Read More >>"> PUBER (Bab 2) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - PUBER
MENU
About Us  

 “Put, Gila kamu Put !”

“Apaan sih, Khehehe . . .”

“Kamu beneran nolak gabung ?”

“Iya, Kenapa ?”

“Lah, itu justru pertanyaanku, kenapa ?” Tia penasaran akan alasanku menolak untuk ikut komplotan Regina Cs.

“Gak ada untungnya, mungkin karena aku gak bisa galak sama orang.” Jawabku seadanya.

“Hmm . . .~” Lenguh Rachel memonyongkan bibirnya.

Aku terkekeh seraya menyeruput popmie ku dengan ganas, SRUUUUT !!!

“Astagaaa, kamu kayak orang gak pernah makan aja !” Tegur Tia merasa malu mendengar cara makanku.

“Habis panas, dan aku lapar !”

“Malu tau dilihat orang !”

Aku melihat sekeliling. Iya, beberapa murid yang duduk di dekat kami sekilas melihatku dengan wajah heran, “Duh, yang lain boleh ditegur deh, tapi kalo soal makan nggak ! aku kalo makan manisnya hilang.” Kataku tidak perduli. Tapi memang begitu adanya.

“Sudah dong berantemnya, nanti jam istirahat kita habis !” Rachel mulai kesal.

Semua terdiam mendengar Rachel sudah bersuara tinggi.

***

Tidak disangka, berjalannya waktu, aku bisa mendapatkan teman – teman disetiap pertemuan kegiatan yang aku jalankan di sekolah. Selain Rachel, Tia, dan Lia, ada beberapa teman yang aku lupa gimana pertama kali bisa berkenalan hingga akrab.

Seperti Icha, seorang gadis yang memiliki suara yang lembut jika berbicara. Tapi, saat sedang bahagia saja. Ketika marah, suaranya akan berubah menjadi penyanyi dalam okestra yang menyanyikan lagu vigaro versi false. Ia lebih pendek dariku dan bentuk badannya ideal. Tapi tetap saja, dia terlihat imut.

Kalau Ria, Ia adalah teman Rachel sejak kecil. Ia juga lebih pendek dariku dan sedikit gendut. Ia memiliki lesut di kedua pipinya yang sangat menonjol jika tersenyum, wajahnya putih mulus tanpa ada jerawat. Selain itu, sangat pas dengan wajahnya, dia sangat lembut jika berbicara dan kalau marah terlihat seperti sedih. Jadi, menurutku Fitri adalah orang paling baik.

Lalu ada Yola, dia wanita berambut pendek, berbadan kecil, memakai kacamata dan sangat misterius. Tidak sebarang orang bisa mengetahui apa yang dipikirkannya. Bahkan Ria dan Rachel yang dari dulu sudah menjadi temannya saja, tidak pernah tau banyak tentang dirinya. Tapi, meskipun begitu, Yola adalah teman yang selalu perduli dengan sekelilingnya.

Memiliki teman – teman yang baik tidaklah mudah. Terkadang, ada yang senang padaku karena hal – hal tertentu saja. Ada pula yang memang cocok denganku dan bisa seimbang dalam berbagi. Tapi, dalam pertemanan hal yang paling kusadari saat itu adalah kecocokan antara satu dengan yang lainnya.

***

 

Pintu kamar tertutup. Jam berdenting kecil menghiasi kesunyian malam dikamarku yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Aku duduk dipinggir tempat tidur dekat jendela lalu menegadah ke atas. Melihat langit, terlihat kotor dengan bulan dan para bintang yang berlomba dengan sinarnya masing – masing. Bulan-pun terlihat bersinar dengan sempurna. Tidak ada awan disekitarnya.

“Selamat Malam,”

“Iya, Malam Pak, saya ke rumah dulu.”

Tergidik, pandanganku teralih. Noval baru saja pulang, entah dari mana. Dia mengenakan pakaian olahraga dan tas ransel hitam dipunggungnya. Tasnya terlihat berat.

Aku bisa melihat Dia sedang membalas sapaan Pak satpam yang selalu menjaga komplek di tempat tinggalku. Pak satpam berdiri di depan pos dan portal yang sudah tertutup. Noval melewati jalan setapak samping portal yang cukup untuk satu orang.

Kebetulan jendela kamarku ini menghadap ke arah jalan di luar komplek. Jadi aku bisa melihat dengan jelas siapa yang pergi dan pulang.

Noval sudah tidak terlihat lagi.

Aku secepatnya pindah ke ruang tamu. Ruang tamu dirumahku menghadap depan jalan juga, tapi agak ke dalam komplek. Terdapat jendela panjang yang gelap ditutupi tirai berwarna coklat, sehingga tidak seorang-pun dari luar bisa melihat ke dalam. Bahkan jika malam saat lampu di ruang tamu dinyalakan. Aku tidak perlu mengintip, cukup membuka tirai sedikit dan melihat keluar. Aku memandangi Noval berjalan perlahan sambil menundukkan kepalanya.

Dia terlihat lelah.

Tasnya benar – benar terlihat seperti batu yang beratnya berton – ton sampai dia harus menunduk seperti itu.

Akhirnya, dia sudah tidak terlihat lagi dari pandanganku.

Aku memanyunkan bibir lalu masuk ke dalam kamar.

Kalau dipikir – pikir ini sudah 2 minggu sejak aku pulang sekolah bersamanya.

2 Minggu yang lalu . . .

“Hai, udah lama nunggunya kak ?”

Aku menoleh.

Noval baru saja datang setelah aku menunggunya kurang lebih satu jam.

Kami berjanji untuk pulang sekolah bersama agar aku tau jalan pulang tanpa harus di jemput. Dia membawa beberapa temannya.

“Nggak kok, ‘kan memang jadwal pulangmu berbeda denganku.” Sahutku tidak ingin membuatnya merasa gak enak.

Sebenarnya aku sudah pulang terlebih dahulu pukul 12.00 siang. Berbeda dengan Noval yang memiliki tuntutan lebih besar karena dia anak akselerasi.

“Ayo Kak !” Ajak Noval.

Kami harus berjalan kaki kurang lebih 10 menit lamanya sebelum menaiki angkot. Cukup jauh menurutku, karena jalanannya terdapat tanjakan dan turunan yang membuatku sedikit lelah.

“Kak perkenalkan namaku, Franky dan yang ini Patrik.” Salam Franky padaku.

Tidak jauh berbeda dariku, Noval memiliki teman – teman yang berkulit putih dan berwajah tampan. Aku -pun baru menyadari bahwa lelaki yang menjadi tetanggaku ini memiliki nasib yang sama sepertiku. Walaupun aku gak tau apakah dia pernah di bully atau tidak. Tapi, untuk penampilan, kami memiliki kesamaan’lah !

Untunglah selama perjalanan, pepohonan menutupi kami dari sinar matahari hari sehingga tidak terasa begitu panas di siang yang terik. Hanya aku yang perempuan disini, makanya Noval berjalan di sampingku untuk menemani dan teman – temannya mengekor dari belakang.

Sesekali mereka bercerita sampai tertawa karena saking lucu dan serunya. Aku juga ikut tertawa. Padahal cerita yang diangkat tentang game online yang tak pernah ku mainkan. Lucunya bukan dari tentang apa yang ada di permainan itu, tapi imajinasi Noval yang begitu luas sampai – sampai kakek berkacamata hitam penjual kacang juga di sambungkan ke dalam ceritanya.

“Woi, gak sopan banget kakek dimasukin dalam dota !” Tegur Franky tertawa tidak tahan.

“Weish, jangan sembarangan ~” Timpal Noval percaya diri.

“Apa ini maksudnya jangan sembarangan ?” Tanya Patrik.

“Kakek itu lebih jago daripada torang pe hero !” Kata Noval.

Torang = Kita (dalam banyak orang)

Pe = Punya

“Jago yang gimana ?” Franky makin gak percaya.

“Iyalah, Jago ! Kalo ada musuh gak pernah mundur dia ! musuh keluarkan senjata, dia jualan kacang !”

Noval membuat tertawa sekali lagi.

“Kalau gak mempan tetap gak akan mundur, soalnya belakang kakek ada jurang !” Katanya mengakhiri tawa menjadi tawa kembali.

Menurutku itu kurang ajar, sih. Tapi, mau gimana lagi kalau aku juga ikut tertawa.

Kami-pun berhenti di halte kemudian duduk dibawah halte. Disana sudah tersedia tempat duduk yang lumayan panjang. Sepi sekali. Hanya ada beberapa orang dengan pakaian kerja sedang berdiri dan kami berempat yang sedang duduk.

Tiba – tiba aku mencium bau harum makanan. Aku menoleh ke arah sumber bau itu. Ada booth kecil yang menjual makanan ringan di samping halte.

“Itu kentang ya ? harum banget baunya . . .” Gumamku.

“Mau ?” Ternyata gumam pelanku terdengar oleh Noval.

“He ?”

Noval berdiri kemudian berjalan sedikit menjauhiku ke arah booth itu. Ia berbalik lalu mengajakku dengan kedipan kedua matanya.

Bulu kudukku merinding.

Aku segera mengikuti ajakannya.

“Yang barbeque satu ya.” Pesan Noval kepada penjual.

Sementara menunggu, aku membaca baliho kecil yang tertempel pada booth, “Ketela”. Saat itu juga aku paham kalau itu bukan kentang tapi ketela. Satu jenis umbi – umbian dengan kentang tapi sedikit lebih keras. Sebelum digoreng ketela dipotong panjang – panjang seperti kentang goreng pada umumnya. Kemudian digoreng hingga ketela berwarna coklat keemasan lalu diangkat dan dimasukan ke dalam wadah berbentuk silinder. Penjual itu memasukan bubuk berwarna orange yang kupikir itu adalah bumbu barbeque.  Wadah ditutup lalu di kocok hingga semua bumbu tercampur merata. Setelah itu, ketela di masukan ke dalam kantung kecil yang cukup untuk se-porsi camilan.

 “Ini De’, makasih.” Ucap si penjual seraya memberikan se kantung kecil ketela rasa barbeque itu.

Noval membayarnya dengan uang pas.

“Nih,” Kata Noval sambil memberikan ketela itu padaku.

“Ah, gak usah . . .” Tolakku halus lalu tertawa kecil dan kembali ke halte.

Aku bukan orang yang mudah menerima barang begitu saja dari orang lain. Orang tuaku selalu mengajarkan, jika menginginkan sesuatu, harus berusaha untuk mendapatkannya sendiri. Makanya, ketika banyak orang ingin berbagi denganku, aku akan menolaknya karena merasa bukan hakku.

Tapi, kali ini aku merasa bersalah. Dia sebenarnya pasti memang membelikannya untukku, tapi rasa maluku begitu besar hingga aku menolaknya. Bahkan tanpa melihat wajahnya.

Aku takut melihatnya lagi sejak yang pertama tadi itu menggangguku.

Caranya memandang seperti monster ! Kalau mengingat yang barusan itu bulu kudukku merinding kembali.

”Kak, beneran gak mau ? enak’loh !” Noval sekali lagi menawarkan ketela itu padaku.

Panggilannya terhadapku membuatku menoleh secara gamblang dan menatap matanya lagi. Aku langsung memalingkan wajah sambil tersenyum dan menggelengkan kepala.

”Hiss, sekarang pasti dia mengira aku sombong !” Batinku merasa bersalah.

”Ayo Dek, naik angkot ?!” Tanpa sadar di depanku sudah ada satu angkot dan masih kosong.

”Ayo Kak !” Ajak Franky.

Akhirnya kami bertiga masuk ke dalam angkot.

Ternyata untuk berangkat dan pulang sekolah berbeda jalur jika menggunakan angkot. Ketika berangkat, aku harus siap di pagi hari sekitar jam 6, tidak seperti biasanya jam setengah 7 karena diantar oleh Om Unung. Kemudian menaiki angkot 2 kali hingga sampai di depan sekolah. Berbeda saat pulang, aku harus berjalan dulu hingga ke depan halte dan cukup sekali menaiki angkot hingga sampai depan komplek.

Angkot di Manado sering disebut ”Mikro”, berbeda dengan di Jayapura yang tetap dengan sebutan ”Angkot”. Kalau di Jayapura sama dengan Jakarta, untuk menurunkan penumpang, penumpangnya sendiri bisa mengatakan ”Kiri !” atau ”Depan ya !” atau sekedar mengetuk koin di kaca. Di Manado biasanya mengatakan ”Muka !” atau bisa juga mengetuk koin di kaca.

Itulah yang kudengar dari Noval dan beberapa orang yang turun sebelum kami.

Susunan tempat duduknya juga berbeda. Di Jayapura sama dengan Jakarta, dudukannya menyamping dari arah mobil, sehingga bagian tengah dibiarkan kosong untuk jalan orang yang ingin naik dan turun. Sedangkan di Manado susunanya seperti mobil travel. Di depan dua kursi; lalu bagian kedua juga dua gabungan kursi; di tengah dua kursi yang terpisah agar orang bisa melangkah ke belakang; dan terakhir tiga gabungan kursi.

Lamanya perjalanan sekitar setengah jam. Manado bukan daerah yang macet, tidak jauh berbeda dengan Jayapura. Sekitar jam 8 malam saja, daerah perumahan sudah jarang dilewati kendaraan umum. Di kota masih ramai sih, tapi hanya sampai mall tutup sekitar jam 10 malam dan setelah itu, jalan menjadi sepi.

***

”Jawaban nomor 3 berapa ?”

”Jawaban nomor 3 . . . panjang, baca aja deh sendiri !” Tia memberikan buku tugasnya padaku.

Segera kusalin secepat mungkin agar bisa selesai. Sebanyak 50 soal dan tinggal 10 soal lagi. Harus selesai dalam 15 menit lagi, sesuai dengan jam istirahat sekarang.

”Tumben gak ngerjain PR !” Celetuk Rachel sinis.

“Kan udah ku bilang, aku lupa bawa . . . ” Jawabku lirih.

”Kenapa gak minta dibawakan aja dari rumah ?” Tanya Ria sekaligus memberikan ide.

”Sudah, tapi aku telpon gak diangkat, sms juga belum dibalas.” Jawab kusingkat dan terus fokus mengerjakan tugas.

Tanganku mulai terasa pegal karena semua soal yang kukerjakan adalah essay.

”Cepat nah, tinggal 5 menit lagi !” Kata Lisa membuatku semakin panas.

”Sini aku yang ngerjain sisanya !” Lia mengambil bolpen dan buku yang sudah sedikit keringatan karena menerima cakaran tulisanku.

Aku menghela nafas sepanjang – panjangnya lalu merenggangkan kepala dan badanku.

”Eh, sudah ya, mau masuk kelas dulu nih !” Pamit Icha.

”Oke – oke, nanti pulang sama – sama ya !” Ajak Tia seraya melambaikan tangannya.

Diikuti olehku juga, melambaikan tangan lalu tersenyum.

Icha keluar kelas diikuti oleh Ria dan Yola. Mereka bertiga, dari kelas yang berbeda. Ria dan Yola dari kelas yang sama di kelas 2 reguler 2 dan Icha kelas unggulan.

Ting tung ting tung !!

”Lia, sudah ?” Tanyaku mulai cemas karena bel masuk sudah berbunyi.

”Tinggal 2 nomor nih, santai !” Lia menghibur dirinya dan diriku.

Rachel tertawa kecil, ”Ayo, ayo . . . lomba siapa yang duluan, Pak Gery datang atau PR-nya yang selesai ?” Godanya sambil menepuk tangan halus.

Keode’.” Umpat Lia tersenyum sinis.

Keode =  Sial.

Aku beberapa kali menghembuskan nafas. Tidak terasa sesak, tapi jantung yang berdebar – debar takut kalau Pak Gery tiba di depan pintu kelas.

Bisa – bisanya aku lupa membawa PR yang telah kukerjakan selama dua hari dan harus kuselesaikan lagi dalam 30 menit di waktu istriahat ! masalah tidak terletak pada PR nya tapi guru fisika yang super duper killer ini !

Pak Gery, ia guru paruh baya yang selalu membawa penggaris besi dan kepalanya yang seperti lampu neon. Kenapa lampu neon ? karena kepalanya botak. Tidak seluruhnya botak, hanya bagian depan hingga tengah saja. Tapi, botaknya itu sangat mengkilap ! semua murid yang berpapasan dengannya akan terkena cahaya yang menyilaukan dari kepala beliau.

Beliau sangat tegas dan menyeramkan ! dia akan selalu mengajar lalu menyisakan kami soal – soal di setengah jam terakhir. Bukan untuk dikerjakan di buku, tapi memanggil nama kami secara acak dan mengerjakan di papan. Tidak bisa mengerjakan atau salah, maka telapak tangan kami akan dipukul sebanyak satu kali. Memang tidak sakit, tapi itu cukup memalukan ! 

”Put -Triii, Putriii ! ada yang nyari nih !”

Aku menoleh lalu menghampiri temen cowok sekelas yang memanggilku ke depan pintu kelas.

Leon dan Bee, mereka berdua adalah dua cowok yang selalu berdiri seperti pengawal yang menjaga pintu kelas. Tapi, bukan sebagai pengawal melainkan memalak adik kelas yang lewat. Oh, ada bagusnya, mereka tidak mau bergabung dengan Regina Cs, padahal mereka cukup garang dan nakal.

”Siapa ?” Tanyaku.

”Tuh anak akselerasi diluar !”

Aku secepatnya keluar mendengar kata ”anak akselerasi”. Noval. Dia bersama kedua temannya, Patrik dan Franky. Benar mereka anak akselerasi. Terlihat dari lambang yang tertulis di sebelah kiri lengan bajunya. Begitu juga denganku yang tertulis reguler.

”Kenapa ?” Tanyaku semangat.

”Ini kak, Bukunya jatuh pas kak Putri keluar dari mobil.” Noval memberikan buku itu padaku, ”Mungkin penting kak.” Lanjutnya.

”Ah, iya terima kasih !” Ucapku sambil mengangguk – ngangguk memandangnya bahagia namun ku usahakan tidak mencolok.

”Oke kak, aku balik dulu !” Pamit mereka lalu meninggalkanku.

Aku tersenyum – senyum lalu menatap bukuku yang ketinggalan itu.

Tunggu ! mataku membola lalu segera masuk ke dalam kelas. Aku menghampiri Lia yang sedang mengerjakan tugasku ditemani oleh Rachel dan Tia.

”Kenapa Put ?” Tanya Rachel melihatku yang buru – buru masuk ke dalam kelas.

Aku mengangkat buku yang diberikan Noval, ”Tugasnya ada di dalam sini, hehehe . . .”

”Putri !!” Lenguh mereka bertiga.

Lia melemaskan tangannya lalu melepas bolpen dan akhirnya menghela nafas panjang, ”Oke, mau balik dulu ke tempat dudukku.” Pamit Lia berdiri lalu kembali ke bangkunya.

”Oke, makasih ya . . . Hehehe.” Ucapku sambil meringis.

”Siapa yang nganter ?”

Aku kembali duduk di bangkuku kemudian menoleh pada Rachel, ”Noval !” Jawabku semangat.

”Hmm ~ ternyata . . .”

”Cinta pertamaaa . . .” Celetuk Tia memanyukan bibirnya.

”Aku gak bilang itu cinta pertama, kan masih kelas dua SMP !” Timpalku gak setuju.

Benar, mereka sekarang adalah tempat curhat baruku. Aku menyatakan pada mereka tentang pikiranku soal Noval.

”Nih, ya . . . sejak lahir kita semua sudah punya rasa cinta dan sayang. Pertama ke Ibu kita kemudian Bapak lalu saudara, selanjutnya cinta pertama, karena orang yang kamu anggap penting bertambah sejak ada dia !” Jelas Rachel berteori.

”Duh, ribet ! Aku-”

”Oke, anak – anak buka buku PR kalian kita bahas satu – satu. Absen pertama berurutan mengerjakan di papan !” Pak Gery masuk kelas langsung memberikan perintah pada semua murid dalam kelas.

Aku langsung menutup mulutku rapat – rapat dan  membuka buku tugasku untuk mencari nomor yang akan kukerjakan sesuai urutan absen.

Rachel dan Tia masih bercerita sambil berbisik. Masih membahas tentang teori Rachel. Aku hanya menyimak sambil berpikir kembali soal yang kukerjakan sudah benar atau belum, sebelum akan ku tulis di papan.

Belum melanjutkan kalimatku, berpikir bahwa suka pada Noval itu hal yang mustahil. Tentu saja, aku mengikuti Bapak merantau dari Jakarta lalu ke Jayapura dan sekarang di Manado. Tempat para bidadari dan bidadara dunia berkeliaran, lalu aku memilih seorang Noval ?!

Ihh, akan ku pikirkan berkali – kali atau sebaiknya segera melupakan tentang orang itu !

***

”Kok makin turun sih ?!”

Aku hanya duduk diam menundukkan kepala.

”Duh, gimana nih Pak ? bisa gawat kalau semester nanti gak naik kelas.” Ibunda meminta saran Bapak setelah melihat hasil mid semesterku yang anjlok.

”Nanti kamu belajar ke Noval saja, Bapak yang bilang ke orang tuanya.”

Aku mendongak melihat Bapak, ”Nggak mau !” Bentakku menolak.

”Loh kenapa gak mau ?”

”Aku kan kelas dua, dia masih kelas satu ! gak mau’lah diajarin sama anak kelas satu !” Aku beralasan, tapi itu memang benar.

Maluku mau taruh dimana kalau sampai di gurui sama Noval ?

”Kamu itu nilainya anjlok, masih juga sombong ! jangan meremehkan Noval ! Sudah, pokoknya gitu saja !” Bapak langsung masuk ke dalam kamar meninggalkan aku dan Ibunda di ruang tamu.

”Ini demi kebaikanmu.” Ibunda menyentuh pundakku menyemangati lalu mengekor pada Bapak.

Nilai ujian tengah semester ini memang benar – benar anjlok. Biasanya aku selalu mendapat nilai ”aman” dan gak pernah mengalami remedial walaupun jatuhnya mendapat rangking sekitar 15 – 20. Namun, sekarang aku harus mengikuti remedial sebanyak 7 mata pelajaran dari 10 ! Aku hanya lulus pelajaran bahasa Indonesia, agama dan bahasa asing Jepang.

Parah banget yah !

Tapi, aku harus gimana ? kenapa Bapak bisa terpikir untuk menjadikan Noval sebagai guru dirumah ?

***

Malam-pun tiba, aku berdiri di samping meja belajar memandangi kertas hasil ujian yang mengecewakan. Mengela nafas sekesal mungkin, lalu melempar kertas itu ke meja belajar. Ku rebahkan tubuhku ke tempat tidur yang empuk lalu memejamkan mataku sejenak. Beban berat sedikit menghilang dari pundakku, tidur dan melepaskan semuanya ke ranjang yang empuk ini.

”Iya, masuk . . . Putrinya ada di dalam kamar, sebentar ya.”

Sayup – sayup aku mendengar suara Ibundaku.

Sontak aku bangun dan menopang tubuhku dengan kedua tangan.

”Aduh ! jangan bilang itu Noval ?” Batinku cemas.

Kubuka pintu dan keluar perlahan.

”Nah, itu Putri !” Sahut Ibunda setelah melihatku keluar dari kamar, ”Eh, sekalian ambil buku pelajaranmu gih !” Perintah Ibunda.

Aku masuk kembali, menutup pintu kamar lalu bersandar di belakangnya. Aku takut, melihat Noval yang menatapku. Saat mata kami bertemu, sungguh, aku hanya bisa termenung dan tidak menolak apa yang Ibunda katakan. Jantungku berdebar dengan keras sampai terasa sesak.

Tok tok tok !

Nafasku berhenti.

”Putri, Ibunda masuk dulu nak !”

Aku langsung membukakan pintu. Ibunda segera masuk lalu duduk di tempat tidurku.

”Kenapa sayang lama banget, kasian Noval udah nunggu di ruang tamu.” Tegur Ibundaku gak enak sama Noval.

”Belajarnya gak bisa besok aja, Bun ? malam ini ’kan malam minggu Bun . . . mungkin aja Noval mau jalan – jalan.” Aku mencoba menolak untuk belajar malam ini.

”Tadi Bunda udah nanya dan dia jawab gak apa – apa,” Kata Bunda menyampaikan apa yang dikatakan Noval, ”Cepat gih, siapin apa yang mau dipelajari !”

Aku hanya mengangguk pasrah.

Aku mengambil beberapa buku, matematika, biologi dan bahasa Jepang. Tidak lupa buku tulis yang baru, khusus untuk belajar. Sebelum aku keluar kamar, aku memeriksa baju yang kukenakan,

Astaga ! aku baru saja sadar, rambutku sedang digulung baik bagian belakang dan poninya ! bahkan aku mengenakan kaos dan celana besar untuk tidur !

Aku menghembuskan nafas untuk kesekian kalinya. Rambut yang tergulung, kulepas, disisir rapih, kemudian mengucirnya. Bagian poni tetap ku biarkan tergulung agar tidak menganggu saat menulis nanti. Baju yang ku kenakan tidak ku ganti karena Noval sudah melihatnya ! jadi, biarlah menjadi aku apa adanya saja.

”Sudah ? cepat gih, baru jam setengah tujuh kok.” Perintah Ibunda lagi mempercepat gerakanku.

Melangkah keluar dari kamar, meninggalkan Ibunda yang dari tadi melihatku. Noval sedang serius dengan buku pelajarannya sendiri. Matematika kelas dua semester satu, sedang dibacanya.

”Hai, maaf lama.” Sapaku se-normal mungkin.

”Gak apa – apa kak.” Timpalnya lalu tersenyum.

Aku membalas senyumnya.

”Kita duduknya di lantai aja gimana ? soalnya mejanya lebih rendah dari sofa.”

”Oh iya kak, aku juga ngerasa begitu tadi.” Katanya setuju dengan ajakanku.

Kami berdua akhirnya belajar lesehan beralasankan karpet. Saling berhadapan dipisahkan oleh meja yang cukup untuk kami belajar.

Aku duduk senyaman mungkin dan meletakkan seluruh bukuku di meja.

”Kak mau belajar apa ?” Tanya Noval seraya menutup buku pelajaran yang dibacanya.

”Mm, gimana kalau bahas jepang ? aku suka pelajaran itu.” Jawabku langsung berharap malam ini bisa belajar yang enak – enak saja.

”Tapi, bukannya kak Putri udah lulus mid semester bahasa jepang ? terus, aku mengambil bahasa asing jerman kak, bukan bahasa jepang.” Jelas Noval mengaitkan dengan nilai ujianku.

Mendengarnya, aku paham pasti Ibunda atau Bapak telah menunjukkan hasilku pada Noval.

Ahh ! Aku malu sekali . . .

Kuingat kembali nilaiku yang anjlok. Matematika mendapat 40, Fisika = 50, Biologi untuk pertama kalinya mendapat 55 dan yang lainnya masih lebih anjlok lagi.

”Oh gitu . . .” Gumamku meringis kecil.

”Makanya kak, sekarang aku pikir kita belajar matematika saja dulu . . .” Kata Noval.

”Aa, oke, kita belajar dari mana ?” Aku memindahkan buku bahasa jepang lalu menjadikan matematika paling atas diantara buku lainnya.

”Karna Kak Putri udah masuk semester dua, aku coba lihat pelajarannya lebih dulu, ya . . .”

Aku mengangguk lalu menyerahkan modul matematika milikku.

Dia mulai membaca, dari daftar isi lalu masuk ke bab 1.

Menunggunya selesai membaca, aku memandanginya dengan baik. Kalau diperhatikan, dia memiliki bulu mata yang lentik dan tebal di bagian bawah matanya. Selain itu, matanya sedikit masuk. Mungkin karena itu Noval memiliki pandangan yang tajam meskipun sebenarnya dia hanya sekedar melihat.

Cukup lama aku menatapnya yang serius membaca. Caranya diam saja, dia seperti memiliki aura. Bukan, bukan aura.

Apa benar aku suka sama orang ini ?

”Oke kak.”

Aku langsung mengalihkan pandangan anehku menjadi normal, ”Iya gimana ?”

”Kita belajar di bab satu dulu, coba kita sama – sama ngerjain soal yang ini ? habis itu kita cocokkan.” Jelasnya sambil memperlihatkan soal di buku itu.

”Aa, oke.” Aku menyetujuinya.

Sebisa mungkin aku harus paham dengan soal di bab satu ini karena sebelumnya pernah ku pelajari.

Tidak lama, Noval meletakkan bolpennya.

Lantas, aku harus berpikir lebih cepat. Selang dua menit setelah Noval, aku meletakkan bolpenku.

”Sudah kak ?” Tanya Noval.

”Iya.”

”Ayo kita periksa kak !” Ajaknya, ”Kak Putri jawabannya berapa ?”

”Hm, minus 3.” Jawabku melihat hasil yang ku hitung.

”Kok beda ya ? aku minus satu.” Noval memiringkan kepalanya bingung.

Ah  . . . lucunya, dia terlihat seperti kucing, sedang bingung dengan sesuatu yang ada didepannya.

Tidak, tidak ! aku harus membuyarkan pikiran kotor ini !

”Kak coba aku lihat.” Pinta Noval.

Aku menyodorkan buku tulisku. Dia melihatnya dengan seksama.

”Hmm . . . Kak, caranya bukan kayak gitu.”

”Eh, salah ?” Tanyaku mulai malu.

”Iya, kayak gini kak . . .” Noval mulai menerangkan padaku cara dari soal yang telah kukerjakan.

Beberapa soal dibahas dan dari semuanya aku salah. Cara dan jawabannya salah ! hingga jam dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam. Sudah waktunya mengakhiri posisi tegang ini !

”Noval, besok lagi gimana ? sekarang sudah jam 9, hehehe . . .” Saranku sambil melirik ke arah jam dinding.

Sekalian ingin segera menyudahi duduk dikarpet yang sudah panas karena otakku bekerja keras malam ini.

”Iya ya kak, besok pagi bisa dilanjutkan lagi kok, kak ! kalo kak mau . . .” Noval menawarkan suatu hal yang tidak ku sukai untuk di lakukan hari minggu besok.

”Besok, bukankah hari keluarga ? harusnya kita istirahat, hehehe . . .” Kataku menolak secara halus.

”Oke kalo gitu Kak. Eh, tunggu bentar, ini aku lingkari yang penting ya kak. Bisa buat memudahkan kak Putri ngerjainnya.” Noval melingkari beberapa cara dan poin penting pada buku pelajaranku.

”Oke, makasih.” Jawabku singkat.

Noval mengangguk lalu tersenyum.

Dia merapihkan buku dan alat tulis miliknya lalu menoleh ke arahku, ”Iya kak, pulang dulu . . .” Katanya segera berlalu.

Noval pulang.

Mengatup bibirku sekuat yang aku bisa, lantas aku masuk kamar tanpa membawa buku pelajaran yang berserakan di meja. Aku menutup pintu kamar secepatnya lalu melompat ke tempat tidur.

”Bodoooh bangeeeeeeetttt !!!” Teriak aku sambil membenamkan wajahku ke bantal.

Aku merasa sangat bodoh dan malu !

Wajahku terasa panas. Tubuhku gemetaran setelah menahan malu saat bersama dengan Noval. Aku sang gadis yang lebih tua dan berada di kelas yang lebih tinggi dari Noval, bisa salah dalam menjawab soal matematika yang sudah pernah terlewati dan kupelajari. Semua itu sangat memalukan. Bahkan ketika dia mengajariku caranya dengan benar.

Entah kenapa aku merasa malu dengan orang seperti dia. Sebagai tetangga, seharusnya aku bisa mengutarakan gimana aku yang sebenarnya, pada keadaanku yang bodoh ini. Itu lebih bermanfaat ketimbang dipermalukan di sekolah oleh sekelompok orang – orang aneh !

Gimana . . . kalau sampai aku sekelas dengan dia ?

Ahh ! gak bisa dibayangkan, mungkin aku akan jadi patung selamanya di kelas !

Segera mengangkat diriku dari tempat tidur lalu bercermin pada kaca yang tertempel di lemari. Aku mengingat kembali, senyumnya saat senang ketika aku bisa mengerjakan soal yang diajukannya dengan benar. Ketika dia menawariku untuk bertemu lagi esok hari dan tertawa disaat aku sedikit melucu suatu hal yang garing.

Eh . . .

Sekarang, aku melihat diriku tersenyum di cermin !!

Aku sadar dari lamunanku dan sekarang aku sedang tersenyum !?

Sinting !

Ya ampun !! Aaah, sepertinya aku benar – benar suka dengan Noval !

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
you're my special moments
2395      949     5     
Romance
sebenarnya untuk apa aku bertahan? hal yang aku sukai sudah tidak bisa aku lakukan lagi. semuanya sudah menghilang secara perlahan. jadi, untuk apa aku bertahan? -Meriana Lauw- tidak bisakah aku menjadi alasanmu bertahan? aku bukan mereka yang pergi meninggalkanmu. jadi bertahanlah, aku mohon, -Rheiga Arsenio-
That Devil, I Love
3105      1294     0     
Romance
Tidak ada yang lebih menyakitkan bagi Airin daripada dibenci oleh seseorang yang sangat dicintainya. Sembilan tahun lebih ia memendam rasa cinta, namun hanya dibalas dengan hinaan setiap harinya. Airin lelah, ia ingin melupakan cinta masalalunya. Seseorang yang tak disangka kemudian hadir dan menawarkan diri untuk membantu Airin melupakan cinta masa lalunya. Lalu apa yang akan dilakukan Airin ? B...
Di Semesta yang Lain, Aku mencintaimu
485      295     8     
Romance
Gaby Dunn menulis tulisan yang sangat indah, dia bilang: You just found me in the wrong universe, that’s all, this is, as they say, the darkest timeline. Dan itu yang kurasakan, kita hanya bertemu di semesta yang salah dari jutaan semesta yang ada.
Antara Depok dan Jatinangor
291      189     2     
Romance
"Kan waktu SMP aku pernah cerita kalau aku mau jadi PNS," katanya memulai. "Iya. Terus?" tanya Maria. Kevin menyodorkan iphone-nya ke arah Maria. "Nih baca," katanya. Kementrian Dalam Negeri Institut Pemerintahan Dalam Negeri Maria terperangah beberapa detik. Sejak kapan Kevin mendaftar ke IPDN? PrajaIPDN!Kevin Ă— MahasiswiUI!Maria
Rindu Yang Tak Berujung
504      349     7     
Short Story
Ketika rindu ini tak bisa dibendung lagi, aku hanya mampu memandang wajah teduh milikmu melalui selembar foto yang diabadikan sesaat sebelum engkau pergi. Selamanya, rindu ini hanya untukmu, Suamiku.
IMAGINATIVE GIRL
2318      1190     2     
Romance
Rose Sri Ningsih, perempuan keturunan Indonesia Jerman ini merupakan perempuan yang memiliki kebiasaan ber-imajinasi setiap saat. Ia selalu ber-imajinasi jika ia akan menikahi seorang pangeran tampan yang selalu ada di imajinasinya itu. Tapi apa mungkin ia akan menikah dengan pangeran imajinasinya itu? Atau dia akan menemukan pangeran di kehidupan nyatanya?
One Day.
499      326     1     
Short Story
It's all about One Day.
Me vs Idol
364      268     1     
Romance
Love Never Ends
10587      2088     20     
Romance
Lupakan dan lepaskan
Unexpected You
387      276     0     
Romance
Pindah ke Indonesia dari Korea, Abimanyu hanya bertekad untuk belajar, tanpa memedulikan apapun. tapi kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang diinginkannya. kehidupan SMA terlalu membosankan jika hanya dihabiskan untuk belajar saja. sedangkan Renata, belajar rasanya hanya menjadi nomor dua setelah kegemarannya menulis. entah apa yang ia inginkan, menulis adalah pelariannya dari kondisi ke...