Cowok Cantik part 19
Hari berlalu. Sekarang kami sudah di Rumah Caca untuk menunggu keluarganya Dika. Terasa seperti orang yang sedang ingin dinikahkan saja, raut cantik milik Caca berubah menjadi sangat gugup. Setelah kemarin aku membantunya memberitahu perihal hari ini kepada mamanya, kulihat mamanya sedikit menahan diri untuk berbicara dengannya. Mungkin hal inilah yang membuat Caca merasa cemas.
“Ca, lu gak usah cemas gitu napa sih,” hiburku sok santai.
“San, jangan sok santai gitu dong. Aku lagi serius ini.”
“Eh, Lu kenapa harus gugup? Mereka datang ke sini bukan buat ngelamar elu. Mereka ke sini cuma mau perbaiki hubungan mereka aja. Lu lihat di dalam, nyokap kita lagi sibuk nyiapin jamuan buat mereka,” kataku mencoba meyakinkannya lagi.
“Tapi mamaku sejak kemarin gak mau ngomong sama aku, San.” Ia membantah membuatku sempat berpikir ulang.
“Tapi lu lihat kan, dia mau menjamu mereka. Itu artinya everything is gonna be oke. Okey? Percaya deh sama gue,” sahutku menutup kasus. Caca hanya mengangguk ringan dan mulai mengganti fokusnya.
“Anyway, mama kamu gimana, San?”
“Gimana apanya?”
“Dia udah tahu belum soal siapa yang bakal datang hari ini?”
“Gue juga gak tahu deh. Dari kemarin gue pulang, gue gak ketemu sama nyokap. Tahunya pas gue mau ngajak nyokap ke sini, malah nyokap yang duluan ngajak gue. Kayaknya sih nyokap gue udah dapat kontak dari nyokap Lu.”
Caca menyerap. Dia memroses semuanya dengan baik meskipun tidak jelas ingin memberi respon apa. Tak lama, orang yang ditunggu pun sampai. Kami berdua langsung siap di depan pintu untuk mengantar mereka ke dalam. Tapi lebih dari yang kami harapkan, orang tua Caca dan mamaku juga ikut menyambut mereka. Tak lupa sedikit cipika-cipiki mereka lakukan meski nampak agak kaku.
Saat-saat yang indah pun berlalu. Kedua keluarga bercengkrama seakan tidak pernah ada masalah sebelumnya. Hal ini terutama karena kedua ayah dari kedua pihak sama-sama mau mengambil sikap. Mereka sering sekali melakukan hal-hal unik untuk mencairkan suasana. Inisiatif dari mamanya Caca juga besar untuk memaafkan sekaligus meminta maaf kepada mamanya Dika. Mereka malah sempat sungkeman dan saling berbagi perasaan.
Tak lama setelah itu, kami makan bersama untuk lebih mencairkan suasana. Di sini kami membuktikan bahwa makan bersama dapat meningkatkan hubungan antara keluarga. Komunikasi jadi jauh lebih lancar dan energi yang keluar menjadi positif. Terutama ibu-ibu yang seakan rujuk itu. Mereka mulai membicarakan bisnis catering dan lain-lain yang pada akhirnya gak pernah terwujud juga.
Kedua bapak tampak dengan pintar menyelipi dengan obrolan seputar hobi mereka. Sungguh sebuah pemandangan yang jauh berbeda dengan ekspektasi kami. Sesekali kulirik Caca dan Dika nampak sangat bahagia. Mereka memberikan senyum yang sangat lebar dan berseri-seri padaku seakan semua ini adalah berkat kerja kerasku. Padahal, ini semua berkat keinginan kuat dari mereka juga. Dan bukan hanya aku, Heri juga banyak membantu. Ngomong-ngomong aku jadi merindukan dia. Sedang apa yah dia sekarang?
Waktu kembali berlalu. Aku sudah duduk di depan kemudi dan mengendarai mobilku untuk pulang.
“San, mama minta maaf yah,” kata-kata itu tiba-tiba keluar dari mulut mamaku di sela suara musik yang diputar radio.
“Kok tiba-tiba, Mah. Emang Mama salah apa sama sandi?”
“Mama salah banyak sama kamu. Mama udah ngecoba ngehancurin kebahagiaan dan kebebasan kamu dengan nyomblangin kamu sama Caca,” katanya membuatku mengerti.
“Mama kemarin cuma takut kalau kamu akan pacaran sama cowok cuma buat bikin mama seneng. Makanya mama langsung nyariin kamu cewek yang baik dan cantik,” katanya semakin membuat aku mengerti. Dan semakin aku mengerti, tekadku yang awalnya bulat untuk memberitahu mama malah semakin ciut.
“Kamu maafin mama, kan?” katanya terakhir menutup penjelasannya.
“Iya mah. Mama gak usah mikir yang aneh-aneh. Yang penting sekarang mama udah tahu kalau aku gak mau dicomblangin sama siapapun. Justru aku yang harusnya bilang makasih untuk ini,” jawabku sambil menginjak rem mobilku karena kami sudah sampai di depan rumah. Mamaku turun setelah mengecup kepalaku. Rasanya senang mendapat kasih sayang seperti ini, namun tetap saja aku masih takut tentang apa yang akan aku lakukan dengan hubunganku bersama Heri. Akankah aku memberitahu mamaku soal ini? Apa mamaku akan terima? Aku takut akan hasil yang sebaliknya. Aku tidak ingin merusak suasana hatinya saat ini. Ma, haruskah aku memberitahumu? Cinta, kenapa datang terlambat?