Kelopak mata gadis itu bergetar. Kemudian perlahan terbuka menampilkan netra coklatnya. Ia mengamati sekitarnya. Sebuah ruangan familiar dan kasurnya yang nyaman memberitahunya bahwa ia berada di dalam kamarnya sendiri. Gadis itupun mengerjap-ngerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk melalui jendela.
Sambil duduk dan bersandar di kepala ranjang, yeoja Baek itu mencoba menggali ingatannya.
"Tolong! Siapa saja tolong aku!" Teriak Sumin sambil menggedor pintu lift. Tapi beberapa menit kemudian, tidak ada siapapun yang datang. Mencoba meredam kepanikan, gadis itu berusaha membuka aplikasi senter di smartphonenya. Tapi benda persegi panjang itu malah mati. Sial! Dia lupa mencharger benda itu!
Untungnya, tak lama kemudian lampu darurat lift menyala dan Suminpun tak lagi sendirian. Tiba-tiba ada seorang lelaki yang berdiri di hadapan Sumin dan langsung memeluk gadis itu dengan erat. "Gwaenchana. Semua pasti akan baik-baik saja" katanya dengan lembut.
Sumin tidak perlu menerka-nerka untuk tahu bahwa namja itu adalah Jimin. Bahkan meskipun mereka belum saling mengenal terlalu lama, Sumin sudah menghafal suaranya dan bau maskulinnya. Tapi belum terlepas dari keterkejutannya, sekejap kemudian Sumin sudah sendirian lagi di dalam lift. Diapun sadar bahwa lift telah menyala dan benda yang ditumpanginya itu mulai beroperasi turun.
Di lantai 4, pintu lift terbuka dan tampaklah seorang pria yang beberapa saat lalu memeluk Sumin. Pria tersebut segera menariknya keluar dan memeluknya lagi. Masih linglung, gadis itu hanya bisa menurut saja.
Namja Park tersebut membisikkan kata-kata yang tak dapat dipahami oleh Sumin dan kesadarannyapun perlahan menghilang.
Kemudian ia bangun disini. Sumin memiringkan kepalanya, bingung. "Sepertinya ada yang salah dengan ingatanku." Pikir Sumin sambil memijit pelipisnya.
Bagaimana tidak? Jimin tiba-tiba muncul begitu saja di dalam lift. Padahal Sumin yakin bahwa ia masuk ke dalam benda itu sendirian. Bahkan sebelum lift matipun yeoja itu yakin bahwa ia sendirian. Lalu bagaimana bisa lelaki berparas tampan itu bisa berada disana?
Apakah Sumin hanya berhalusinasi? Tapi suara Jimin terdengar nyata. Bahkan pelukannyapun juga terasa nyata. Sumin yakin 100% bahwa namja itu memang benar-benar berada disana.
Teleportasi? Oh itu terdengar aneh dan sinting. Tapi apa lagi yang bisa menjelaskannya?
Pintu kamar Sumin tiba-tiba terbuka, membuyarkan pemikiran gadis itu yang serumit benang kusut. "Sumin ah, syukurlah kau sudah sadar" kata Inha sambil berlari menghampiri Sumin dan langsung memeluknya. "Bagaimana perasaanmu?" Tanyanya, memandangi wajah Sumin.
Sumin tersenyum, "Aku baik-baik saja"
"Oh syukurlah Tuhan. Aku langsung panik saat Jimin datang dengan dirimu yang pingsan dalam gendongannya. Aku bertanya apa yang terjadi, dan bagaimana bisa kau sampai seperti ini. Dia bilang kau syok karena terjebak di dalam lift. Aku memukulinya dan mengomel, kenapa ia malah membawamu pulang dan bukannya ke rumah sakit. Tapi dia bilang dia sempat ke rumah sakit dan dokter bilang kau tidak perlu dirawat inap." Omel Inha dengan kesal.
Senyum Sumin semakin mengembang mendengar celotehan sahabatnya itu. Inha terdengar konyol tapi khawatir disaat bersamaan.
"Kemudian pacarmu itu malah buru-buru pergi setelah membaringkanmu disini. Hah! Pacar macam apa yang tidak menemani kekasihnya dalam keadaan seperti ini?" Lanjut yeoja Choi itu menggebu-gebu.
"Inha, kami hanya pura-pura" Sumin mengingatkan.
"Pura-pura berpacaran. Itu sama saja" jawab Inha yang masih kesal.
Sumin memutar bola matanya jengah. "Tentu saja itu berbeda."
"Tapi dia yang membuatmu terjebak di dalam lift sendirian kan? Jadi tetap saja itu salahnya! Dan seharusnya dia bertanggung jawab dengan menemanimu disini"
"Terserah kau saja" Sumin mengalah. Karena memang tidak akan ada habis-habisnya jika berdebat dengan sahabatnya ini. "Kau tidak pergi kuliah?" Tanyanya, berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Bagaimana mungkin aku kuliah sedangkan kau disini sendirian dan belum sadar, Sumin? Kau pikir aku tega meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini?" Inha malah kembali mengomel.
"Oh kau baik sekali, Inha. Terima kasih telah mengurusku" rayu Sumin sambil memeluk Inha.
Inha balas memeluk teman dekatnya itu sambil tersenyum. Seolah kekesalannya menguap hanya karena ucapan terima kasih Sumin. "Kau tidak perlu berterima kasih. Sudah seharusnya aku melakukan ini" setelah menepuk punggung Sumin dengan sayang, gadis itu melepas pelukan. "Kau ingin makan? Aku sudah memasakkanmu sup ayam"
Sumin mengangguk antusias. "Aku sangat lapar"
???? Black Roses ????
Bel rumah tiba-tiba berbunyi. Inha yang sedang memasak makan malam, segera membukakan pintu toko. Karena memang rumah Sumin ini seperti ruko. Di lantai bawah ada toko bunga dan dapur. Sedangkan kamar dan ruang televisi ada di lantai atas.
Park Jimin telah berdiri di balik pintu dengan senyum tampan menghiasi wajahnya. "Anny-"
"Mau apa kau kesini lagi?" Potong Inha dengan galak. "Kau bahkan tidak menemani Sumin. Dasar tidak bertanggung jawab!"
Senyum Jimin langsung hilang mendengar itu. "Kau bilang aku tidak bertanggung jawab? Aku sudah membawanya ke rumah sakit dan mengantarnya pulang dengan selamat. Lagipula sudah kukatakan semalam bahwa ada hal yang harus aku lakukan" jawab Jimin dengan rahang mengeras.
"Tapi tetap saja kau-"
"Choi In ha" panggil Sumin dari pintu yang menghubungkan rumahnya dengan toko.
Mendengar suara Sumin, kedua orang yang sedang beradu mulut itu segera menoleh. Bahkan Inha tidak menyelesaikan kata-katanya.
"Sumin ah, kenapa kau turun?" Tanya Inha yang langsung menghampiri sahabatnya. "Kau kan masih-"
"Aku sudah tidak apa-apa, Inha ya" potong Sumin sambil tersenyum meyakinkan. Meskipun begitu, Inha terlihat akan membantah tapi Sumin menggeleng. "Aku ingin berbicara dengan Jimin"
Yeoja yang lebih pendek melirik ke arah Jimin dengan kesal. "Baiklah" ia memutuskan untuk mengalah. "Aku akan menyiapkan makan malam"
Sumin mengangguk dengan senyum yang sama. Inhapun segera masuk ke bagian rumah, meninggalkan 'sepasang kekasih' itu.
Tiba-tiba Jimin menghampiri Sumin dan memeluknya. "Maafkan aku" katanya, terdengar tulus.
Tapi gadis bermata bulat itu masih membeku. Ia terlalu terkejut dengan perlakuan Jimin. Bahkan ia merasakan sensasi de javu. Sumin ingat dengan benar bahwa kemarin ia juga merasakan pelukan yang sama di dalam lift.
"Maafkan aku karena menyuruhmu pergi ke tempat parkir terlebih dahulu. Maafkan aku karena aku tidak berada di sampingmu untuk melindungimu. Maafkan aku Sumin ah" lanjut Jimin sambil mengusap surai coklat milik Sumin.
Sumin menepuk-nepuk punggung Jimin untuk menenangkannya. "Tidak apa-apa Jimin ssi. Kaupun pasti tidak tahu jika akan terjadi hal seperti itu"
Jimin menjauh sedikit dengan tangan yang masih membelai rambut Sumin. Manik matanya menatap lurus ke netra coklat gadis di pelukannya itu. "Tapi aku sudah berjanji akan melindungimu"
Sumin balas menatap Jimin, berusaha meyakinkan. "Tapi tetap saja ini bukan salahmu"
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian lagi" ujar namja itu dengan serius sambil mengusap-usap kedua pipi Sumin.
Sumin hanya bisa mengangguk. Sejujurnya ia merasa aneh dengan sikap Jimin yang seperti ini. Kemana Park Jimin yang dingin dan datar kemarin? Apakah ia berubah karena lelaki ini merasa bersalah?
Dia memang sudah berjanji akan melindungi Sumin. Tapi apakah ini memang perbuatan si pengirim surat? Entahlah. Bisa saja kejadian kemarin hanyalah ketidakberuntungan Sumin.
Oh tapi tunggu. Bahkan saat makan malam kemarinpun sikap Jimin sudah berubah. Dia seperti memperlakukan Sumin dengan lembut. Atau hanya gadis itu saja yang terlalu percaya diri?
Oke lupakan sejenak tentang itu. Karena ada hal lain yang lebih mengganggu benaknya. "Em, Jimin ssi, ada yang ingin aku tanyakan padamu"
Tidak ingin Sumin terlalu lelah, Jimin segera menarik Sumin untuk duduk di kursi kasir. "Apa itu?"
"Jadi, siapa kau sebenarnya, Park Jimin? Kenapa kau bisa berteleportasi?"
TBC
Hayoloh ????
Ketauan ga nih? ????
Oke silahkan tinggalkan kritik, saran, dan reviewnya ????
With love, Astralian ????