"Mari kita berkencan" ajak Jimin dengan wajah coolnya.
"Mwo?!" pekik Sumin dan Inha bersamaan dengan mata yang sama-sama terbelalak kaget.
"Apa kau gila?! Kau benar-benar ingin membuat hidupku sengsara ya?! Aiissshh bagaimana jika ada hal buruk yang terjadi padaku? Memangnya kau mau bertanggung jawab jika aku sampai kehilangan nyawaku?!" teriak Sumin yang meledak dalam kemarahan.
"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Karena mulai sekarang aku akan melindungimu" jawab Jimin masih dengan wajah coolnya.
Sumin terbengong. "Apa dia serius?" batinnya. Tapi melihat raut wajah Jimin yang serius, sepertinya ia tidak main-main. Lalu apa motifnya? Apa keuntungan yang akan lelaki ini peroleh jika mereka benar-benar berkencan? Ia tidak mungkin melakukan ini dengan sukarela kan?
Atau Park Jimin ini memang lelaki berengsek yang berniat untuk mempermainkannya? Hah! Sumin tidak akan terjerat oleh permainannya meskipun ia sering melamunkan wajah rupawannya. Oh Sumin hanya mengaguminya saja. Bukannya jatuh pada pesonanya seperti Inha. "Kenapa kau harus repot-repot? Kita memiliki hubungan ataupun tidak, itu tidak akan merugikanmu sama sekali. Karena surat itu hanya mengancamku" pancing Sumin, ingin tahu niat Jimin yang sesungguhnya.
Jimin hanya mengangkat bahu, seolah ia tidak memiliki alasan khusus untuk melakukan hal ini. "Aku hanya penasaran, siapa orang yang terlalu kurang kerjaan membuat surat ancaman yang melibatkan kita yang tidak saling mengenal ini." Jimin terdiam, melihat reaksi Sumin.
Tapi gadis itu juga hanya diam. Dia menunggu Jimin melanjutkan kata-katanya. Ledakan amarahnya sepertinya bisa diajak berkompromi untuk mendengarkan penjelasan Jimin terlebih dahulu.
"Jadi kupikir, jika kita berpura-pura berkencan seperti aku sedang berselingkuh denganmu, mungkin saja pengirim surat itu akan menampakkan diri." Lanjut Jimin.
"Tunggu. Jadi maksudmu, kau ingin kita berkencan untuk memancing si pengirim surat itu muncul dan melakukan ancamannya?"
Jimin tersenyum sambil mengangguk. Puas dengan otak Sumin yang ternyata bekerja juga.
"Kau menjadikanku umpan?! Hah! Dasar gila!" umpat Sumin yang kembali naik pitam.
"Memangnya kau tidak penasaran dengan orang yang mengirimimu surat ancaman seperti itu?"
"Tentu saja aku penasaran. Jika dia muncul, akan kupotong rambutnya sampai tidak ada rambut sekecil apapun yang tersisa di kepalanya" Sumin bersungut-sungut.
"Kalau begitu ayo pancing dia keluar dari sarangnya. Karena hanya inilah satu-satunya cara agar dia mau menampakkan diri. Lagipula aku akan melindungimu, jadi kau tidak perlu khawatir. Jika kita menemukannya nanti, perlakukan dia semaumu. Kemudian aku akan menghabisinya" ucap Jimin dengan senyum bengis.
"Baiklah" Sumin menyeringai senang, lupa bahwa beberapa menit lalu ia masih kesal dengan Park Jimin ini. "Kapan kita mulai berkencan?"
"Sekarang" jawab Park Jimin sambil mendekat.
"Apa?! Kau tidak lihat aku masih mengurus tokoku?!"
"Kalau begitu tutup saja tokonya. Lagipula ini sudah malam" ujar Jimin sambil meletakkan sebuah tas besar yang sejak tadi dibawanya ke atas meja kasir. "Pakai itu dan aku akan menjemputmu 1 jam lagi" kemudian ia berbalik dan berjalan keluar toko.
"Cih! Dasar gila! Enak saja menyuruhku ini itu!" kesal Sumin sambil melirik Jimin yang keluar dari tokonya.
"Oh my gosh! Sumin ah, lihatlah!" kata Inha yang melongok ke dalam tas besar pemberian Jimin.
Suminpun ikut melongok isi tas tersebut karena tiba-tiba sahabatnya ini sangat heboh. Padahal sedari tadi ia diam saja menyimak pembicaraan Sumin dan Jimin. "Sepatu? Dan... Gaun?" Sumin bingung melihat dua kotak cantik itu. "Apa maksudnya ini?"
Inha memutar bola mata bosan. "Dia menyuruhmu untuk memakainya, ingat?" katanya mengingatkan. Kemudian gadis itu membuka kotak gaun. Matanya melebar saat melihat gaun indah berwarna biru langit itu. "Uwaaah bagus sekali"
Rahang Sumin seolah jatuh ke lantai. Gaun itu sangat amat bagus! Harganya pasti juga sangat mahal, terlihat dari betapa halus kainnya. Pulih dari kekagumannya, yeoja bermarga Baek itu langsung menyambar gaun tersebut, lantas memasukkannya lagi ke tas. Setelah itu dia berlari keluar toko, menyusul lelaki menyebalkan yang sayangnya tampan itu. "Yaaaak! Park Jimin!" panggilnya.
Jiminpun berbalik dan menatap Sumin dengan malas. "Apa lagi?"
"Kau meremehkanku ya?!" teriaknya dengan marah. Harga dirinya tersakiti dengan Jimin yang dengan seenaknya memberikan gaun yang terlampau indah ini. "Meskipun aku hanya pemilik toko bunga kecil, aku juga punya gaun! Aku tidak butuh ini!" lanjutnya sambil mendorong tas itu di dada Jimin.
Jimin menerimanya dengan bingung. "Aku hanya ingin kau terlihat mengesankan di kencan pertama kita"
"Bahkan tanpa barang mewahpun aku pasti akan terlihat mengesankan!"
"Baiklah, mari kita lihat seberapa mengesankannya kau nanti" tantang Jimin. Kemudian dia kembali melanjutkan langkahnya sambil membawa tas besar itu.
"Aiiissh! Dasar menyebalkan!" teriak Sumin.
???? Black Roses ????
"Sumin ah, kau yakin dengan pakaianmu?" tanya Inha hati-hati. Takut akan menyakiti perasaan sahabat tersayangnya.
Sumin menunduk menatap pakaiannya. Dia memakai sepatu kets, celana jins, dan sweater abu-abu gelap bertuliskan USA. "Kenapa? Ini styleku. Bukankah orang akan terlihat lebih mengesankan jika memakai stylenya sendiri?"
Inha mengernyit. "Tapi kau kan akan berkencan. Dengan seorang pemilik restoran yang tampan pula. Kau seharusnya menerima gaun yang diberikan Jimin tadi"
Sumin memutar iris mata dengan sebal. Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil. Kedua gadis itupun segera keluar dari toko yang merangkap sebagai rumah itu.
Park Jimin terlihat sudah membukakan pintu mobil untuk Sumin. Dia memakai kemeja berwarna hitam yang semakin membuatnya terlihat keren dan tampan.
"Bersenang-senanglah" bisik Inha dengan genit.
"Ini hanya pura-pura, Inha. Mana mungkin aku bersenang-senang. Tolong jaga tokoku ya"
Blam! Pintu mobil yang tadi dibukakan Jimin untuk Sumin, kini sudah tertutup. Namja itu mengambil sesuatu di kursi belakang mobil, kemudian menghampiri Sumin dengan rahang mengeras.
"Ganti pakaianmu" ucap Jimin dengan dingin, sambil menyerahkan tas yang berisi sepatu dan gaun tadi. Kemudian dia berjalan ke mobilnya, dan duduk di belakang kemudi.
Sumin menatap tas tersebut dengan bingung dan jengkel. Sepertinya lelaki bernama Park Jimin ini sangat memaksa sekali dengan kemauannya. Tidak menghiraukan perintah Jimin barusan, Sumin malah memberikan tas tersebut pada Inha. Setelah itu dia beranjak menuju mobil Jimin.
"Yaaak! Sumin ah! Kau tidak mengganti pakaianmu?!" teriak Inha dengan bingung.
Sumin menaiki mobil Jimin tanpa memperdulikan teriakan sahabatnya. Dia langsung memasang sabuk pengaman, kemudian menyandarkan punggungnya. Bahkan tanpa menatap Jimin sedikitpun.
1 menit berlalu. Tapi mobil itu tak kunjung melaju juga. Membuat Sumin bingung dan dengan terpaksa menatap Jimin di sampingnya. "Kenapa kau tidak menjalankan mobilnya?"
Jimin menopang kepalanya diatas kemudi dan menatapi Sumin dengan wajah datar. "Aku tidak akan menjalankan mobilnya jika kau tidak mengganti pakaianmu"
Sumin merasa tertohok. Bibirnya sudah terbuka untuk melayangkan protes. Tapi kemudian ia sadar, bahwa lelaki disampingnya ini sangat kuat pendirian. Gadis itu tidak akan pernah menang beradu argumen dengannya. Lagipula jika ia memakai pakaian asal-asalan seperti ini, tidak akan terlihat meyakinkan untuk dianggap sebagai selingkuhan seorang pemilik restoran elit.
Tanpa berkata apapun lagi, Sumin segera melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil. Dia berjalan ke tokonya sambil mengutuki Jimin dengan 1000 macam umpatan.
TBC
Silahkan tinggalkan kritik, saran, dan reviewnya ????
With love, Astralian ????