Selama di perjalanan menuju rumah Rion. Mereka hanya bisa saling terdiam, tanpa kata. Rion lebih memfokuskan pandangannya pada beberapa pohon yang berjejer rapi di sepanjang jalan. Sementara, Bella tak yakin harus mulai membuka percakapan dari mana. Yang pasti suasana ini sangat canggung.
Anggin berhembus sepoi-sepoi, masuk ke dalam mobil Bella lewat celah-celah jendela yang sedikit terbuka. Deretan pohon-pohon itu terus berdempetan seolah tak memberi Bella ruang untuk mengintip apa yang ada dibaliknya. Suasananya sangat suram, lembab tanpa cahaya. Seolah-olah matahari tak sanngup menjangkau kota ini dengan sinar hangatnya.
“Kabut turun lagi.” Kata Rion singkat, lebih kepada diri sendiri. “Iya, bukankah tempat ini memang sangat identik dengan kabut dan cuaca yang lembab.” Balas Bella. “Ya, itulah mengapa aku suka tempat ini.” jawab Rion. “Wait, kamu bukan Vampire kaya Edward Cullen, kan?” tanya Bella was-was. “Haha, menurutmu sendiri bagaimana?” balas Rion bermain-main.
“Ya, mungkin aja cerita Vampire itu benar.” Jawab Bella. “Anda tidak takut jika saya benar-benar seorang Vampire?” kali ini Rion yang balas bertanya. “Ya, jika kau Vampire. Aku adalah Bella Swan yang punya teman werewolf bernama Jacob.” Balas Bella dan disusul dengan tawa Rion.
“Kau tertawa?” tanya Bella tetap memfokuskan diri pada kondisi jalan yang memang masih sepi. “Kenapa?” tanya Rion, masih dengan menampilkan lesung pipinya yang manis. “Ya, selama ini kau selalu datar tanpa ekspresi. Saya kira kau tidak bisa tersenyum.” Kata Bela. “Yah, saya sudah pernah berbicara pada anda. Sikap saya tergantung ada apa, dengan siapa yang bagaimana, dan sedang apa. Itu saja.” Jawab Rion enteng sambil mengalihkan pandangannya kembali pada deretan pohon yang tak kunjung berkurang.
“Kau tak kedinginan?” tanya Bella berusaha mencegah suasana canggung seperti sebelumnya terjadi kembali. “Tidak. Walau udara disini sangat lembab. Dan bahkan, tingkat kelembapannya mencapai 75% dan langit memang lebih suka menangis. Tapi, aku suka udara disini. Tenang dan menyenangkan.” Balas Rion. Pembicaraan seperti ini jauh lebih baik, ketimbang membahas masalah pribadi yang sama sekali tak ingin mereka berdua ungkapkan.
“Anda tahu sebutan kota ini apa?” tanya Rion mengalihkan pandanganya pada Bella yang fokus menyetir. “Apa?” tanya Bella kembali. “Kota Twilight, ada perayaannya setiap tanggal 12 September setiap tahunnya. Selang sehari dengan ulang tahun pemeran tokoh Bella.” Jelas Rion.
“Oh, ya? Aku tahu setting Twilight memang dikota ini. Namun, aku tak terlalu paham dan juga tak terlalu tertarik akan hal itu. Vampire, Werewolf dan segala macam mahluk spiritual seperti itu hanyalah fantasy penulis saja. Tak ada yang nyata. Bagiku itu hanyalah akal-akalan banyak orang untuk membuat suatu sensasi.” Jawab Bella, ia memang tak percaya akan hal-hal seperti itu. Dan itu lebih baik ketimbang harus membayangkan ada mahkluk penghisap darah selalu mengintainya saat tidur.
“Ah, aku tahu itu. Anda adalah seseorang yang sangat realistis. Anda tak akan terpengaruh pada hal-hal mistik seperti itu. Anda juga orang yang tak tertarik pada kisah cinta bukan?” tanya Rion. “Ya, bagiku cinta bukan hal yang harus aku pusingkan.” Jawab Bella walau sedikit berbohong. “Ya, memang. Cinta bukan hal yang perlu kita pikirkan.” Jawab Rion.
“Ha? Apa aku salah dengar. Aku mendengar ini dari seorang bocah.” Seringai Bella. “Walau saya mungkin masih bocah. Tapi, saya yakin saya memiliki lebih banyak pengalaman dari pada anda. Saran saya, sebaiknya anda segera mencoba membuka tangan anda untuk cinta. Karena saya yakin anda tidak mau menjadi perawan tua seumur hidup.” Kata Rion.
“Kau ini sedang mencoba menasehatiku, ya?” kata Bella sambil melirik Rion. “Masih jauh kah rumahmu?” tanya Bella. “Masih, jika diukur dari kecepatan menyetir anda mungkin masih satu jam lagi. Anda terus lurus saja, jika nanti harus belok saya akan memberitahunya.” Kata Rion.
“Baiklah,” jawab Bella. “Nah, sebaiknya kita gunakan waktu ini dengan sebaik-baiknya. Saya akan mengajari beberapa hal tentang cinta.” Kata Rion mendadak sangat bersemangat hingga mengubah arah duduknya menghadap Bella.
Jujur, Bella enggan mendengarkan ocehan bocah satu ini apalagi mengenai cinta. Sudah cukup Jean saja yang suka mencomblangkannya. Jangan ditambah bocah ini. Namun, Bella hanya mengangguk pasrah sambil mendengarkan. Suasana ini lebih baik dibanding diam-diaman yang sangat canggung. Mungkin dengan ini Rion akan lebih terbuka padanya. Sehingga, ia bisa lebih mengenal Rion lebih jauh.
“Begini anda pernah mendengar cerita Romeo dan Juliet?” tanya Rion, berharap gurunya ini tahu kisah cinta yang seperti itu. “Ya, memang kenapa?” heran Bela. “Ya, kita kan mulai dari sejarah cinta masa kuno yang terkenal. Jadi, anda bisa lebih mendapatkan Feeling-nya.” Jelas Rion. “Ya, ya.” jawab Bella. Oh, ini akan jadi cerita yang panjang. Apa? Sejarah cinta? Huft.
“Gini, saya yakin kisah Cinta seperti itu memang sangat fenomenal. Namun, jangan menirunya. Kenapa ? hal-hal seperti itu mengajarkan pada kita untuk lebih bersabar. Anda pernah membayangkan tidak? Andai saja Romeo bersabar menunggu Juliet sebentar lagi, ia akan menyadari bahwa Juliet belum mati dan masih ada kesempatan mereka untuk bersama walau harus melalui rintangan panjang yakni permusuhan kedua keluarganya.” Terang Rion.
“Rion, itu kan cerita William Shakespeare. Dan memang ending-ya seperti itu.” Terang Bella. “Ya, memang benar. Namun, kali ini saya gurunya. Jadi, anda diam saja.” Bella hanya mendengus kesal mendengar jawaban Rion.
“Tidak banyak cerita tentang cinta sejati yang begitu mengetarkan seperti itu. Apalagi di zaman yang seperti ini. Tapi, percaya saja bahwa anda akan menemukan jodoh anda suatu saat. Jika, saat ini belum. Yah, positive thingking aja. Mungkin jodoh anda belum lahir.” Kata Rion. “Hah? Yang benar saja Rion.” kata Bella dengan kesal.
“Nah, sebenarnya dari pengamatan saya, anda tidak jelek-jelek amat. Lumayan lah. Masih cukup oke, sih?” kata Rion sambil mengamati Bella dari atas sampai bawah. “Namun, ada sesuatu yang mambuat beberapa pria mundur teratur dari anda.” Kata Rion.
“Oh, iyakah? Apa itu?” tanya Bella sedikit tertarik dan sangat penasaran. “Anda terlalu menutup diri. Sehingga hati anda juga ikut tertutup untuk merasakan apa itu cinta. Setiap pria yang mendekati anda pasti akan menyerah terlebih dulu karena sifat keras anda.” Kata Rion.
“Oh, begitu ya?” tanya Bella. “Iya, dan sebaiknya turunkan sedikit kriteria pasangan anda. Saya rasa anda memasang kriteria yang terlalu tinggi. Jangan terlalu pilih-pilih tapi juga jangan asal pilih. Seseorang yang berada di bawah kriteria anda pasti tidak akan bisa memasuki hati anda. Jadi, tak mungkin anda bisa jatuh cinta padanya jika sudah menutup hati terlebih dahulu. Dan seseorang yang cocok dengan kriteria anda belum tentu ia akan merasakan kecocokan yang sama pada anda.”
Rion berhenti sejenak lalu melanjutkan, “Cinta itu dua hati. Ada hati lain yang perlu anda perhatikan selain hati anda. Apa ia nyaman dengan anda? apa ia juga mencintai anda? Apa anda pantas untuknya? Perhatikan pasangan anda, maka ia juga akan memerhatikan anda.”
“Bu, jalan depan itu. Belok kanan.” Perintah Rion menghentikan ceramahnya begitu melihat pertigaan di depan. “Rion, kamu yakin kamu tidak salah jalan. Ini hanya jalan setapak kecil?” tanya Bella, mengamati lingkungan sekitar dan pepohonan yang semakin rimbun. Tak yakin apakah ada rumah disana.
“Tidak, ini jalan yang benar.” Jawab Rion enteng. “Hmm, kamu tinggal sendiri?” tanya Bella lalu mulai memerhatikan ekspresi Rion yang kembali datar. “Ya, sendiri,” jawab Rion. “Oh, kamu tidak takut.” Tanya Bella lagi berharap mengembalikan kecerewetan Rion. “Tidak.” Jawab Rion singkat. Bella mengagguk, menyerah. Apakah anak ini punya kelainan psikologis atau semacam mood swing. Moodnya dapat berubah drastis dengan cepat.
Bellapun berbelok ke kanan. Menelusuri jalan kecil atau jalan setapak kecil itu dengan agak ragu. Bella tak yakin masih ada tempat di tengah hutan seperti ini. Sudah 2km Bella mengemudikan mobilnya namun yang terlihat sepanjang mata memandang hanyalah kumpulan pohon-pohon yang tinggi menjulang.
“Rion, masih jauh kah ?” tanya Bella memandang Rion yang tiba-tiba mematung. “Tidak, sudah sampai.” Kata Rion. “Perhatikan jalanmu.” Lanjutnya. Bella mengalihkan pandangannya. Dan benar saja Bella melihat ada sebuah rumah yang tampak seperti kastil sejenak.
Pintu gerbang besi setinggi 5 meter yang berwarna hitam itu terbuka otomatis, mempersilahkan tuan rumahnya masuk. Bella mengemudikan mobilnya maju. Bagaimana mungkin orang-orang bisa tidak tahu ada rumah seindah ini disini, batinnya. Air mancur yang berada di halaman rumah itu memberikan kesan menenangkan tapi berisik. Rumah ini dipagari oleh barisan pohon yang begitu kokoh. Mungkin Bella tak akan pernah tahu ada rumah ini disini jika saja ia tak mengantar Rion pulang.
“Berhenti disini! Anda bisa pulang.” Kata Rion yang terkesan seperti perintah bagi Bella. “Kau tak mempersilahkan aku masuk?” tanya Bella, berharap dapat mengitari rumah ini dan menikmati keanggunannya. “Tidak.” Jawab Rio tegas. “Aku tak pernah menjamu tamu dirumah.” Lanjutnya.
“Hah? Baiklah aku akan jadi tamu pertamamu.” Jawab Bella mengeyel. Bella membuka pintu mobilnya. Namun, belum sempat ia menginjakkan kaki di tanah. Rion sudah menahannya. “Tak akan pernah.” Kata Rion dengan tatapan tajam. “Ingat hal ini, jangan pernah mengatakan pada orang lain di mana rumahku. Juga jangan pernah kesini lagi dan yang terakhir jangan pernah berharap anda bisa jadi tamuku. Mengerti! Pulanglah.” Kata Rion dingin sembari membuka mobil dan beranjak keluar mobil.
Meinggalkan Bella yang masih terbengong-bengong. Well, seharusnya ia tak usah mengantarkan anak songong itu. Dan melihatnya jalan kaki sampai rumah.
Wihh mantap
Comment on chapter RK