“Bell, kamu kenapa koq diem aja?” tanya Jean sewaktu mereka berdua sedang makan malam. “Ah, aku lagi sebel. Tadi itu ada anak yang nantang aku tau nggak? Bla... bla..bla.” Bella mulai menceritakan segalanya sampai akhir. “Kamu, yakin. Bagus dong.” Respon Jean yang membuat Bella kaget. “Koq, bagus sih?” dengus Bella. “Ya iya dong. Secara nih kamu lagi bosen. Kamu suka tantangan kan? Nah, anak itu bisa jadi tantangan tersendiri kan buat kamu taklukin.” Jawab Jean.
Dalam hati Bella menyetujui apa yang Jean katakan. “Tapi, kamu harus inget. Dia itu murid, jangan kelewatan. Tugasmu sebagai guru membimbing dan mengawasi dia lho ya. Inget itu baik-baik.” Nasehat Jean. “Lo tenang aja koq, dia itu udah kaya adik ku sendiri. Adik yang super bandel.” Seringai Bella.
***
England, 00.30
Rion terpaku menatap beberapa preman yang sedang menghadangnya. Ia kenal mereka, mereka pasti dari black market yang dulu pernah ia tangani kasusnya. Sekarang mereka menghadangnya. Jujur saja, Rion kembali ke London hanya untuk pulang ke rumahnya yang pernah ia tinggali selama beberapa bulan. Ia sama sekali tak menyangka akan bertemu pria-pria ini lagi. Ini kecerobohannya sendiri. Mereka pasti melacak lokasinya untuk balas dendam.
Entahlah, sejak kemarin segala hal tak berjalan terlalu lancar bagi Rion. Mulai dari guru yang menyebalkan dan di hadang preman-preman ini di depan rumahnya. Rencananya ia hanya akan mengambil beberapa dokumen dan kembali dengan tenang dan utuh. Tapi, nampaknya itu hanyalah angan-angan belaka. Untung saja ia sudah memasukkan segala barang-barang yang ia butuhkan ke dalam mobil yang ada di belakangnya.
“Halo, RK. Bagaiman kabarmu. Terkejut ya! yah, sayang sekali.” Kata pentolan geng itu yang memakai kalung emas dan tersenyum menampakkan giginya yang ompong. Hal yang nampak menjijikkan bagi Rion. “Kenapa diam saja! Oh, kelinci yang manis kamu takut ya. Oh, tidak panggilanmu sekarang The Great Seducer, kan? Satu-satunya orang yang berhasil mengalahkan The Devil. Oh, tenang saja kau akan seera mendapat balasan yang manis dari wanita itu.” Ejek orang itu yang diikuti tawa semua anggotanya.
“Haah, entahlah. Sebenarnya aku sama sekali tak mengharapkan kehadiran kalian. Terutama kunjungan tengah malam. Aku sibuk, jadi menyingkirlah. Sebelum aku mengulangi malam dimana kalian lari tunggang-langgang dan berlumuran darah.” Tantang Rion.
Preman-preman itu menggertakkan gigi mereka. Tampak sangat terprovokasi akan ucapan Rion yang memang diucapkan anak itu dengan begitu santai, seolah meremehkannya. Dan semua orang ini menyimpan dendam yang besar mengingat malam itu tanpa peringatan apapun mereka diserbu pasukan militer yang diketuai Rion tiba-tiba. Mereka yang sama sekali tak memiliki persiapan kalah dalam satu kali serangan. Akibatnya kelompok mereka terbelah. Beberapa anggota tewas dan yang lain masuk penjara. Sekarang adalah kesempatan mereka membalas. Mumpung bocah ini sendiri tanpa kawanan. Mereka akui Rion hebat, tapi mereka menang jumlah.
“ Dasar, bocah kecil!! Serang!!” komandonya. Semua preman yang berjumlah tidak kurang dari 30 orang itu mulai menyerang Rion serentak.
Menghadapi serangan preman-preman sinting itu, Rion tak mau mundur. Ia menerjang mereka maju. Ia menangkis semua serangan dan pukulan. Walau tak jarang ada yang masih bisa mengenainya.
Ia menjatuhkan 3 preman sekaligus dengan menggunakan pemukul tongkat besi yang ia renggut dari mereka. Rion tak peduli lagi apakah mereka semua akan bangun lagi atau tidak, yang penting untuk saat ini adalah bagaimana ia bisa lari dari semua sergapan para preman itu.
Dengan pukulan yang vital Rion menjatuhkan 2 orang lagi. Saat ini pukulan di bagian vital sangat penting agar mereka tak bangkit lagi. Sehingga jumlah mereka akan berkurang. Beberapa orang nampak mempersenjatai diri mereka menggunakan pedang. Yang membuat Rion semakain yakin bahwa mereka bertekad menghabisi nyawanya.
Dengan sigap ia menjatuhkan orang yang membawa pedang dengan pukulan cepat dan menggantikan senjatanya dengan pedang. Perkelahian berhenti sejenak. Kali ini Rion tak akan main-main salah sedikit saja nyawanya bisa melayang. Beberapa preman itu tampak ragu mendekatinya. Dengan satu tebasan pedang yang ujungnya mengkilat yang sedang di pegang Rion bisa-bisa tubuh mereka terbelah menjadi dua bagian.
Beberapa orang mundur. Namun, ada yang malah meringsek maju dengan membabi buta yang sontak disambut hunusan pedang Rion yang menembus perutnya. Rion mencabut pedangnya yang berlumuran darah, “Well, kalian pasti memperkirakan hal ini bukan. Kalau kalian berusaha membunuhku, aku akan melakukan hal yang sama pada kalian.” Seringainya sambil mengusap darah yang menetes dari pedangnya.
Saat ini gertakan adalah hal yang sangat penting untuk menurunkan mental lawannya. Tanpa menunggu mereka menyerang yang mana akan memperburuk situasi. Rion maju dan memutar pedangnya, mengenai siapa saja yang ada di hadapannya. Perkelahian terus berlanjut selama beberapa menit ke depan. Jumlah mereka berkurang menjadi setengahnya, namun tenaga Rion sudah terkuras banyak.
Ia sudah kelelahan, cukup. Ini tak akan berhasil. Mereka semua kuat dan terlalu banyak apalagi jika mereka terus termotivasi untuk membalas dendam. Ia akan kalah. Tapi ia tak mau menyerah begitu saja. Ia harus cepat memikirkan cara lain atau menunggu keberuntungan menyelamatkannya. Saat ia lengah, salah satu pedang musuh mengenai lengan kanannya. Mengucurkan darah yang cukup deras. Rion sadar jika ia terlalu banyak kehilangan darah, ia akan tewas seketika.
“Wah, bocah kecil. Kau hebat juga ya.” kata ketua geng itu sambil mengedarkan pandangan ke sekelilingnya tempat dimana banyak anak buahnya yang kalah dan tergeletak di tanah. “tapi, tampaknya sudah cukup main-mainnya.” Beberapa anak buah preman itu menyergap Rion dari belakang. Yang tak sempat diantisispasi Rion. Pedangnya terjatuh dan kini beberapa orang menahan dirinya. Memaksanya berlutut dan tak bergerak. “Lepaskan aku dasar preman pengecut. Beraninya kalian menyergapku dari belakang.” Teriak Rion berusaha memberotak tapi sia-sia.
“Bagaimana rasanya? Kurasa aku perlu membalas sesuatu padamu.” Kata ketua preman itu yang dikenal sebagai Gregory. Gregory meludah dan tersenyum licik pada Rion. Ia mengangkat dagu Rion dan mencengkeramnya dengan kuat sampai Rion meringgis kesakitan karenanya.
“Kau lihat ini. Gigiku banyak yang hilang karena ulahmu. Mungkin aku juga harus merusak wajah tampanmu ini ya. Kau tahu gara-gara ulahmu malam itu, aku mengalami banyak hal yang berat. Malam itu adalah malam pertama kali aku mengenalmu dan kuakui saat itu aku cukup takut padamu. Malam itu kau seperti monster berdarah dingin. Kau tak memiliki rasa belas kasih. Kau dan pasukanmu membantai kami semua. Dengan kedok bertindak atas nama keadilan. Tapi kau membunuh Liana, istriku yang sedang menggandung anak kami.” Kata Gregory penuh amarah, matanya berkaca-kaca. Ia melepaskan cengkeramannya di dagu Rion dengan kasar.
“Kau tau Gregory, aku tak pernah bermaksud membunuh istri dan anakmu. Itu semua diluar rencana kami. Ia menerjangku tepat ketika aku mengacungkan pisau itu padamu. Itu salahnya sendiri. Ia yang memilih takdirnya sendiri!” geram Rion. Liana seharusnya tak usah masuk ke dalam rencananya. Jujur, Ron mereasa berdosa akan apa yang ia lakukan pada wanita yang sedang hamil itu, tapi ia sama sekali tak sengaja melakukannya. Liana menerjangnya tiba-tiba membuat Rion bergerak Refleks secera spontan untuk membela diri.
“Ah, alasan. Kau membunuh satu-satunya alasanku untuk hidup. Anak dan isteriku. Kau membunuh mereka!” Teriak Gregory sambil menghantamkan tinju pada tulang rusuk Rion. Rion menggeliat kesakitan, tampaknya beberapa tulang rusuknya patah saat ini. “Kau monster. Kau menghancurkan kehidupan kami.” Teriakan Gregory menggema di udara. “Kau tahu, kami menunggumu kembali disini selama beberapa tahun. Karena hanya inilah satu-satunya hal yang kami tahu tentang dirimu, RK. Kau seperti rubah licik yang pandai menyembunyikan diri. Dan penantian kami tak sia-sia. Akhirnya kau kembali. Dan memberiku kesempatan untuk menyiksamu. Membalaskan dendam anak dan isteriku!”
“Hahaha, kau tadi bilang apa? Aku monster. Itu adalah kata-kataku. Kau yang monster. Pengedar narkoba, berapa banyak nyawa yang melayang akibat ulahmu. Sudah menjadi tugasku untuk membasmimu. Kau hanyalah tikus masyarakat yang harus disingkirkan!” selesai mengucapkan hal itu Rion mendapat tendangan yang cukup keras di perutnya yang membuat ia mengaduh kesakitan.
“Kalian semua hajar dia sampai kalian merasa puas!” perintah Gregory pada anak buahnya. Mereka menghajar Rion habis-habisan seolah ia boneka yang tak memiliki nyawa.
***
02.30
Leon sedang bergegas menuju suatu tempat. Di pinggir kota London. Ia mendapat kabar dari agennya bahwa RK terlihat kembali ke kota itu. Dan Leon yakin tempat satu-satunya yang akan RK datangi adalah rumahnya dulu. Ia harus bergegas jika tak mau kehilangan jejak RK lagi. Anak itu sama sekali tak bisa dilacak seberapa keraspun ia mencoba.
Kabar ini adalah suatu kesempatan emas baginya untuk bertemu RK dan membujuk anak itu sekali lagi. Pesawat militer yang ia tumpangi dengan cepat mendarat satu jam sebelumnya. Ia dan para pasukan yang dipimpinnya sekarang berada di mobil yang melaju dengan kecepatan yang luar biasa sekarang. Menerobos beberapa lampu merah setelah memastikan tak ada pengendara lain di hawa sepagi ini yang akan celaka.
Mobil sedikit berguncang begitu memasuki jalanan berkelok. “Tunggu, Rion. sebentar lagi.” Katanya dalam hati. Begitu memasuki halaman rumah Rion. Bau gosong dan benda terbakar menyengat hidung. Apa ini? Leon seketika mendapat feeling tak menyenangkan. Dan benar saja, begitu memasuki kawasan rumah Rion. Rumah itu sudah hancur lebur dan terbakar. Leon segera keluar mobil diikuti anak buahnya yang menyandang senjata lengkap.
Asap membumbung tinggi. Tak ada seorangpun yang memadamkan kebakaran. Karena rumah ini terlalu terpencil di pinggiran kota dan tak memiliki tetangga sama sekali. Si jago merah melahab semua yang ada. Dulu rumah itu memiliki 2 lantai, sekarang semuanya rata dengan tanah. Tak ada yang tersisa.
“Maaf, pak. Ada beberapa orang yang tergeletak di tanah.” Lapor salah satu pasukannya padanya. Leon segera memeriksa orang-orang itu. Banyak yang tewas tapi ada juga yang pingsan. Di balik puing-puing itu Leon menggenali salah satunya. Gregory. Mata Leon membelalak kaget. Ia dari black market. Untuk apa ia ada disini.
Atau jangan-jangan. Ia dan anak buahnya datang kesini untuk membalas dendam pada Rion. oh, sial ia keduluan lagi. Geramnya dalam hati. Tapi, dimana Rion sekarang. “Cepat prioritaskan untuk mencari RK.” Perintahnya frustasi.
Wihh mantap
Comment on chapter RK