Loading...
Logo TinLit
Read Story - Catatan 19 September
MENU
About Us  

Sia-sia itu saat kita sudah menyuburkan harapan, memelihara cinta dan menjaga rasa namun si dia tetap pada porosnya sebagai orang yang hanya mau dicintai tanpa mencoba belajar untuk menghargai. 

 

***

 

Bel pulang sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu, aku dan Tata pun langsung keluar kelas setelah selesai mencatat ketertinggalan materi yang di sampaikan oleh Pak Gunawan.

 

Tadi, saat istirahat kedua dimulai aku dan Tata diminta oleh wali kelas untuk membantu dia menyalin nilai anak-anak kelas 11 ke dalam catatan permanen nya. Aku juga tidak terlalu paham dengan cara kerja Bu Helmia, yang banyak berperan membantu beliau adalah Tata karena dia lebih mengerti dibandingkan aku.

 

Saat di kantor tadi, Bu Helmia sempat menatapku dengan tatapan bertanya saat Tata sibuk dengan kegiatan membantu nya sementara aku sempat-sempatnya melamun. Separah ini pengaruh Gilang hingga membuatku tak dapat mengendalikan raut wajahku sendiri.

 

Setelah pembicaraan aku dan Gilang yang berlangsung secara singkat pagi tadi, aku tak lagi berani menyapanya. Kami sering sekali bertukar tatap tetapi tidak saling menyapa. Satu di antara kami selalu saja mengalihkan pandang saat merasa sudah bertatapan lama meski dengan jarak jauh.

 

Tentu saja aku yang selalu mengalihkan pandang ke arah lain, rasanya masih begitu sakit saat melihat kilat mata indah yang dimiliki Gilang tetapi aku tak bisa memiliki keindahan itu.

 

Hal yang paling menyakitkan bukanlah saat aku di tolak olehnya, tetapi saat kami saling bersitatap namun tidak bertegur sapa.

 

Mulai hari ini semua yang terukir selama ini seakan berubah dan berputar haluan, Lika dan Gilang bukanlah mereka yang dulu lagi setelah pengakuan mengejutkan dari ku. Tetapi sekarang mereka tepat dikatakan sebagai sepasang manusia yang berupaya saling menarik diri.

 

Aku menarik napas dalam saat Tata menarik tanganku pelan, tanpa tenaga tetapi cukup mengusik. Aku menoleh kepada Tata yang mengusap pelan bahuku. “Ayo, Li,” ajaknya.

 

Kami berjalan ke arah parkiran, Tata memisahkan diri untuk mengambil motornya yang terparkir di bagian parkir arah utara, sementara aku menuju lahan parkir yang lebih luas yang terletak di arah barat. Tak banyak lagi motor yang terlihat di parkiran ini, hanya ada beberapa saja. Di antaranya adalah motorku dan... motor besar berwarna putih.

 

“Bawa motor sendiri?” suara itu, aku menggeram menahan air mataku yang ingin sekali turun dari bendungan kelopak mata. Gilang berdiri tegap di samping motorku yang artinya sekarang aku dan dia saling berhadapan.

 

Aku tak menjawab Gilang, melainkan hanya mengalihkan pandang ke arah lain dan memakai helm ku lalu naik ke atas motor. “Duluan, Lang.” Setelah itu aku melajukan motorku keluar dari area parkir.

 

Untuk bagian ini, bukan Gilang yang menjauh. Tetapi aku yang membuat jarak, ini lebih baik daripada aku terus-terusan dekat dengan Gilang tetapi hati dia tidak menginginkan hubungan yang lebih dari pertemanan.

 

Aku begini bukan berarti aku tidak mau lagi berteman dengan Gilang seperti biasanya, tetapi ini adalah caraku untuk menata hati untuk yang terbaik setelah hal buruk terjadi.

 

***

 

Aku sampai ke rumah setelah 15 menit di perjalanan, pintu pagar tertutup tetapi tidak di gembok. Setelah memasukkan motorku ke garasi, aku langsung masuk ke dalam rumah dan duduk sebentar di ruang tengah bersama dengan Kak Rigel. Sepertinya dia baru saja pulang dari kampus.

 

Kok tumben? Ini kan masih pukul 3.

 

“Tumben pulang nya cepet, Kak,” kataku setelah duduk di sofa dan membuka dasiku.

 

Kak Rigel memindah channel televisi dan memakan kripik singkong di dalam toples. “Bolos,” jawabnya.

 

“Ish... gimana mau pinter kalo bolos terus,” celetukku.

 

Kekehan Kak Rigel terdengar di telingaku, aku tahu sekarang Kak Rigel sedang menatap ke arahku meski kepalaku menunduk untuk melepas sepatu dan kaos kaki. Merasa di perhatikan lebih lama, aku pun mengangkat kepala dan menoleh pada Kak Rigel.

 

“Kenapa mata?”

 

Refleks aku menutup mataku sendiri dengan tangan, aku lupa bahwa mataku sekarang terlihat bengkak karena menangis tadi. Dengan gerakan cepat aku bangkit dari sofa dan menenteng sepatuku lalu berlari naik ke lantai dua menuju kamarku, aku tak ingin Kak Rigel tahu dengan masalah ini.

 

Aku malu.

 

Aku mengganti pakaian sekolah dengan pakaian santai, setelah selesai membersihkan diri aku pun menatap pantulan wajahku di kaca cermin kamar mandi. Mataku tidak terlalu parah, tetapi cukup tak enak untuk dilihat.

 

Menghela napas berat, aku lalu keluar dari kamar mandi. Tidak perlu aku berlarut-larut dengan kesedihan dan kesakitan yang ada, itu tak ada gunanya. Aku menangis maupun tidak keadaan akan tetap saja sama, tak ada yang berubah dan tak ada yang berkurang. Benar kata Tata, ini bukan salah Gilang tetapi salahku.

 

Aku menelan saliva saat melihat Kak Rigel duduk di tepi ranjang dengan satu kaki yang naik dan satu kaki di biarkan menjuntai. Pakaiannya pun sudah berganti dengan pakaian santai.

 

“Ka—Kakak ngapain di sini?” Aku melangkah pelan mendekat ke arahnya. Sementara Kak Rigel memperhatikan aku dengan mata yang tak berkedip sejak tadi.

 

“Udah mandi?” balasnya bertanya. Aku menggeleng, “Cuma ganti baju, capek.”

 

Kemudian hening, baik aku maupun Kak Rigel tak ada yang membuka suara. Yang terdengar hanya suara keran air yang aku nyalakan saat di kamar mandi tadi. Aku melirik Kak Rigel dengan ekor mata, dia sedang asik bermain game di ponselnya.


“Kakak ngapain ke sini? Kalo cuma mau main game di kamar Kakak juga bisa, gak perlu ngungsi,” kataku mulai kesal dengan Kak Rigel yang hanya fokus pada ponselnya. Dia menganggu.

 

“Mau cerita gak?”

 

Aku mengerutkan kening, “Hah?”

 

“Itu kenapa mata? Kok bengkak begitu?” Kak Rigel akhirnya bersuara dan menyimpan ponsel nya di atas nakas. Dia memutar duduknya menghadapku.

 

Aku menyibukkan diri dengan ponselku, aku malas menjawab pertanyaan Kak Rigel yang kepo ini. Hah! Siapa sih yang bisa menghadapi keras kepalanya Kakak ku yang satu ini? Aku saja tidak bisa, buktinya sekarang dia mengambil ponselku dan menyimpan ke nakas di mana ponselnya juga di simpan di sana.

 

“Ayo Li, cerita sama Kakak,” desaknya.

 

Aku mendengus kasar, “Ck! Iya iya,”

 

Aku menceritakan semuanya yang terjadi kepada Kak Rigel tanpa satu bagian pun yang aku lewatkan. Kak Rigel merubah posisinya menjadi berbaring, dia menepuk kasur di sebelahnya mengisyaratkan aku untuk ikut berbaring.

 

“Kamu ingat Kakak bilang apa waktu itu?”

 

Aku mengangguk, “Iya,”

 

Kak Rigel menghela napas kasar, “Kakak bilang begitu Li supaya kamu tahu bahwa gak semua cowok yang baik itu berarti suka,” kata Kak Rigel lembut. Aku diam mendengarkan.

 

“Tapi kayaknya kamu baru aja paham setelah Tata bilang hal yang sama dengan apa yang Kakak bilang ke kamu. Kakak kira waktu itu kamu udah paham, makanya Kakak gak membahas lebih lanjut lagi.”

 

“Maaf Kak,” ucapku lirih.

 

Tangan kiri Kak Rigel yang bebas mengusap kepalaku lembut, sementara tangan kanannya aku jadikan bantal untuk berbaring. “Kamu salah, tapi gak perlu minta maaf. Sadar dengan kesalahan kamu aja udah syukur, Li,” ucap Kak Rigel dengan sabar.

 

Mataku terasa panas, aku berbalik dan memeluk Kak Rigel. Menelusup kan kepalaku ke dada bidangnya dan menangis di sana, ini memang salah. Salah karena aku terlambat memahami ucapan Kak Rigel waktu itu.

 

“Aku tahu Kak. Tapi kenapa hanya aku yang terjebak dengan lingkaran setan ini sementara Gilang baik-baik aja? Bahkan dia masih bisa ngomong sama aku dengan raut santainya tanpa rasa bersalah sedikitpun karena udah nolak aku,” ujarku.

 

“Kan Kakak bilang bukan salah dia, tapi salah kamu. Kamu yang terlalu terbawa perasaan Li, kamu yang terlalu cepat dan gegabah dengan perasaan kamu, Lika. Kamu terlalu cepat sayang, dek.”

 

“Iya, Kak.”

 

“Sekarang udah sadar kan? Jadi mata bengkak gara-gara ini?”

 

Aku mengusap air mataku dan melepas pelukan ku dengan Kak Rigel kemudian mengangguk pelan atas pertanyaan Kak Rigel.

 

Kak Rigel bangkit dari tidurnya dengan gerakan cepat, dia tersenyum dan memainkan kedua alisnya turun naik. “Jalan-jalan yuk,”

 

Mataku berbinar senang dan aku mengangguk keras, kemudian Kak Rigel menepuk kepala ku pelan dan keluar dari kamarku. Dia menyuruh aku untuk bersiap-siap sementara dia juga bersiap dan mandi.

 

Setelah lima belas menit aku sudah selesai mandi, aku memakai kaos hitam bertulisan ‘Fuck me’ dan celana jeans berwarna senada. Aku memakai sepatu flat berwarna cream, rambut sepinggang ku aku kuncir kuda kemudian aku meraih jaket Hoodie yang tergantung pada paku dekat pintu kamar.

 

Setelah merasa siap dan puas dengan penampilanku, aku lalu keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang tengah. Di sana sudah ada Kak Rigel yang menungguku sambil memainkan ponselnya. Dia memakai kaos putih bertulisan ‘Playboy’ dan celana jeans biru langit di lengkapi dengan sepatu kets. Kulitnya yang memang putih begitu sempurna saat dia memakai jam tangan hitam yang aku tak tahu jenis dan apa merk nya karena aku terlalu butek dengan aksesoris laki-laki. Aku menatapnya kagum dengan penampilan casual Kak Rigel, terlihat santai namun menawan.

 

“Kakak bikin aku minder jalan berdua sama Kakak,” kataku mencebikkan bibir kesal. Ini tak adil, dia terlalu menawan sedangkan aku terlalu santai dengan penampilan seadanya.

 

Kak Rigel tertawa dan mengambil alih Hoodie milikku lalu meletakkan nya di sofa. “Gak usah pakai Hoodie, gitu aja udah bagus kok. Lagian gak panas juga,” kata Kak Rigel.

 

Aku mengangkat bahu pasrah, “Gak pede Kak,”

 

“Gara-gara penampilan Kakak ini?” Sebelah alisnya terangkat, “Santai aja kali, Li. Kayak sama siapa aja, kalo gak pede sama Kakak anggap aja gue pacar lo.”

 

“Ish...”

 

“Yuk, berangkat,”

 

Aku mengangguk, “Timezone ya.”

 

“Kayak anak-anak aja.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Cemplonkisya

    @penakertas_ paham kok wehehe

    Comment on chapter Prolog
  • yourex

    @Lightcemplon
    Sulit dimengerti prolog nya ????

    Comment on chapter Prolog
  • Cemplonkisya

    awal yang dalem:(

    Comment on chapter Prolog
  • Alfreed98

    Wow

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Selepas patah
207      169     1     
True Story
Tentang Gya si gadis introver yang dunianya tiba-tiba berubah menjadi seperti warna pelangi saat sosok cowok tiba-tiba mejadi lebih perhatian padanya. Cowok itu adalah teman sebangkunya yang selalu tidur pada jam pelajaran berlangsung. "Ketika orang lain menggapmu tidak mampu tetapi, kamu harus tetap yakin bahwa dirimu mampu. Jika tidak apa bedanya kamu dengan orang-orang yang mengatakan kamu...
Republik Kerusuhan
2469      1409     0     
Romance
Putih abu-abu kini menjadi masa yang tidak terlupakan. Masa yang mengenalkan pada cinta dan persahabatan. Hati masih terombang-ambing kadang menjadi sesuatu yang mengecewakan, menyedihkan, kesenangan dan rasanya nano-nano. Meski pada akhirnya menjadi dewasa pada suatu masa dan membuat paham atas segala sesuatu. Serunya masa, mimpi yang setinggi angkasa, pertengkaran, di sini pula akan ada pemaham...
Once Upon A Time: Peach
1139      665     0     
Romance
Deskripsi tidak memiliki hubungan apapun dengan isi cerita. Bila penasaran langsung saja cek ke bagian abstraksi dan prologue... :)) ------------ Seorang pembaca sedang berjalan di sepanjang trotoar yang dipenuhi dengan banyak toko buku di samping kanannya yang memasang cerita-cerita mereka di rak depan dengan rapi. Seorang pembaca itu tertarik untuk memasuki sebuah toko buku yang menarik p...
Persinggahan Hati
2095      845     1     
Romance
Pesan dibalik artikel Azkia, membuatnya bertanya - tanya. Pasalnya, pesan tersebut dibuat oleh pelaku yang telah merusak mading sekolahnya, sekaligus orang yang akan mengkhitbahnya kelak setelah ia lulus sekolah. Siapakah orang tersebut ? Dan mengakhiri CInta Diamnya pada Rifqi ?
Mamihlapinatapai
6312      1730     6     
Romance
Aku sudah pernah patah karna tulus mencintai, aku pernah hancur karna jujur tentang perasaanku sendiri. Jadi kali ini biarkan lah aku tetap memendam perasaan ini, walaupun ku tahu nantinya aku akan tersakiti, tapi setidaknya aku merasakan setitik kebahagian bersama mu walau hanya menjabat sebagai 'teman'.
ADITYA DAN RA
19124      3189     4     
Fan Fiction
jika semua orang dapat hidup setara, mungkin dinamika yang mengatasnamakan perselisihan tidak akan mungkin pernah terjadi. Dira, Adit, Marvin, Dita Mulailah lihat sahabatmu. Apakah kalian sama? Apakah tingkat kecerdasan kalian sama? Apakah dunia kalian sama? Apakah kebutuhan kalian sama? Apakah waktu lenggang kalian sama? Atau krisis ekonomi kalian sama? Tentu tidak...
DEVANO
721      442     1     
Romance
Deva tidak pernah menyangka jika pertemuannya dengan Mega bisa begitu berpengaruh untuk hidupnya. Dan untuk pertama kalinya setelah hari itu, Dio-mantan sahabatnya, ikut campur dalam urusannya. Padahal, biasanya cowok itu akan bersikap masa bodo. Tidak peduli pada semua yang Deva lakukan. Ternyata, pertemuan itu bukan hanya milik Deva. Tapi juga Dio di hari yang sama. Bedanya Deva lebih berun...
Anderpati Tresna
2664      1041     3     
Fantasy
Aku dan kamu apakah benar sudah ditakdirkan sedari dulu?
Melting Point
5850      1275     3     
Romance
Archer Aldebaran, contoh pacar ideal di sekolahnya walaupun sebenarnya Archer tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan siapapun. Sikapnya yang ramah membuat hampir seluruh siswi di sekolahnya pernah disapa atau mendapat godaan iseng Archer. Sementara Melody Queenie yang baru memasuki jenjang pendidikan SMA termasuk sebagian kecil yang tidak suka dengan Archer. Hal itu disebabkan oleh hal ...
Si Mungil I Love You
626      379     2     
Humor
Decha gadis mungil yang terlahir sebagai anak tunggal. Ia selalu bermain dengan kakak beradik, tetangganya-Kak Chaka dan Choki-yang memiliki dua perbedaan, pertama, usia Kak Chaka terpaut tujuh tahun dengan Decha, sementara Choki sebayanya; kedua, dari cara memperlakukan Decha, Kak Chaka sangat baik, sementara Choki, entah kenapa lelaki itu selalu menyebalkan. "Impianku sangat sederhana, ...