Jimin pingsan.
Itulah kesimpulan yang dapat diambil oleh otak Sumin. Masih dengan panik, gadis itu menyeret Jimin ke ranjang bertiang yang tirai birunya diikat ke tiang. Dengan sangat hati-hati, Sumin membaringkan pacarnya itu di kasur lembutnya.
Mata Sumin langsung terbelalak ngeri melihat kemeja Jimin yang sudah basah dan lengket oleh darah. Dengan cekatan, ia membuka kancing kemeja Jimin. Sementara itu, otaknya sibuk berpikir, haruskah ia membawa Jimin ke rumah sakit? Tapi apakah obat manusia bisa berpengaruh pada seorang vampir? Jimin tidak pernah memberitahunya.
Sumin kembali terbelalak saat melihat luka yang menganga mengerikan di perut Jimin. Gadis itu segera pergi mencari baskom, air, dan handuk.
Saat Sumin kembali, ia mengerutkan dahi bingung. Kemudian mengerjap. Menggosok kedua matanya. Sumin benar-benar tidak percaya pada pandangannya. Dia yakin, luka Jimin tadi lebih lebar.
Gadis itu baru saja bangkit, berniat untuk menghidupkan lampu saat ia menyadari bahwa matanya akan terasa sakit jika terkena cahaya lampu. Kemudian ia ingat bahwa ada banyak sekali lilin di sudut-sudut kamar Jimin.
Sumin menyalakan beberapa lilin diatas nakas sambil terus berdoa, semoga matanya tidak akan terasa sakit jika terkena cahaya lilin.
Saat cahaya lilin menerangi kamar, barulah Sumin percaya pada matanya bahwa luka Jimin memang mengecil.
Tidak memikirkannya lebih lanjut, Sumin mulai membersihkan luka kekasihnya itu.
"Sumin" Terdengar suara lirih Jimin.
Sumin berjengit kaget dan langsung memutar kepalanya. "Mian. Pasti kau terbangun karena aku menekan lukamu terlalu keras"
Jimin menggeleng samar. "Gomawo"
Sumin mengangguk dan kembali fokus pada luka Jimin. "Haruskah kita pergi ke rumah sakit?"
"Tidak perlu. Sebentar lagi lukanya akan menutup"
Sumin menatap Jimin khawatir. "Apa kau yakin oppa?"
Jimin mengangguk. "Aku hanya butuh vitamin dan darah" ucapnya sambil melirik ke nakas.
Sumin mengikuti arah lirikan Jimin. Saat melihat bunga mawar hitam di atas nakas, Sumin mengerti bahwa vitamin yang dimaksud Jimin adalah bunga kematian tersebut.
Yeoja Baek itu segera mengambilkannya. Kemudian membantu Jimin untuk duduk bersandar pada kepala ranjang. Setelah itu, Sumin ikut duduk di sisi ranjang. "Bagaimana cara kau memakannya oppa?" Tanyanya sambil menyodorkan setangkai bunga mawar hitam yang dipegangnya.
Jimin mencabut salah satu kelopak bunga tersebut. Memasukkannya ke dalam mulut, mengunyahnya, lalu menelannya. Terus seperti itu hingga kelopak bunga mawar hitam tersebut habis.
"Lagi?" tanya Sumin yang sedari tadi memperhatikan Jimin.
Pria itu hanya menggeleng.
"Kalau begitu aku akan mengambilkanmu air" kata Sumin sambil bangkit.
"Tidak. Darah saja"
Sumin mematung. Dia merasa sangat bodoh. Tentu saja Jimin meminum darah. Bukan air!
Tapi dimana ia bisa mendapatkan darah? Bagaimana jika darahnya saja?
"Jangan pernah berfikir untuk menawarkan darahmu lagi, chagiya" kata Jimin. Pria itu seolah bisa membaca pikiran Sumin.
Gadis bersurai coklat gelap itu tersadar dari lamunannya. "Mian" kemudian ekspresinya berubah khawatir saat Jimin turun dari ranjang. "Oppa, jangan! Nanti lukamu-"
Cup!
Jimin mengecup singkat belah bibir Sumin. Kemudian ia tersenyum. "Gwaenchana. Lukanya sudah menutup"
Tidak percaya, Sumin segera menunduk melihat perut Jimin. Dan benar saja. Lukanya telah menutup sempurna. Gadis itu terkagum-kagum dalam hati menyadari kecepatan penyembuhan diri seorang vampir.
Tiba-tiba pipinya merona melihat ABS indah Jimin. Gadis itu langsung membuang muka. "Sepertinya memang sudah sembuh" ucapnya gugup.
Jimin mengangguk masih dengan senyuman di wajahnya. "Sebentar" Kemudian pria itu pergi dari hadapan Sumin. ia berjalan menuju lemari dengan kemeja berlumur darah yang menggantung aneh dikedua pundaknya.
Setelah memilih-memilih pakaian, Jimin mengganti kemejanya dengan sweater coklat. Kemudian ia kembali dengan sweater putih di tangannya. Pria itu langsung memakaikan sweater tersebut pada Sumin.
Saat itulah Sumin baru sadar bahwa ia masih memakai gaun pengantin yang telah compang-camping. Pipinya kembali terasa panas.
"Mandilah. Kamar mandinya ada di sebelah sana" ucap Jimin sambil menunjuk sebuah pintu kaca di sebelah kiri ruangan.
Sumin yang menunduk untuk menyembunyikan rona di pipinya, hanya bisa mengangguk. Meskipun sebenarnya ia sudah tahu dimana letak kamar mandi Jimin saat mencari baskom, air, dan handuk tadi. Gadis itupun segera beranjak ke kamar mandi.
???? Black Roses ????
Sumin keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit kepalanya, serta memakai sweater putih milik Jimin yang kelewat besar untuk tubuh mungilnya. Sumin bahkan harus menggulung lengan sweater tersebut agar tangannya tidak tertelan. Dan panjang sweater itu bahkan mencapai lututnya.
Jimin sedang menyalakan lilin di dekat sofa saat Sumin menghampirinya. "Sudah selesai?" tanyanya sambil mendongak.
Sumin mengangguk.
"Kalau begitu makanlah" kata Jimin sambil mendudukkan Sumin di sofa biru tuanya. "Aku baru saja membelinya di restoran" lanjutnya sambil mengedikkan dagu pada semangkuk Tteokbeokki panas.
"Kau baru saja dari restoran?" Tanya Sumin.
Jimin mengangguk.
"Apakah Inha ada disana?"
Jimin kembali mengangguk. "Makanlah. Aku akan mandi" Kemudian Jimin menghilang.
Beberapa saat kemudian, "Sepertinya kau sangat lapar" ucap Jimin tepat di belakang telinga Sumin.
Sumin yang sedang mengelap mulutnya dengan tisu, langsung terlonjak kaget.
Jimin tertawa kecil sambil melepas lilitan handuk di kepala Sumin. Membuat rambut panjang gadis itu tergerai. Kemudian Jimin menggunakan handuk tersebut untuk menggosok rambutnya sendiri yang masih meneteskan air sambil duduk di samping kekasihnya itu.
"Kau tidak makan oppa?" tanya Sumin sebelum menenggak segelas air.
"Aku masih kenyang. Saat kau mandi tadi, aku sudah meminum darah"
Sumin mengangguk sambil menggumam. "Dimana dapurnya, oppa?" tanya Sumin sambil bangkit.
Jimin langsung menarik lengan Sumin hingga gadis itu kembali terduduk ke sofa. Lalu Jimin melingkarkan tangannya pada pinggang Sumin dan menyandarkan kepalanya di bahu kekasihnya itu. "Biarkan saja disitu"
Tangan Sumin refleks mengusap rambut Jimin yang masih sedikit basah. "Apa kau masih merasa tidak enak badan oppa?"
Jimin menggumam tidak jelas. Membuat Sumin mengira bahwa Jimin memang masih belum sembuh.
"Baumu seperti mawar, Sumin ah. Membuatku ingin memakanmu"
Sumin tertawa renyah. Bagaimana tidak? Sabun dan shampo milik Jimin yang Sumin gunakan tadi memang beraroma mawar. "Boleh"
"Kalau begitu tutup matamu"
"Em, oke" Suminpun menutup matanya.
Beberapa saat kemudian, Sumin merasakan lengan Jimin di pinggangnya menarik tubuhnya ke belakang. Jika Sumin mengira bahwa ia akan terhempas ke sandaran sofa, maka ia salah!
Karena nyatanya, ia malah terhempas ke ranjang yang sangat lembut. Sehingga membuat gadis itu membuka mata kaget.
"Aku belum memperbolehkanmu membuka mata" Ucap Jimin dengan bibir dipoutkan.
"Kau membuatku kaget!" jawab Sumin sambil mengubah posisinya agar menghadap Jimin.
Jimin mengusap-usap kepala Sumin dengan lembut. "Mian. Aku tidak memiliki lampu. Tapi kuharap, semua lilin ini cukup"
"Ini lebih baik, oppa. Karena mataku akan terasa sakit jika terkena cahaya lampu ataupun matahari. Entah kenapa"
Jimin terbelalak kaget. "Apa kau juga merasa terus lapar dan haus?"
Kali ini Suminlah yang kaget. "Bagaimana kau tahu?"
"Sejak kapan kau merasa seperti itu?" tanya Jimin, mengabaikan pertanyaan Sumin sebelumnya.
"Sejak pulang dari restoran kemarin. Memangnya apa yang terjadi padaku oppa?" tanya Sumin cemas.
"Itu pertanda bahwa kau adalah manusia setengah vampir sekarang"
Sumin tenganga. "Bagaimana bisa?"
"Apa kau lupa kalau darahku mengalir di dalam tubuhmu, chagiya?"
Sumin mengerjap. Benar juga!
"Sekujur tubuhmu akan terasa sakit jika kau tidak segera berubah menjadi vampir sebelum bulan purnama"
"Bagaimana caranya berubah menjadi vampir?"
"Dengan melakukan ritual. Kau harus memakan bunga mawar merah muda. Kemudian meminum darahku" jawab Jimin. "Kita bisa melakukannya sekarang" lanjutnya sambil bangkit.
Tapi Sumin mencegahnya. "Kau baru saja kehilangan banyak darah oppa. Aku bisa menunggu sampai besok" katanya dengan senyum lembut. "Lagipula, bulan purnama masih seminggu lagi"
Jimin mengangguk paham. Pria itu memeluk Sumin semakin erat. "Terima kasih. Aku senang kau mau berubah menjadi vampir"
Sumin mengangguk. "Ini berarti, aku bisa menemani hidupmu hingga ratusan tahun kemudian"
Jiminpun mencium puncak kepala gadis yang berada di dekapannya itu. "Kau milikku. Selamanya"
TBC
Komen dong ??
With love, Astralian ????