"Puas?" bentak Sumin yang masuk ke dalam mobil dan membanting pintunya dengan keras. Masa bodoh jika engsel pintu itu lepas nanti. Dia sudah berganti pakaian dengan gaun dan sepatu mahal pemberian Jimin.
Jimin memandanginya dari bawah ke atas. Memastikan bahwa gadis ini menuruti perintahnya. Tiba-tiba dia mendekat ke arah Sumin, mengulurkan tangannya melewati kepala gadis bermata bulat itu.
"A-apa yang kau lakukan?" refleks Sumin bertanya dengan gugup. Hei, wajah mereka terlalu dekat hingga bisa saling merasakan hembusan nafas masing-masing. Apalagi mereka sedang berada di dalam mobil yang sempit. Sungguh semakin tidak baik saja pikiran Sumin.
Tapi ternyata, Jimin hanya menggapai ikat rambut Sumin. Namja itu menariknya, membuat rambut gadis di hadapannya itu tergerai indah.
Sumin langsung menghela nafas lega saat Jimin perlahan menarik diri. Entah kenapa ia menahan nafasnya sejak tadi. Tapi baru saja jantung Sumin kembali bekerja dengan normal, perkataan Jimin selanjutnya malah membuat jantungnya kembali berdetak maraton.
Jimin menyodorkan ikat rambut Sumin. "Kau lebih cantik dengan rambut tergerai" katanya sambil tersenyum hingga membuat kedua matanya menghilang.
Pipi Sumin memerah seketika. Dia mengangguk samar dan mengambil ikat rambutnya. "Bisa kita berangkat sekarang?"
"Tentu" Jawab Jimin dengan senyum yang sama, mulai menyalakan mesin mobilnya. Kemana perginya wajah datar dan sikap dinginnya beberapa waktu lalu? Seolah kekesalannya pada Sumin sudah terbang ke langit.
"Oh Tuhan ada apa denganku?" ucap Sumin dalam hati. Pasalnya perlakuan Jimin barusan berhasil mempengaruhi hatinya. Membuat jantungnya berdetak tak normal dan memunculkan rona merah dipipinya.
Oh dia bukanlah gadis yang kurang kasih sayang. Tapi ia memang menghindari hal-hal seperti ini. Ia tidak pernah mau dekat dengan seorang lelaki lebih dari teman. Karena baginya, Inha saja sudah lebih dari cukup untuk menggantikan posisi eommanya.
Yah, meskipun gadis bermarga Choi itu masih kekanakan dan bahkan lebih muda beberapa bulan dari Sumin, tapi hanya Inha yang bisa mengerti dirinya.
Jadi ketika ada orang lain yang dengan tulus mengetuk pintu hatinya, Sumin merasa asing. Ia sudah terbiasa menutup hatinya dengan gerbang besar yang berdebu.
???? Black Roses ????
"Oh my God!" bisik Sumin yang ternganga menatap pemandangan di depannya.
Jimin telah membawanya ke lantai paling atas sebuah gedung, dan saat pintu lift terbuka, pemandangan terlampau indah menyambut keduanya.
Di hadapan mereka terhampar berbagai macam warna bunga mawar yang ditata dengan indah. Bagaimana mungkin ada taman bunga mawar di sebuah atap gedung? Tapi memang itulah yang dilihat Sumin. Ya, mereka sedang berada di Sky Rose Garden. Sebuah restoran yang berada di lantai 8 atau lebih tepatnya atap gedung Daehan Cinema.
Sumin berjalan mengamati tempat indah tersebut. Matanya terlihat berbinar, dan bibirnya tidak pernah berhenti mengatakan "Waah". Langkahnya diiringi oleh musik romantis, meskipun gadis itu tidak tahu lagu apa yang sedang diputar.
Sementara itu, Jimin berjalan mengekori gadis tersebut. Dia tersenyum melihat reaksi yeoja yang sejak pertama kali bertemu dengannya selalu marah-marah itu. "Ternyata gadis ini memiliki sisi manis juga" pikirnya.
Baru menyadari sesuatu, Sumin menoleh ke arah Jimin. "Tapi kenapa tidak ada pelanggan?"
Jimin mengangkat bahu cuek. "Bukankah kita ini pelanggan?"
Sumin memutar iris matanya. "Maksudku, kenapa tidak ada pelanggan yang lain?" tapi kemudian ia terdiam, seperti telah mendapatkan jawaban sendiri di dalam benaknya. "Jangan-jangan kau menyewa seluruh restoran ini ya?!"
Jimin kembali mengangkat bahu sambil berjalan meninggalkan Sumin menuju sebuah kursi. Kemudian ia mengedikkan dagunya ke arah kursi di sebrangnya.
Saat Sumin mendekati kursi tersebut, dia melihat buket bunga mawar merah disana. Dia mengambilnya. Kemudian memandang Jimin dengan bingung.
????Subete for you~ (semua untukmu)
Jimin menyanyi mengikuti alunan lagu yang di putar sambil tersenyum memandang Sumin.
Deg!
Sumin kembali tersanjung. Tapi dia berusaha menahan bibirnya agar tidak tersenyum lebar. Oh tentu saja rasa gengsi masih mengendalikannya.
Meskipun lagu yang dinyanyikan Jimin berbahasa Jepang, tapi Sumin dapat menangkap maksudnya karena masih ada beberapa kata dasar yang telah ia pelajari di sekolah dulu. "Gomawo" Sumin tersenyum tipis.
Jimin hanya mengangguk, masih menampilkan senyum tampan.
"Jiminie~" teriak seorang pria tinggi yang menghampiri mereka.
Jiminpun segera berdiri menyambutnya, "Hyung~". Kemudian mereka berpelukan dengan akrab.
"Wah, kau benar-benar membawa pacarmu ya" kata pria tersebut sambil melirik Sumin.
"Ah ya, kenalkan ini pacarku, Baek Sumin" kata Jimin. "Sayang, ini Kim Seokjin hyung, pemilik restoran ini" lanjutnya pada Sumin.
Sumin terbengong. "Pacarku? Sayang?" Batin Sumin bingung. Sepertinya musik diputar terlalu keras hingga ia merasa salah dengar.
"Annyeong, Kim Seokjin imnida" ucap pria tersebut sambil membungkuk.
Sumin segera mengendalikan dirinya dan balas membungkuk sopan. "Annyeonghasaeyo, Baek Sumin imnida"
"Pacarmu cantik" bisik Seokjin pada Jimin.
"Tentu saja" jawab Jimin sambil tertawa renyah.
"Baiklah, aku tidak akan mengganggu kalian. Semoga malam ini menjadi malam yang indah untuk kalian berdua" Seokjin menepuk bahu Jimin dan Sumin sambil tersenyum tampan.
"Kamsahamnida" kata Sumin sedikit membungkuk.
"Kalian pasangan yang serasi" ucapnya untuk yang terakhir kalinya sebelum beranjak pergi.
Yeoja Baek itu kembali terbengong. "Apa? Oh sepertinya aku harus memeriksakan telingaku besok" batin Sumin yang merona lagi.
???? Black Roses ????
Sumin memasuki lift, kemudian menekan tombol lantai dasar. Jimin menyuruhnya menunggu di mobil karena namja itu masih harus menyelesaikan urusan dengan Seokjin, sang pemilik Sky Rose Garden.
Sumin termenung mengingat acara makan malam barusan. Kemudian sudut bibirnya terangkat karena ia dan Jimin ternyata sama-sama lahir di bulan Oktober.
Dan uniknya lagi, Sumin lahir di tanggal 31, sedangkan Jimin lahir pada tanggal 13. "Seperti permainan takdir saja" gumam gadis itu masih sambil tersenyum.
Satu hal yang membuat Sumin syok adalah, ternyata Jimin lebih muda 1 tahun darinya. Itu tidak mungkin karena menurut Sumin, sikap Jimin sangatlah dewasa. Jadi dia merasa sangat amat tidak percaya dengan tahun lahirnya pria itu.
Di tengah-tengah lamunannya, lift tiba-tiba berguncang pelan. Sumin menatap layar diatas pintu lift. Masih lantai 5. "Mungkin ada yang akan menaiki lift di lantai ini" pikirnya.
Tapi pintu lift tidak kunjung terbuka. Sekilas pikiran negatif terlintas di benak Sumin. Tapi dia berusaha memberi tahu dirinya sendiri bahwa mungkin ada seseorang yang iseng memainkan tombol lift di luar sana.
Sumin memandang layar hitam yang masih menunjukkan angka 5. Gadis itu mulai mengucap doa sambil terus memandangi layar dengan tatapan berharap.
Akhirnya muncul tanda panah turun di samping angka 5 tersebut. Suminpun menghela nafas lega.
Tapi sedetik kemudian, lift mulai berguncang lagi. Kali ini lampu lift juga ikut berkedip. Sumin berpegangan pada dinding untuk menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.
Dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruang kecil itu. Dia sendirian. Jika sampai dia terjebak dalam lift, dia bisa mati panik disana.
Goncangan pada lift kian besar. Dan lampu liftpun padam seketika. "Ya Tuhan!" teriak Sumin sambil mendekap buket bunga mawarnya dengan erat.
Sumin mulai panik. Dia memukul-mukul pintu lift. "Tolong! Tolong, siapa saja, tolong aku! Tolong!" teriaknya.
Seberapapun kuatnya Sumin berteriak, tidak akan pernah ada seorangpun yang mendengarnya. Karena ia terjebak tepat diantara pintu lift lantai 5 dan 4.
TBC
Huah mianhae kalo ga bikin baper, aku gabisa bikin yg romantis2 ????
Oke silahkan tinggalkan kritik, saran, dan reviewnya ????
With love, Astralian ????