bagaimana caranya?
"La! Kok nglamun sih?" Tegur Rasta. Stella menggelengkan kepalanya.
"Nih es nya." Gita mengulurkan segelas es pesanan Stella. Gita juga sudah memegang bakso di tangan kirinya.
"Hey Ras," sapa Gita yang dibalas senyuman oleh Rasta.
"Wah tinggal gue doang nih yang belum." Rasta akhirnya membeli pesenan Figo. Ia melihat kedua cewek tersebut seperti bingung mencari tempat duduk yang kosong. Semua meja sudah penuh.
"Gabung bareng kita aja," ajak Rasta.
Stella tentu tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Ia langsung menyetujui ajakan Rasta tanpa bertanya pada Gita.
"Ada Ghazi tuh," bisik Gita. Sekarang ia tahu kenapa temannya sangat bersemangat tadi.
"Wah ada cewek-cewek cantik nih!" Gurau Bastian.
"Boleh gabung nggak?" Tanya Gita.
Figo langsung berpindah tempat ke samping Ghazi, begitu juga Bastian. "Boleh banget," Jawab keduanya kompak.
Stella mengambil tempat duduk di depan Ghazi. Ia bingung harus mengatakan apa. Kemarin ia marah kepada Ghazi tidak mungkin jika sekarang Stella tiba-tiba bersikap baik. Pasti Ghazi akan curiga. Akhirnya Stella memilih mengaduk-aduk minuman dengan sedotannya. Untunglah teman-teman Ghazi bergurau sejak tadi sehingga ia tidak merasa canggung.
"Udah selesai proposalnya?" Tanya Ghazi.
Stella langsung menatap Ghazi dengan sedikit terkejut tapi ia berusaha bersikap biasa. "Udah kok jadi nanti pulang sekolah tinggal cek up aja."
SMA Angkasa menggalang bantuan untuk korban bercana tsunami di Donggola. Semua bentuk bantuan mulai dari uang, baju, makanan, obat-obatan didapat dari seluruh warga SMA Angkasa dan BEST bertugas mengecek semua barang sebelum diberangkatkan.
"Pulang sekolah ikut gue ke posko," ucap Ghazi sebelum dirinya meninggalkan area kantin.
***
Disinilah mereka berdua sekarang. Berada di antara puluhan orang lainnya yang melakukan aktivitas serupa, mempersiapkan bantuan yang akan dikirimkan untuk korban bencana di Donggola. Masyarakat sangat antusias mengulurkan tangan mereka untuk saudaranya. Tidak hanya orang dewasa yang ikut serta, beberapa remaja dari kalangan sekolah juga berperan aktif. Contohnya Ghazi dan Stella sebagai perwakilan dari SMA Angkasa.
Stella sedang mencocokkan barang di depannya dengan catatan di kertas yang ia bawa. Setelah dirasanya semua sudah lengkap, Stella menghampiri Ghazi untuk menyerahkan laporan tersebut.
"Nih udah selesai," ucap Stella sambil mengulurkan kertas di tangannya kepada Ghazi.
Ghazi mengamati kertas tersebut, mengingat hal apa lagi yang harus mereka persiapkan. "Ya udah. Sekarang lo bantuin yang disana aja!" Ia menunjuk ke arah beberapa wanita yang tengah sibuk menata pakaian.
Tanpa membantah Stella segera melaksanakan perintah Ghazi. Meskipun sejujurnya ia sudah sangat lelah.
Ghazi melangkahkan kakinya menuju salah satu kursi. Disana sudah ada seorang pria berusia sekitar tiga puluhan yang merupakan ketua pelaksana acara ini tengah berbincang-bincang dengan kakak kelasnya Dito.
"Sampaikan juga ucapan terima kasih saya kepada Pak Burhan. Selama ini beliau selalu membantu kami dalam hal apapun. Saya percaya SMA Angkasa akan jaya di bawah pimpinannya," ujar pria tersebut kepada Dito sebelum mengakhiri percakapan mereka.
"Saya juga berterima kasih kepada bapak karena sudah mengizinkan kami membantu penggalangan dana ini," sambung Dito. Sebelum pergi pria tersebut juga tersenyum kepada Ghazi.
"Lo kok ada disini?" Tanya Ghazi. Bagi Ghazi tidak ada panggilan kak atau semacamnya karena ia dan Dito adalah teman akrab.
Dito diam untuk beberapa saat. Sengaja tidak menjawab pertanyaan Ghazi. "Lo ngajak Stella?"
"Iya, emangnya kenapa?"
"Lo kaya nggak ada anak lain aja nggajak tuh anak kesini. Rasta itu wakil lo. Kenapa nggak ngajak dia?" Tanya Dito yang seolah tidak suka akan kehadiran Stella disini. "Tuh anak bisa apa? Nggak guna tahu nggak."
Ghazi menghela napas. "Gue udah ngajak Rasta tadi tapi dia bilang nggak bisa yaudah gue ngajak Stella. Daritadi dia juga bantu-bantu disini kok. Seenggaknya nggak bikin malu lah. Lumayan juga bisa jadi pembantu," candanya.
"Gue udah bukan ketua BEST lagi sekarang. Gue harap lo bisa lebih baik dari gue. Jangan sampai salah pilih orang," tutur Dito sambil menepuk bahu Ghazi.
"Gue tahu yang lo maksut. Tenang aja, gue gak bakal salah percaya sama orang lain. Lagian gue kan udah bilang, gue ngajak Stella itu terpaksa. Kalo tadi Rasta bisa juga gue nggak bakal ngajak tuh cewek, kalaupun dia bukan sekretaris BEST gue nggak bakal ngajak dia." Ghazi berusaha menjelaskan situasinya sekarang pada Dito.
"Yaudah, good luck buat lo. Gue mau cabut dulu, ada urusan," pamit Dito yang dibalas anggukan dari Ghazi.
Setalah Dito pergi, Ghazi berniat mengajak Stella pulang karena ia merasa tugas mereka sudah selesai. Hari juga semakin petang. Baru saja ia berbalik badan sosok yang dicarinya sudah berdiri tepat di depannya dengan wajah merah padam. Entah sejak kapan Stella ada disana. Dari raut wajahnya jelas terlihat ia sedang sangat marah sekarang. Ghazi terdiam di tempatnya. Sedangkan Stella maju beberapa langkah mendekati Ghazi dengan tangan terkepal kuat.
"GUE BENCI SAMA LO," ucapnya tepat di depan wajah Ghazi.
-Distaste-
@flower_flo wkwk gapapa dong, nanti gula di rumah Stella awet
Comment on chapter Senyuman Maut