Read More >>"> Black Roses (29) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Black Roses
MENU
About Us  

Sumin menangis dalam pelukan Jimin.

Lelaki vampir itu menggumamkan sesuatu sebelum melepas pelukannya. Kemudian ia menangkup wajah Sumin dan menghapus air mata gadis itu dengan jemarinya. "Lupakan semua dan tidurlah. Aku akan menjagamu"

Sumin terlalu lelah untuk mendebat perintah Jimin. Jadi ia hanya menganggukkan kepala saja.

Jiminpun menyelimuti tubuh mereka berdua sampai sebatas dada. Kemudian ia mengecup dahi Sumin lembut.

Lelaki bermarga Park itu mulai bersenandung sambil tersenyum manis. "Haruman~ neowa naega hamkkehal su itdamyeon~ haruman~ neowa naega sonjabeul su itdamyeon~"

Sumin tersentak bangun.

Mimpi.

Itu semua hanya mimpi.

Pelukan Jimin.

Suara Jimin.

Sentuhan Jimin.

Nyanyian Jimin.

Senyuman Jimin.

Sumin tidak akan pernah lagi merasakan semua itu. Karena Jiminnya telah menjadi mayat, tidak lagi bisa melakukan itu semua padanya.

Air mata Sumin kembali meleleh. Perasaan menyesal itu terus menghantuinya. Menggerogoti hati Sumin hingga rasanya sangat menyakitkan.

Sumin menelusurkan jemari lentiknya pada paras sempurna Jimin. Mengusap kelopak matanya, berharap Jimin akan membuka mata dan menatapnya.

Kemudian semakin turun ke pipi Jimin. Entah ini perasaan Sumin saja, atau pipi Jimin memang terlihat semakin tirus?

Tapi jika diingat-ingat lagi, pipi pacarnya itu memang terlihat lebih tirus daripada saat awal mereka bertemu dulu.

Dulu pipi Jimin terlihat chubby dan sangat menggemaskan. Tapi sekarang tidak lagi. Meskipun masih sama menggemaskannya.

Kemudian jemari Sumin beralih pada bibir Jimin. Bibir tebal nan sexy yang dulu sering kali mengecupinya. Bibir yang selalu menampilkan senyum sejuta wattnya. Bibir yang entah bagaimana menghasilkan suara sexy Jimin.

Sungguh Sumin sangat merindukan hal-hal kecil itu!

Air matanya semakin deras mengalir, menyadari bahwa semua itu tidak mungkin terjadi lagi.

Sumin kembali memeluk tubuh kaku Jimin. Menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam. "Aku rela menukar seluruh bintang di langit jika aku bisa memilikimu lagi" bisiknya di sela isakan.

"Mianhae" katanya lagi.

Meskipun Sumin tahu, kata maafnya tak kan pernah bisa mengembalikan nyawa Jimin, ia tetap meracaukan kata itu berulang-ulang.

Bahkan jika Jimin hidup kembalipun, lelaki bersurai hitam kelam itu pasti tidak mungkin mau memaafkannya.

Mengingat kesalahan fatal yang telah Sumin perbuat dengan tangannya sendiri, Jimin pasti akan sangat membencinya.

Jika mengingat kembali penjelasan Jungkook beberapa jam yang lalu, Sumin sungguh ingin mati saja!

Dia tidak tahan memikirkan betapa besarnya dosa yang telah ia perbuat.

Dia telah membunuh seorang pembunuh. Dengan kata lain, ia berada di derajat yang lebih rendah dari para pembunuh. Apalagi korbannya adalah kekasihnya sendiri!

Dia benar-benar tidak pantas untuk Jimin. Kekasih macam apa dia yang membunuh pacarnya sendiri?

Betapa kotor tangannya.

Betapa kotor tubuhnya.

Apalagi hatinya!

Hatinya telah busuk, tertutup oleh rasa dendam.

Sungguh!

Sumin ingin mati saja!

Dia hanyalah sampah di dunia ini!

Mungkin saja jika ia mati, ia bisa bertemu Jimin di alam sana, kemudian meminta maaf.

Pemikiran itu benar-benar menginspirasi Sumin. ia manatap Jimin lama. "Tunggu aku Jim. Aku akan meminta maaf padamu secara langsung"

Kemudian gadis itu beringsut turun dari ranjang Jimin sambil mengusap sisa-sisa air matanya.

Sumin sudah akan beranjak ke dapur saat ia menyadari bahwa pisau tidak akan bisa membunuhnya. Ia ingat saat ia menyayat pergelangan tangannya dan lukanya bisa dengan cepat menutup. Membuatnya harus mengiris kulitnya sendiri berkali-kali.

Sumin menghela nafas dan kembali menghempaskan diri ke tepi ranjang. Dia menatap pergelangan tangan bagian dalamnya yang tertutup banyak sekali plester luka. Kemudian dengan hati-hati, melepas salah 1 plester itu.

Bekas lukanya telah menutup sempurna. Kulitnya kembali mulus, seolah tak pernah teriris sama sekali. Sumin kembali menghela nafas. Dia tidak bisa mati dengan cara seperti ini! Karena dia bukan lagi manusia biasa, dia separuh vampir!

Tunggu!

Apa?

Vampir?

Kemudian dia ingat alat pembunuhan yang ia gunakan pada Jimin tadi. Mawar merah yang ia ubah menjadi mawar hitam dengan darahnya.

Jika seorang vampir seperti Jimin bisa mati karena bunga itu, apalagi Sumin yang hanyalah separuh vampir!

Dengan semangat, Sumin mengitari ranjang dan menemukan bunga mawar yang Jimin makan tadi di lantai. Sumin memungutnya dan mencabut salah 1 kelopaknya.

Dia siap untuk mati.

"Noona!!" Pekik seseorang diambang pintu kamar Jimin.

Jungkook.

Lelaki itu langsung berteleportasi ke samping Sumin dengan tatapan horor.

"Jangan halangi aku, Jungkook!! Aku akan menemui Jimin! Aku tidak pantas untuk hidup!" Ucap Sumin sambil mundur teratur menjauhi Jungkook.

Namja bergigi kelinci itu mematung. Ia mengawasi tangan Sumin yang memegang 'mawar hitam'. Jungkook tahu bahwa mawar itu sebenarnya adalah mawar merah. "Kau ingin bunuh diri dengan memakan mawar itu, noona?" tanyanya sambil mengedikkan dagu pada bunga tersebut.

Sumin mengangguk mantap. "Biarkan aku menyusul Jimin, Kookie"

Jungkook menatap iba gadis berantakan di hadapannya itu. Akhirnya ia menghela nafas dan mengangguk. "Jika itu maumu, noona. Selamat tinggal"

Sumin tersenyum tipis dan mencabut 1 kelopak mawar itu lagi. "Selamat tinggal, Jungkook. Maafkan aku" Kemudian gadis itu melahap 2 kelopak mawar sekaligus. Mengunyahnya dan menelannya dengan susah payah.

1 menit berlalu dengan mereka berdua saling bertatapan.

Tidak ada yang terjadi.

Menit berikutnyapun berlalu.

Juga tidak ada yang terjadi.

Sumin mulai bingung. Kenapa dia tidak tersedak seperti Jimin tadi?

Kenapa tidak ada reaksi apapun pada tubuhnya?

Sumin yakin, Jimin tadi memakan 2 kelopak dan langsung merasa kesakitan pada tenggorokannya. Lantas kenapa ia tidak merasakan kesakitan seperti itu?

Mungkinkah karena dia masih separuh vampir?

Maka ia membutuhkan dosis yang lebih tinggi?

Suminpun kembali mencabuti kelopak bunga mawar di tangannya dan langsung memakannya. Merasakan lagi rasa aneh bunga mawar yang bercampur dengan rasa anyir darah.

Setelah ia menelannya, tetap tidak ada yang terjadi.

Gadis itu mulai frustasi. Ia menjambak rambutnya sendiri sambil berteriak, "Kenapa?!! Kenapa aku tidak mati??!!!"

Jungkook semakin iba menatap kekasih dari hyungnya itu. Dia juga tidak mengerti, kanapa racun dari bunga itu tidak menunjukkan reaksi sama sekali. Dengan takut-takut, Jungkook mendekat dan memeluk Sumin yang matanya kembali basah. Merasakan tidak ada perlawanan dari gadis di pelukannya, lelaki bersurai dark brown itu mengusap lembut punggung Sumin. "Noona tenanglah"

"Kenapa Jungkook?" tanya Sumin disela isakannya. "Apa karena aku masih separuh vampir?"

Jungkook terkejut mendengarnya. Lelaki itu segera melepas pelukan. "Apa maksudmu noona? Bukankah Jimin hyung sudah mengubahmu?"

Sumin menggeleng. "Belum"

"Tapi kau tadi... bisa berteleportasi"

"Aku bahkan tidak ingat prosesnya" Sumin mengusap air matanya asal. "Apa karena itu, racunnya tidak mempan padaku?"

Jungkook terlihat berfikir. "Mungkin. Kau satu-satunya separuh vampir yang kukenal, noona"

Sumin kembali mengerang frustasi. Tubuhnya merosost ke lantai. "Apa ini hukumanku, Jungkook? Agar aku terus mengingat perbuatan burukku pada Jimin sepanjang hidupku?"

Sumin tertawa hambar. "Jimin menyiksaku. Bahkan mayatnya mengutukku. Dia pasti sangat membenciku. Menghukumku agar aku tenggelam dalam penyesalan" Sumin kembali menangis. "Aku memang pantas menerimanya"

Jungkookpun berjongkok dan memeluk Sumin lagi. "Tidak seperti itu, noona. Jimin hyung tidak mungkin melakukan itu. Dia tidak mungkin membencimu. Kau hanya tidak tahu masa lalu yang terjadi diantara orang tua kalian" ujarnya lembut.

"Tapi aku telah membunuhnya, Kookie. Dia tidak mungkin memaafkanku"

"Dia pasti memaafkanmu, noona. Jimin hyung ingin kau melanjutkan hidup. Makadari itu, kau tidak bisa mati."

Sumin tidak menjawab. Dia hanya terus menangis pada dada bidang Jungkook.

"Lupakan apa yang terjadi dan lanjutkan hidupmu dengan baik. Pasti itu yang ingin Jimin hyung sampaikan padamu" ucap Jungkook dengan sedih.

Lelaki bergigi kelinci itu juga merasa sangat kehilangan. Bagaimanapun juga, Jiminlah yang membantunya saat ia berada dalam keterpurukan beratus tahun lalu. Meskipun tidak ada hubungan darah sama sekali diantara mereka berdua, tetapi Jungkook telah menganggap Jimin sebagai hyungnya sendiri. Dan tentu saja Jungkook sangat menyayangi Jimin hyungnya itu.

Saat Jungkook merasa bahwa tubuh Sumin tidak lagi bergetar, lelaki bermarga Jeon itu melepas pelukan dan menghapus air mata Sumin. "Jangan menangis lagi, noona"

Sumin hanya menatap Jungkook dengan tatapan sedih. "Apa kau tidak ingin membunuhku, Jungkook? Membalas kematian Jimin padaku?"

"Lantas apa, noona? Setelah aku membunuhmu, Inha noona akan marah dan membalas kematianmu dengan membunuhku. Kemudian keluargaku juga akan marah dan membunuh Inha oona. Setelah itu keluarga Inha noona yang tidak terima, akan membunuh keluargaku. Terus seperti itu hingga entah kapan. Apakah hal itu bisa merubah apapun? Tidak. Balas dendam hanya akan menggelapkan hati dan pikiran kita, noona. Lagipula, bukankah kau tidak bisa mati? Bagaimana bisa aku membunuhmu?"

Sumin menghela nafas. "Kau benar, Kookie"

Jungkook tersenyum. Tangannya bergerak merapikan rambut Sumin. "Sekarang pulanglah, noona. Inha noona pasti mengkhawatirkanmu"

"Apa kau menceritakan tentang ini pada Inha?" tanya Sumin tegang.

Jungkook menggeleng. "Aku hanya mengatakan pada Inha noona dan Tae hyung bahwa Jimin hyung sakit dan kau sedang merawatnya"

Sumin mengangguk. "Biar aku sendiri yang menceritakannya pada Inha"

Jungkook mengangguk sambil tersenyum. "Kalau begitu, sebaiknya noona merapikan diri dulu" ujarnya sambil menarik Sumin agar berdiri. "Wajah noona sangat sembab"

"Benarkah?" gadis bermarga Baek itu menepuk-nepuk pipinya.

Jungkook kembali mengangguk. Bagaimana Sumin tidak sembab jika ia menangis dari sore hari hingga tengah malam begini? "Apakah kau membutuhkan darah lagi, noona? Aku akan menyiapkannya untukmu"

"Tidak. Tapi bisakah kau memberitahuku cara berteleportasi?"

Jungkook menyeringai. "Tentu"

???? Black Roses ????

Sumin membuka mata dan mendapati dirinya berada di dekat ujung gang. Persis seperti apa yang otaknya bayangkan sebelum berteleportasi tadi.

Jungkook telah memberitahunya bahwa ia harus membayangkan tempat tujuannya dengan sedetail-detailnya. Selama 1 detik penuh, ia akan merasa tubuhnya terlipat-lipat. Kemudian saat sensasi itu hilang, itu tandanya bahwa ia telah berada di tempat yang ia tuju.

Dan benarlah semua itu.

Sumin mulai beranjak. Ia menoleh ke kanan. Restoran terlihat sangat gelap. Sepertinya Taehyung sudah tidur. Suminpun berbelok ke kiri, menuju kearah rumahnya.

Rumah Sumin gelap gulita. Tapi tentu saja hal ini tidak menyulitkannya. Bahkan ia merasa lebih baik jika tidak ada lampu sama sekali.

Sumin memasuki kamarnya dan langsung mengernyit silau. Lampu tidur masih menyala dengan Inha yang asyik bermain smartphonenya.

"Sumin?!" Inha langsung terlonjak bangun. "Kupikir kau akan menginap di rumah Jimin lagi."

Sumin bergumam tidak jelas sebagai jawaban. Gadis itu mengambil piyama dan masuk ke dalam kamar mandi. Beberapa saat kemudian, gadis bersurai coklat gelap itu keluar dengan masker di wajahnya.

"Memangnya Jimin sakit apa, Sumin ah? Sampai Jungkook terlambat sekali datang ke restoran tadi" tanya Inha yang duduk bersila diatas ranjang. "Kau tahu, hari ini ramai sekali. Aku tidak bisa membayangkan jika Jungkook tidak datang juga"

Sumin memanjat ranjang dan berbaring di samping Inha. "Jimin tidak sakit. Tapi mati"

"Apa?!!" pekik Inha dengan mata hampir keluar.

Sumin sudah menutup mata dan menulikan pendengarannya. Ia sudah mengira reaksi histeris gadis bermarga Choi itu. "Aku membunuhnya."

"APA?!!!" Inha kembali memekik. "Yaa, Baek Sumin! Apa kau gila?! Bagaimana bisa kau membunuh pacarmu sendiri?! Memangnya apa yang telah Jimin lakukan padamu? Apa kau hamil, kemudian Jimin tidak mau bertanggung jawab begitu?"

"Diamlah Choi Inha!" geram Sumin yang sebal dengan omelan sahabatnya itu. "Aku akan menceritakannya besok" lanjutnya sambil menarik selimut.

Tiba-tiba Inha mengusap-usap perut Sumin dan berbisik, "Selamat tidur bayi kecil"

Sumin mendecakkan lidahnya dan langsung memiringkan tubuh hingga memunggungi Inha. "Aku tidak hamil"

???? Black Roses ????

Sumin tersentak bangun karena memimpikan tubuhnya yang terciprat darah Jimin.

Dengan nafas tersenggal, ia mengusap-usap tubuhnya.

Tidak ada darah.

Itu benar-benar hanya mimpinya.

Gadis itu menghela nafas lega dan berusaha mengatur nafasnya yang memburu. Iapun melirik ke samping, memastikan sahabatnya tidak terganggu.

Tapi tidak ada Inha di sampingnya.

Dahi Sumin mengerut. "Kemana anak itu?"

Sumin menoleh ke arah kamar mandi. Pintu kamar mandi memang tertutup. Tapi dari sela di bawah pintu, Sumin melihat tidak ada cahaya lampu yang merembas.

Inha tidak mungkin berada dalam kegelapan total.

"Mungkinkah ia di dapur? Minum mungkin?" Pikir Sumin sambil beranjak pergi ke dapur.

Saat Sumin sampai di anak tangga terakhir, ia melihat pintu dapur sedikit terbuka dan lampunya terlihat menyala. Samar-samar, Sumin bisa mendengar suara Inha di dalam sana.

"Sedang berbicara dengan siapa dia?"

Suminpun mendekati pintu dengan perlahan dan mengintip di sela pintu.

Ah~ Inha sedang bertelepon.

"-ngin melaporkan berita bagus" terlihat Inha yang duduk di kursi makan dan tersenyum senang.

"....."

"Park Jimin baru saja mati" Inha menyeringai lebar.

Tubuh Sumin menegang mendengarnya. Apalagi ia bisa melihat ekspresi Inha saat mengatakan itu.

Sumin jadi penasaran, siapa orang yang berada di ujung sambungan telepon Inha?

Jungkook? Jelas tidak mungkin.

Taehyung? Semakin tidak mungkin.

Jun Myung? Bisa jadi!

Ya! Pasti Jun Myung! Tapi kenapa?

Kenapa Inha melaporkannya pada Junmyung?

Apakah mereka berdua bekerjasama?

Tapi untuk apa?

Dan lagi, kenapa Inha menunjukkan ekspresi seperti itu? Dia terlihat senang dengan kematian Jimin.

Tapi bukankah selama ini Inha selalu mendukung hubungan Sumin dengan Jimin? Lantas kenapa?

Awalnya Sumin tidak berniat untuk mencuri dengar. Tapi dengan sejuta pertanyaan di kepalanya, Sumin benar-benar ingin tahu dan bertekad untuk mengetahui segalanya.

Tanpa Inha sadari tentu saja.

"Ya, Sumin yang membunuhnya. Tapi aku masih belum tahu bagaimana sahabatku yang pandai itu membunuhnya. Aku sudah mencecarnya dengan berbagai pertanyaan, tapi Sumin malah tidur" Inha terlihat mempoutkan bibirnya kesal.

"....."

"Tenang saja, dia pasti akan menceritakannya padaku besok" Inha kembali tersenyum.

"....."

Inha tersenyum culas. "Sudah kubilang kan?! Rencanaku pasti berhasil! Mendekatkan mereka dengan surat ancaman, menjerumuskan Sumin dalam bahaya agar Jimin menolongnya, kemudian mereka saling jatuh cinta, saling percaya hingga Sumin mengetahui siapa Jimin sebenarnya. Dan saat Sumin mengetahui orang tua Jimin, dia langsung balas dendam. Karena sahabatku tersayang itu pastilah lebih menyayangi eommanya, sehingga ia dengan rela membunuh kekasihnya sendiri untuk membalaskan kematian eommanya itu"

"Apa?"

Sumin benar-benar merasa telah salah dengar.

Setiap perkataan yang keluar dari mulut Inha seperti cambuk yang dipecutkan ke hati rapuhnya.

Sumin merasa ingin pingsan. Dengan sekuat tenaga, ia berpegangan pada bingkai pintu dapur. Berhati-hati agar tidak menimbulkan suara yang bisa membongkar keberadaannya.

Tiba-tiba Sumin ingat saat dia berada di dermaga dan ada seseorang yang mendorongnya hingga tenggelam ke sungai.

Jika dipikir-pikir lagi, ciri-ciri si pelaku telah menunjukkan bahwa ia adalah Inha.

Rambut yang sedikit ikal dan postur tubuh yang lebih pendek dari Sumin. Semua itu jelas-jelas merujuk pada Inha.

Tapi kenapa Sumin seolah buta selama ini?

Kenapa ia tidak menyadarinya?

Sumin bahkan tidak menyangka bahwa Inhalah yang mengiriminya surat ancaman dan mencelakainya selama ini.

Bagaimana bisa ia mencelakai Sumin?

Sahabat macam apa dia?

Inha tertawa. "Kita bahkan tidak perlu repot-repot mengotori tangan kita untuk membasmi vampir yang satu itu"

"....."

"Ya. Aku akan memintanya untuk bergabung dengan kita besok. Aku yakin dia pasti mau. Mengingat seberapa dendamnya dia pada para makhluk penghisap darah itu"

"....."

"Untuk Jeon Jungkook, aku yang akan membunuhnya dengan tanganku sendiri" Inha menampilkan sebuah senyum miring.

Rahang Sumin seolah jatuh menghantam lantai. Dia sangat syok dengan niatan sahabatnya itu.

Sumin pikir Inha benar-benar menyukai Jungkook. Tapi ternyata tidak. Ia malah ingin membunuh lelaki bergigi kelinci itu.

Setiap orang bisa mengkhianati siapapun.

Setiap orang.

Termasuk orang yang ia percaya, sahabatnya sendiri.

TBC

Hayoloh Inha kenapa pula? ????






 

With love, Astralian ????

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
MANTRA KACA SENIN PAGI
3166      1173     1     
Romance
Waktu adalah waktu Lebih berharga dari permata Tak terlihat oleh mata Akan pergi dan tak pernah kembali Waktu adalah waktu Penyembuh luka bagi yang sakit Pengingat usia untuk berbuat baik Juga untuk mengisi kekosongan hati Waktu adalah waktu
Dear You
13910      2312     14     
Romance
Ini hanyalah sedikit kisah tentangku. Tentangku yang dipertemukan dengan dia. Pertemuan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Aku tahu, ini mungkin kisah yang begitu klise. Namun, berkat pertemuanku dengannya, aku belajar banyak hal yang belum pernah aku pelajari sebelumnya. Tentang bagaimana mensyukuri hidup. Tentang bagaimana mencintai dan menyayangi. Dan, tentang bagai...
Evolvera Life
6800      2825     27     
Fantasy
Setiap orang berhak bermimpi berharap pada keajaiban bukan Namun kadang kenyataan yang datang membawa kehancuran yang tak terduga Siapa yang akan menyangka bahwa mitos kuno tentang permintaan pada bintang jatuh akan menjadi kenyataan Dan sayangnya kenyataan pahit itu membawa bencana yang mengancam populasi global Aku Rika gadis SMA kelas 3 yang hidup dalam keluarga Cemara yang harmonis du...
Love and your lies
4650      1146     0     
Romance
You are the best liar.. Xaveri adalah seorang kakak terbaik bagi merryna. Sedangkan merryna hanya seorang gadis polos. Dia tidak memahami dirinya sendiri dan mencoba mengencani ardion, pemain basket yang mempunyai sisi gelap. Sampai pada suatu hari sebuah rahasia terbesar terbongkar
Premium
Sakura di Bulan Juni (Complete)
9459      1933     1     
Romance
Margareta Auristlela Lisham Aku mencintainya, tapi dia menutup mata dan hatinya untukku.Aku memilih untuk melepaskannya dan menemukan cinta yang baru pada seseorang yang tak pernah beranjak pergi dariku barang hanya sekalipun.Seseorang yang masih saja mau bertahan bersamaku meski kesakitan selalu ku berikan untuknya.Namun kemudian seseorang dimasa laluku datang kembali dan mencipta dilemma di h...
Ghea
423      272     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
3600 Detik
2490      924     2     
Romance
Namanya Tari, yang menghabiskan waktu satu jam untuk mengenang masa lalu bersama seseorang itu. Membuat janji untuk tak melupakan semua kenangan manis diantara mereka. Meskipun kini, jalan yang mereka ambil tlah berbeda.
Kamu, Histeria, & Logika
54638      5542     58     
Romance
Isabel adalah gadis paling sinis, unik, misterius sekaligus memesona yang pernah ditemui Abriel, remaja idealis yang bercita-cita jadi seorang komikus. Kadang, Isabel bisa berpenampilan layaknya seorang balerina, model nan modis hingga pelayat yang paling berduka. Adakalanya, ia tampak begitu sensitif, tapi di lain waktu ia bisa begitu kejam. Berkat perkenalannya dengan gadis itu, hidup Abriel...
Melawan Tuhan
2434      917     2     
Inspirational
Tenang tidak senang Senang tidak tenang Tenang senang Jadi tegang Tegang, jadi perang Namaku Raja, tapi nasibku tak seperti Raja dalam nyata. Hanya bisa bermimpi dalam keramaian kota. Hingga diriku mengerti arti cinta. Cinta yang mengajarkanku untuk tetap bisa bertahan dalam kerasnya hidup. Tanpa sedikit pun menolak cahaya yang mulai redup. Cinta datang tanpa apa apa Bukan datang...
A Story
242      194     2     
Romance
Ini hanyalah sebuah kisah klise. Kisah sahabat yang salah satunya cinta. Kisah Fania dan sahabatnya Delka. Fania suka Delka. Delka hanya menganggap Fania sahabat. Entah apa ending dari kisah mereka. Akankah berakhir bahagia? Atau bahkan lebih menyakitkan?