Sumin hanya menggeleng. "Siapa sih Park Jimin itu?" tanyanya dengan polos.
Inha ternganga tak percaya. "Apa?!" Pekiknya. "Kau bercanda kan?"
Tapi teman masa kecilnya itu hanya menggeleng dengan wajah polos yang sama. "Park Jimin itu siapa, Inha?"
Inha menatap sahabatnya tidak percaya. "Kau tidak tahu?"
Sumin menggeleng.
"Benar-benar tidak tahu?"
Sumin menggeleng lagi.
Inha menghela nafas kasar. Sepertinya sahabatnya ini benar-benar tidak tahu siapa lelaki bernama Park Jimin itu.
"Memangnya dia siapa?" tanya Sumin yang mulai penasaran.
"Kau sudah tinggal disini lebih dari setahun dan kau tidak tahu Park Jimin?"
Sumin malah mengangkat bahunya dengan cuek. Memangnya Park Jimin itu sepenting apa hingga ia harus mengenalinya?
"Padahal kupikir kau memang berkencan dengannya" ucap Inha sambil memutar iris matanya ke arah Sumin. "Park Jimin itu salah satu pemilik restoran yang ada di ujung jalan sana" jelas Inha dengan sabar.
Mata bulat Sumin melebar. "Restoran yang mewah itu? Uwaaah daebak! Dia pasti sangat kaya!"
"Maka dari itu sekali-kali keluarlah. Kau terlalu sibuk mengurus toko" Inha menyiku pinggang Sumin dengan main-main. "Padahal ada pria-pria tampan di sekitarmu" lanjutnya.
"Kalau begitu, kau kenal Park Jimin ini?"
"Aku tahu tentang dia. Tapi aku tidak mengenalnya." Jawab Inha sambil duduk di kursi kasir. "Aahh sayang sekali dia sudah punya istri" lanjutnya sambil cemberut.
"Kau percaya pada surat ini?" Sumin menggoyangkan surat aneh tersebut.
"Tidak, hanya saja... Tunggu, kau tidak kenal Park Jimin? Lalu kenapa ada surat ancaman seperti itu?" Inha mulai bingung.
"Mana ku tahu" Sumin meremas surat tersebut dengan kesal. Dan ia merasa semakin kesal saat mengingat hinaan yang tertulis dalam surat sialan itu. "Apa dia gila?! Enak saja mengataiku wanita murahan. Aku bahkan tidak tahu seujung rambutpun tentang Park Jimin itu!" Sungutnya sambil membuang surat ancaman itu, lantas menginjak-injaknya.
Kemudian gadis itupun beranjak keluar dari tokonya dengan langkah menghentak-hentak.
"Yaaak Sumin ah!" Pekik Inha dengan panik. "Kau mau kemana?" Teriaknya sambil mengejar Sumin.
Tapi Sumin tidak menghiraukan panggilan sahabatnya itu. Ia terus saja berjalan menuju ke ujung jalan.
Inha harus berlari untuk dapat menyusul Sumin. "Yaaak!" Gadis berambut ikal itu menarik tangan Sumin agar sahabat bodohnya itu berhenti berjalan. "Kau mau kemana hm?"
"Aku akan membuat perhitungan dengan Park Jimin dan istrinya itu" Jawab Sumin dengan marah.
"Kau mau ke restorannya? Haish restorannya hanya buka mulai sore sampai tengah malam nanti" Jelas Inha.
Mendengar itu, Sumin merasa sangat malu. Iapun segera berbalik untuk menyembunyikan rona malu di pipinya. Gengsinya tidak akan pernah membiarkan orang lain melihatnya merona malu, bahkan sahabatnya sekalipun. Kemudian yeoja itu melangkah kembali ke tokonya tanpa mengatakan apapun lagi. Meninggalkan Inha di pinggir jalan sendirian.
"Astaga, kau benar-benar tidak tahu apapun tentang Park Jimin itu ya?" Inha berlari kecil, kembali menyusul langkah Sumin.
"Ceritakan apa yang kau tahu tentang dia" pinta Sumin tanpa memandang Inha. Sepertinya dia masih berusaha meredam amarahnya. Atau menyembunyikan rasa malunya?
"Oke, Park Jimin dan kedua temannya, Jeon Jungkook dan Kim Taehyung adalah pemilik restoran mewah di ujung jalan itu. Mereka bertiga sangat amat tampan sekali sampai bisa membuat semua gadis terpesona hanya dengan meliriknya"
"Termasuk kau juga" tuduh Sumin yang memasuki tokonya dan mulai melanjutkan aktivitas mengepelnya yang tertunda.
"Yaaah, aku memang sudah terpesona oleh mereka. Dan aku pastikan kau juga akan terpesona saat bertemu dengan mereka nanti" ucap Inha sambil bersandar ke meja kasir.
"Tidak akan" jawab Sumin cuek.
Inha tersenyum miring. "Lihat saja nanti" katanya dengan nada meremehkan.
???? Black Roses ????
Jimin memasuki dapur restoran. Ia segera pergi ke wastafel untuk mencuci tangan. Tapi terlihat sedikit aliran darah saat ia membasuh wajahnya. Oh dia bukannya terluka. Tapi itu adalah sisa darah manusia yang baru saja ia hisap.
Jimin menoleh ke kanan dan kiri, memastikan bahwa Taehyung tidak ada disana. Kemudian ia membasuh wajahnya sekali lagi, memastikan tidak ada sisa darah di sekitar bibirnya.
Setelah mengeringkan tangan dan wajah, ia segera berjalan ke counter depan untuk membantu melayani para pembeli disana. Jika tenggorokannya sudah teraliri darah seperti ini, dia pasti tidak akan tercekat saat membaui aroma darah dari pelanggan yang ia layani. Meskipun ia sangat pemilih atas makanannya, tapi dia tetaplah vampir yang pasti akan merasa tercekat saat membaui aroma darah segar.
"Selamat datang" sapa Jimin saat mendengar suara gemerincing lonceng, pertanda ada pelanggan yang memasuki restorannya. Ia terus mengumbar senyum tampan saat dua orang pelanggannya itu berjalan menghampirinya. "Ada yang bisa aku ban-"
Plak! Sebuah tamparan keras tiba-tiba melayang ke pipi Jimin, bahkan sebelum ia menyelesaikan kata-katanya.
"Kau seharusnya menyekolahkan istrimu itu dulu! Seenaknya saja dia mengataiku wanita murahan. Dia yang lebih murahan! Dasar gila! Aku bahkan tidak tahu apapun tentangmu, Park Jimin!" Marah salah satu gadis pelanggan yang baru saja datang itu.
Jimin memandang gadis bermata bulat di hadapannya itu dengan tatapan bingung sambil memeganggi pipinya yang panas.
"Sumin ah, kau tidak perlu menamparnya. Kasian Jimin, kan? Pipi chubbynya memerah" bisik gadis lain di belakang si yeoja bermata bulat.
Tapi sepertinya Sumin ini tidak menghiraukan temannya sama sekali. Ia terus saja menatap Jimin dengan marah.
"Apa kau bilang? Istri?" tanya Jimin, merasa telah salah dengar.
"Ya. Istrimu yang katanya cantik jelita itu" Jawab Sumin, masih dengan marah.
Jimin mengerutkan dahinya. "Kau mungkin salah orang. Karena aku belum menikah"
Sumin tertawa jengah mendengar perkataan namja yang sayangnya sangat tampan itu. "Hei, disini jelas-jelas tertulis bahwa Park Jimin sudah memiliki seorang istri yang cantik jelita beserta ketiga anaknya yang sangat menyayanginya!" Katanya sambil memukul dada Jimin dengan surat aneh tersebut.
"Istri dengan 3 orang anak?" Tanya Jimin semakin bingung sambil menatap surat yang sudah tak berbentuk itu.
"Noona, kau mungkin memang salah orang. Karena temanku ini memang belum menikah" ucap seorang lelaki kelewat tampan yang tiba-tiba muncul di samping Jimin.
"Belum menikah, tapi memiliki pacar, dan sudah mempunyai anak. Itu sama saja!" Sangkal Sumin sambil berkacak pinggang.
"Dia juga belum memiliki pacar sampai sekarang" sahut teman Jimin yang satu lagi, yang memiliki gigi kelinci. Entah kenapa, lelaki imut itu sukses membuat Inha memekik tertahan.
Sumin menatap ketiga lelaki di hadapannya itu dengan mulut ternganga. "Lalu siapa yang mengirimiku surat ancaman itu?!"
Ketiga namja disana saling berpandangan dengan sama bingungnya.
TBC
Silahkan tinggalkan kritik, saran, dan reviewnya ????
With love, Astralian ????