Jimin membuka mata dan merasakan bahwa ia berada di atas kasur yang lembut. Seketika itu ia langsung duduk tegak. Ada yang salah!
Seharusnya ia bangun di lantai lorong yang menuju gudang. Dan bukannya di dalam kamarnya!
Kemudian Jimin ingat saat tengah malam Seokjin datang membawakan camilan dan segelas darah. Mereka berdua mengobrol ringan sambil memakan camilan itu. Tapi setelah Jimin menghabiskan darahnya, ia tidak ingat lagi.
Sialan! Hyungnya yang satu itu pasti telah memasukkan obat tidur ke dalam jatah darahnya!
Tanpa memperdulikan penampilannya, Jimin memejamkan mata untuk berteleportasi ke lorong gudang. Dan saat matanya terbuka, ia melihat Jungkook yang sedang memasukkan kembali barang-barang ke dalam gudang. "Dimana Sumin?"
"Dia pingsan saat fajar. Jadi aku membawanya ke kamarnya" jawab Jungkook tanpa memandang Jimin. Ia masih sibuk menumpuk kardus-kardus. "Bantu aku memasukkan barang-barang ini kembali, Hyung. Sumin Noona pasti belum bangun"
Tapi tidak ada jawaban dari Jimin. Penasaran, Jungkookpun menoleh. Ternyata Jimin tidak lagi berada disana. "Jimin Hyung!" Teriaknya seorang diri.
Tepat saat Jimin muncul di depan kamar Sumin, Yoongi keluar dari sana dan menutup pintunya. "Sialan!" Umpat namja kelewat putih itu karena terkejut dengan kedatangan Jimin.
"Apa dia baik-baik saja?" Tanya Jimin tanpa menghiraukan umpatan hyungnya.
"Aku sudah mengobati semua lukanya dan menghilangkan lelahnya. Sekarang dia masih tidur" jawab Yoongi.
"Apa aku boleh melihatnya?"
"Sebaiknya kau mandi" saran Yoongi dengan mengerutkan hidungnya. "Aku heran apa yang gadis itu sukai dari pria bau sepertimu" lirihnya sambil beranjak pergi.
Jimin mencium bau badannya sendiri kemudian segera menghilang dari sana untuk mandi.
???? Black Roses ????
"Sumin" panggil sebuah suara dari arah lorong.
Gadis yang dipanggil segera berhenti dan menoleh. Senyum tipis terukir di wajah cantiknya saat melihat Jimin yang berjalan menghampirinya. "Ya?"
"Apa kau baik-baik saja?"
Entah perasaan Sumin saja atau memang tersirat kekhawatiran dalam suara Jimin. "Aku merasa segar. Terima kasih"
"Bisakah kita bicara setelah makan malam?"
"Tentu"
Dan keduanyapun menuju ruang makan dalam kebisuan yang canggung.
Makan malampun berjalan seperti biasa. Sumin terlihat ceria seolah kejadian kemarin tidak pernah terjadi. Dan kulit gadis itu kembali mulus seperti tidak pernah terluka. Gadis separuh vampir itu benar-benar sudah pulih.
"Jadi, dimana?" Tanya Sumin pada Jimin saat selesai makan.
Semua mata segera tertuju pada pasangan itu. Karena tumben sekali salah satu dari mereka berbicara pada yang lain. Tentu saja semuanya merasa penasaran.
Tidak menghiraukan tatapan tanya semua orang, Jimin bangkit dari kursinya. "Ikut aku"
Dan Suminpun menurut. Meninggalkan para namja tampan yang saling berpandangan bingung.
Ternyata Jimin memimpin jalan menuju halaman belakang mansion. Sumin ingat pernah kesini untuk mencoba kekuatan elektrikonnya dulu.
Halaman belakang itu terlihat terang meski tidak ada lampu taman. Saat Sumin mendongak, ia bisa melihat langit malam yang bertabur bintang dengan Sang ratu malam yang bersinar lebih terang.
Sang ratu malam itu tidak terlihat bulat sempurna. Meskipun begitu cahayanya bahkan sanggup menerangi acara jalan-jalan Jimin dan Sumin. Tidak bisa Sumin bayangkan bagaimana indahnya malam kemarin ketika bulan purnama.
Sumin terus mengikuti Jimin hingga mereka sampai di gazebo taman yang berwarna putih. "Duduklah" kata Jimin dengan canggung.
Keduanyapun duduk. Tapi tidak ada lagi yang berbicara. Masing-masing dari mereka sibuk dengan pikirannya. Sumin yang lebih tertarik mengamati bunga-bunga. Sedangkan Jimin yang bingung harus memulai darimana.
"Aku melihatmu kemarin" akhirnya Jimin menemukan suara untuk memulai.
Sumin tersenyum miris. Kemudian mengangguk samar.
"Kau terlihat sangat kesakitan"
Sumin kembali mengangguk. "Sejujurnya aku tidak begitu ingat. Saat senja kepalaku mulai terasa berputar hingga rasanya bangunan di sekitarku roboh menimpaku. Kemudian perutku terasa panas dan seperti diaduk-aduk. Setelah itu aku tidak ingat apapun lagi"
Bibir Jimin terkatup rapat. Rasanya pasti sangat mengerikan mengingat Sumin sampai mencakari dirinya sendiri. "Itu sangat mengerikan. Aku melihatmu mencakari dirimu sendiri sambil memohon ampun padaku"
Sumin kembali mengangguk. "Yoongi oppa pasti telah berusaha keras untuk menyembuhkanku" katanya sambil mengamati kulitnya sendiri.
Karena Jimin tidak lagi bersuara, Suminpun mendongak untuk menatapnya. Sungguh ia terkejut melihat Jimin yang menatapnya dengan sedih. "Jangan melihatku seperti itu, oppa. Aku memang pantas mendapatkannya"
"Tidak" sahut Jimin dengan tegas. "Kau menjadi separuh vampir karena aku"
"Dan kau melakukannya untuk menyelamatkanku. Tapi aku malah meracunimu. Maaf"
"Lupakan"
Sumin menggeleng. "Seberapa keraspun aku berusaha untuk melupakannya, aku tetap tidak bisa. Rasa salah itu terus menghantuiku, oppa. Aku sungguh minta maaf"
"Asal kau juga memaafkanku"
"Untuk apa?"
"Karena aku pernah berusaha untuk membunuhmu"
Sumin terdiam. "Apa kau tidak ingin membunuhku lagi, Jim? Kau bisa melakukannya sekarang"
"Bahkan jika kau tidak abadi, aku tetap tidak akan melakukannya lagi"
"Kenapa?"
"Karena aku lebih ingin melindungimu daripada membunuhmu"
Deg!
Mendengar kalimat Jimin itu sukses membuat jantung Sumin berdetak maraton. Oh tentu saja ia masih sangat mencintai Jimin. Tapi tidak. Ia tidak mau berharap terlalu tinggi. Jadi ia hanya bisa mengangguk saja untuk menutupi kegugupannya.
"Jadi apa kau mau memaafkanku?" Tanya Jimin penuh harap.
"Bagiku kau tidak memiliki kesalahan, Jim. Tapi baiklah aku akan memaafkanmu meskipun aku tidak tahu apa kesalahanmu" jawab Sumin sambil tersenyum tulus.
Jimin balas tersenyum sambil mengangguk. "Kalau begitu aku juga akan memaafkanmu"
Keduanyapun tertawa bersama, merasa bodoh dengan diri sendiri. Masing-masing dari mereka setidaknya telah sadar bahwa apa yang pernah terjadi sepenuhnya hanyalah salah paham.
"Kau tahu Sumin, sejujurnya aku masih mencintaimu" kata si namja setelah tawanya reda.
Tawa Sumin berhenti mendadak. Detak jantungnya kembali berpacu dengan cepat.
Manik mata mereka bertubrukan. Jimin menatap gadis di hadapannya dengan tatapan memuja. Sedangkan Sumin balas menatapnya dengan bingung. Gadis bersurai coklat itu seolah mencari setitik kebohongan pada wajah tampan Jimin. Tapi tidak ada. Yang ia lihat hanyalah kejujuran dan kepastian.
"Bohong jika kukatakan bahwa aku tidak menyimpan perasaan yang masih sama."
Senyum pria vampir itu seketika mengembang. "Bolehkah aku memelukmu?"
Tanpa menjawab, Sumin segera menghambur ke dalam pelukan Jimin. Rasanya ia ingin menangis karena bahagia. Perasaan rindunya pada Jimin tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Intinya dia sangat amat merindukan Jimin.
Begitu pula dengan namja Park itu. Rasanya sungguh lega bisa memeluk gadisnya seperti ini. Suminlah tempatnya kembali. Karena bagaimanapun, gadis itu adalah belahan jiwanya. Rumah untuk hatinya.
???? Black Roses ????
Mulai saat itu, hubungan Jimin dan Sumin kembali seperti dulu. Mereka terus bersama layaknya sepasang kekasih. Keduanya terlihat benar-benar telah melupakan kesalahpahaman yang lalu. Sebenarnya itu membuat semua orang merasa lega. Tapi disisi lain juga sedikit jengkel.
Bagaimana tidak jika mereka selalu bermesraan di segala tempat dan waktu? Seperti saling menyuapi saat makan malam. Juga saling memeluk saat berkumpul di ruang tengah. Hal itu tentu saja membuat penghuni mansion yang lain merasa iri.
"Berpakaianlah. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat" kata Jimin tiba-tiba di suatu senja.
"Kemana?" Tanya Sumin bingung.
"Kau akan tahu nanti" jawab Jimin disertai senyum misterius. Kemudian namja itu pergi meninggalkan Sumin yang terbengong-bengong sendiri.
Bukan apa-apa, hanya saja Sumin tidak ingin salah kostum. Bayangkan saja jika hal itu terjadi. Pasti akan terlihat tidak lucu dan sangat memalukan.
Lagi pula kenapa juga Jimin harus sok misterius seperti itu? Apa susahnya memberi tahu tujuan mereka? Untuk membuat kejutan? Oh kejutan itu tetap tidak akan menyenangkan jika ia salah kostum.
Mencari jalan aman, akhirnya Sumin memilih untuk memakai pakaian yang santai. Blouse berenda dipadu dengan jaket rajut, celana jeans, dan wedges yang tidak terlalu tinggi. Rambutnya ia biarkan jatuh di punggungnya. Tapi ia juga membawa karet rambut yang ia simpan di tasnya.
Tak lama kemudian Jimin datang dengan kemeja dan celana jeans yang kesemuanya berwarna hitam. Dia terlihat sangat tampan dengan rambut hitam yang masih menampakkan dahinya. Setidaknya setelah Sumin melihat penampilan Jimin, ia merasa tidak salah kostum.
"Kau siap?" Tanya Jimin sambil tersenyum tampan dan mengulurkan tangannya.
Si gadis separuh vampir mengangguk dan segera menyambut tangan Jimin. Sekejap kemudian Sumin merasakan sensasi teleportasi yang tak asing. Tapi tentu saja sensasi itu pergi secepat datangnya.
Saat Sumin membuka mata, ia telah berada di sebuah taman dengan rumah besar di belakangnya. "Dimana kita?"
Jimin tersenyum ceria. "Rumahku. Kajja" katanya sambil menarik tangan gadisnya ke arah rumah.
"Rumahmu?" Tanya Sumin dengan bingung.
Namja Park itu menyeringai lebar. "Rumah orang tuaku lebih tepatnya"
Langkah kaki Sumin seketika terhenti. Mendadak perasaannya tidak enak. Ia akan masuk ke rumah keluarga Park. Yang artinya ia akan bertemu dengan kedua orang tua Jimin.
Mungkin tidak akan ada apapun yang terjadi jika Sumin bertemu dengan Mr. Park. Tapi bagaimana dengan Mrs. Park? Bagaimana jika wanita itu tahu bahwa Sumin adalah anak dari belahan hati suaminya? Apalagi sekarang posisi Sumin adalah belahan hati anaknya. Bagaimana jika Mrs. Park tidak setuju dan ingin membunuh Sumin juga?
Dan lagi, kenapa pula Jimin membawanya kesini? Apa namja itu tidak takut jika Sumin ternyata masih menyimpan dendam pada ibunya? Ataukah pria vampir itu sudah sepenuhnya percaya pada Sumin dan menganggap bahwa dendam Sumin telah terbayarkan?
Merasa kekasihnya tidak lagi berjalan disampingnya, Jimin berbalik dan menghampiri Sumin yang masih mematung dengan wajah horor. "Jangan gugup. Aku akan selalu berada di sampingmu" katanya sambil menggenggam tangan Sumin.
"Jimin, kenapa kau membawaku kesini?" Tanya Sumin dengan ekspresi yang sama.
"Aku ingin mengenalkanmu pada orang tuaku. Karena aku berencana untuk menikahimu, Sumin"
Deg!
Jimin selalu saja berhasil membuat jantung Sumin berdetak dua kali lebih cepat. Tentu saja ia sangat senang! Gadis mana yang tidak mau dinikahi oleh pria seperti Jimin? Sumin pastikan tidak ada!
Tapi gadis itu sungguh khawatir, bagaimana jika pertemuan pertama ini akan berakhir dengan kematian?
"Tidak apa-apa, Sumin. Semua akan baik-baik saja" ujar Jimin kembali menenangkan.
Yeoja Baek itu bimbang. Tentu saja ia ingin mendapat restu jika akan menikah. Tapi- sudahlah. Ia hanya bisa berdoa yang terbaik untuk dirinya dan Jimin nanti. "Baiklah" putus Sumin sambil tersenyum. "Kajja"
Dan sepasang kekasih itupun memasuki rumah keluarga Park sambil bergandengan tangan.
"Jihyun! Eomma! Aku pulang" teriak Jimin saat memasuki rumah.
Tapi tidak ada jawaban dari penghuni rumahnya.
"Tunggu disini" perintah namja vampir itu pada Sumin. Kemudian ia memasuki rumahnya lebih dalam untuk mencari adiknya.
Sementara itu Sumin mulai mengamati kediaman keluarga Park. Ruang tamunya luas dengan sofa-sofa yang tertata rapi. Terdapat bingkai-bingkai foto di dinding ruangan itu. Foto Jimin dengan adiknya saat kecil. Foto kedua orang tua Jimin. Dan sebuah foto keluarga.
Tak lama setelah Sumin mengamati potret kenangan itu, Jimin kembali dengan seorang namja yang mirip sekali dengannya. Itu pasti Jihyun yang dipanggil Jimin tadi. Dia terlihat seperti versi Jimin yang lebih imut. Pipinya lebih chubby dan Sumin yakin mata pria itu akan menghilang saat tersenyum karena tenggelam oleh pipinya.
"Sumin, kenalkan dia adikku" ucap Jimin dengan ceria.
"Park Jihyun imnida" yang lebih muda memperkenalkan diri dengan sopan.
"Baek Sumin imnida" balas Sumin sambil membungkuk.
"Buatlah dirimu nyaman, Noona. Aku akan membuatkanmu minuman" kata Jihyun sambil tersenyum.
"Bawakan saja darah" sahut Jimin sambil menyeret Sumin untuk duduk.
Jihyun jelas terlihat terkejut. Matanya melirik Sumin dengan takut. "Tapi Sumin noona-"
"Dia sudah terbiasa dengan darah"
Yang lebih muda terbelalak. "Kau sudah mengubahnya Hyung?"
Tidak menjawab, Jimin malah tersenyum. "Aku akan menceritakannya nanti"
Setelah mengangguk, Jihyunpun pergi ke dapur. Tak lama kemudian ia kembali dengan membawa 3 gelas piala berisi darah segar diatas nampan. "Jadi sudah berapa lama Sumin Noona menjadi vampir?" Tanyanya sambil menghidangkan gelas diatas meja.
"Aku masih separuh vampir" jawab Sumin.
Jihyun terlihat tercengang. "Bagaimana bisa?"
Dan Suminpun mulai bercerita bagaimana Jimin pernah menyelamatkannya dulu.
"Aku berniat meminta restu pada eomma dan appa sebelum mengubahnya menjadi vampir dan menikahinya" sahut Jimin setelah kekasihnya menyelesaikan ceritanya.
Tidak ada respon dari Jihyun. Ia hanya memandangi Jimin dan Sumin lama seolah menilai kecocokan pasangan itu. "Sejujurnya Hyung, kupikir itu tidak perlu." Setelah menghela nafas, namja bersurai coklat alami itupun melanjutkan. "Aku tidak tahu kemana appa pergi. Tapi yang pasti, ia akan datang kesini sebulan sekali untuk sekedar mengecek keadaan rumah. Dan eomma, dia masih sama seperti terakhir kali kau melihatnya"
Si gadis separuh vampir langsung terkejut mendengar penjelasan dari Jihyun. Ia tidak menyangka bahwa keluarga Jimin sama berantakannya seperti keluarganya. Sepertinya Mr. Park pergi karena masalah belahan hatinya dulu. Tapi apa yang terjadi pada Mrs. Park? Mungkinkah ia sakit? Penasaran dengan reaksi Jimin, gadis itu menoleh.
Tapi Jimin seperti tidak terpengaruh. Wajahnya tidak menunjukkan perubahan ekspresi apapun. "Aku akan tetap menemui eomma. Bagaimanapun juga aku harus mengenalkan calon istriku padanya."
Jihyun mengangguk. "Itu keputusanmu"
Si vampir bersurai hitampun bangkit. "Ayo, Sumin" ajaknya.
Seketika itu Sumin merasa gugup. Tangannya berkeringat dan tanpa sengaja meremas tangan Jimin terlalu kuat.
"Tidak apa-apa" kata Jimin berkali-kali.
Mereka bertiga memasuki rumah itu lebih dalam. Jihyun memimpin jalan ke sebuah pintu kayu berukir bunga, kemudian membukakannya. "Masuklah"
Memberanikan diri, Sumin berjalan masuk di belakang prianya.
Seorang wanita tengah duduk di sebuah kursi goyang. Tidak ada tanda-tanda penuaan pada kulitnya meskipun terlihat berkali-kali lebih pucat dari kulit vampir biasa. Tapi jelas terdapat kantong mata besar di bawah matanya.
Rambutnya panjang dan terlihat kusut. Ia memakai sebuah jaket rajut yang tak terkancing, serta syal pudar yang melilit lehernya. Mrs. Park seolah tidak menyadari kehadiran Jimin dan Sumin. Tatapannya masih tetap kosong pada dinding kamar dimana tergantung sebuah foto pernikahannya.
"Eomma" panggil Jimin lembut sambil mendekat.
Tidak ada respon. Seolah suara Jimin hanyalah angin lalu.
"Eomma" panggil namja itu sekali lagi sambil menutupi pandangan ibunya dari foto pernikahan.
Wanita berantakan itu mengerjap. "Jimin" lirihnya dengan suara serak. Tangannya terulur seperti ingin menggapai anaknya.
Otomatis Jimin berjalan semakin mendekat dan langsung memeluk tubuh ringkih ibunya. Mereka berpelukan beberapa saat hingga kemudian Jimin menarik diri untuk menghapus air mata ibunya. "Jangan menangis"
"Jimin" ulang Mrs. Park dengan tangan yang membelai pipi buah hatinya.
"Aku ingin mengenalkan seseorang padamu, eomma" ujar Jimin setelah tangisan ibunya reda.
Wanita itu seperti tidak peduli dengan kalimat Jimin barusan. Yang ia lakukan hanyalah membelai anaknya dengan tatapan sayang.
Setelah mendapat anggukan kepala dari Jimin, Sumin perlahan mendekat. Tangannya meremas ujung jaketnya karena terlalu gugup.
Dan saat Sumin muncul dalam ruang pandang Mrs. Park, wanita itu tiba-tiba berteleportasi ke hadapan Sumin dengan tangan terulur pada leher si gadis. Ibu dari Jimin itu mendorong Sumin ke dinding dengan kuat.
Sumin tentu saja tercekik. Matanya terbelalak ngeri menatap wanita vampir di depannya yang terlihat marah.
"Kau harus mati!" Desis Mrs. Park dengan iris mata berwarna merah terang.
TBC
Apa yg bikin kalian masih mau baca ff ini?
With love, Astralian ????