Loading...
Logo TinLit
Read Story - Catatan 19 September
MENU
About Us  

Pada dasarnya, yang jahat bukan dia. Tetapi perasaanmulah yang lancang mengambil alih yang tak seharusnya. Menganggap seolah dia memiliki perasaan dan tujuan yang sama. Padahal, dia hanya menjadikanmu jalan untuk mencapai tujuannya. Bukan alasan atas usahanya.

 

***

 

Aku menautkan alis bingung saat motor Kak Rigel berhenti pada sebuah taman yang indah dan luas. Banyak sekali anak-anak dan remaja-remaja yang berkunjung di taman ini, arena bermain untuk anak-anak kecil juga tersedia. Di tengah-tengah taman ada air mancur yang indah dan di sisi Utara taman terdapat danau yang airnya hijau. Indah. Jika biasanya air pada danau berwarna biru atau keruh, danau di taman ini berbeda.

 

Aku duduk pada kursi panjang yang terdapat di bawah pohon beringin yang berdiri kokoh dan daunnya sangat lebat, sore begini banyak sekali anak-anak maupun orang dewasa atau remaja-remaja yang sedang kasmaran berjalan-jalan di taman ini. Aku duduk dengan posisi yang menyandar pada sandaran kursi dan kaki yang disilangkan, sementara tanganku aku silangkan di depan dada agar lebih enak. Pandanganku terarah pada sisi kiri tak jauh dari tempatku duduk, Kak Rigel berjalan ke arahku dengan membawa dua corong es krim.

 

“Woahhh...” seruku girang saat Kak Rigel memberikan salah satu dari dua es krim di tangannya. 

 

“Lama kan gak Kakak traktir es krim? Sekarang makan gih, corong nya sekalian.” Kak Rigel berucap sambil duduk di sampingku.

 

Aku mulai menjilat es krim yang meleleh, segar. Sore-sore begini emang paling enak makan es krim sambil nongkrong di taman kayak gini. Kak Rigel memang peka sekali jadi Kakak. Es krim milikku ini hanya bertoping seres, aku memang tidak terlalu suka dengan makanan atau minuman yang manis. Bahkan untuk memakan es krim pun aku masih suka milih-milih.

 

Aku menjilat ujung jariku untuk membersihkan sisa-sisa es krim yang lengket, Kak Rigel yang paham pun memberiku tisu yang dia beli sekalian dengan es krim.

 

Thanks,

 

Dia hanya mengangguk, Kak Rigel mencari tong sampah dan membuang corong es krim yang sudah hampir saja hancur. “Loh kok dibuang Kak?” tanyaku heran.

 

Dia mengedikkan bahu, “Gak suka aja,” jawabnya.

 

Aku mengangguk, kemudian aku dan Kak Rigel berjalan mengelilingi taman. Dia merangkul bahuku dan aku menyilangkan tangan memeluk pinggangnya. Aku tersenyum dan mendongak menatap Kak Rigel, “Tahu gak Kak, kita ini kayak orang pacaran tahu,” kataku.

 

Kak Rigel tertawa keras, dia mencubit hidung mancungku. “Kan di rumah tadi gue bilang begitu sama lo, anggap aja gue pacar,”

 

Aku tertawa, “Aneh gak sih Kak kalo kita pacaran?”

 

“Ya anehlah! Mana mungkin kita pacaran orang satu rahim ini, nafsu aja enggak gue mah kalo sama lo,” jawab Kak Rigel menyebalkan. Aku mencubit pinggangnya membuat dia megaduh kesakitan.

 

“Rasain!”

 

“Galak sih lo, gimana mau dapet pacar kalo kayak gini. Cantik enggak galak iya.” Kak Rigel mengerling jahil.

 

“Bacot lo itu ya, Gel!”

 

“Hah?! Apa tadi?” respons Kak Rigel kaget, dia melepas rangkulan nya. “‘Bacot lo itu ya Gel’?”

 

Kak Rigel menggeleng tak percaya, “Sumpah ini dunia terbalik namanya.”

 

Aku mengangkat sebelah alisku, “Katanya anggap aja Kak Rigel itu pacar kalo mau. Gimana sih masa udah lupa,” ucapku cuek lalu berjalan mendahuluinya.

 

“Hah?” Kak Rigel terkekeh meski terdengar samar di telingaku karena jarak yang agak jauh. “Haha iya iya. Gue ngerti sekarang,”

 

Kini langkahku dan Kak Rigel sudah sama meski tak ada lagi kontak fisik satu sama lain. Kami tetap melangkah pasti berkeliling taman sampai akhirnya Kak Rigel menarik tanganku membawaku ke arah penjual gulali.

 

“Mau gulali?” tanyanya. Aku meringis sembari menggeleng kuat, “Gak suka...,” rengekku.

 

Kak Rigel menahan senyumnya seraya mengacak rambutku gemas, dia memesan satu buah gulali dan membayarnya. Kemudian aku dan Kak Rigel berjalan menjauh.

 

“Ih! Kak, gue kan bilang gak suka. Kok tetep aja beli sih?!” rutukku kesal karena tahu Kak Rigel pasti tidak akan memakan gulali yang dia beli dan ujung-ujungnya gulali itu akan berkahir di buang nanti.

 

“Gak enak sama penjualnya. Udah di samperin dan nanya harga, masa gak jadi beli? Pehape banget itu namanya,” ujar Kak Rigel. Aku mengangguk paham, Kak Rigel memang begitu, suka berlebihan dan paling gak enakan sama orang. Beruntung lah nanti Kakak ipar ku yang mendapatkan hati Kak Rigel ini.

 

Kak Rigel menghampiri gadis kecil yang sedang menangis di tengah taman, aku mengikuti langkahnya dan ikut berjongkok di samping Kak Rigel yang menghadap gadis kecil yang cantik itu.

 

“Kenapa nangis?” tanya Kak Rigel lembut dan ramah.

 

Gadis kecil itu mengusap sisi matanya yang berair. “Mainan ku diambil sama mereka,” tunjuknya pada segerombolan anak laki-laki yang berada tak jauh dari kami.

 

Aku mengusap belakang kepala gadis kecil di hadapanku untuk menenangkan dia agar berhenti menangis. Mujarab, gadis yang aku tidak tahu namanya itu pun mulai tenang.

 

“Nama kamu siapa?” tanyaku.

 

“Keni,” jawabnya imut. Aku terkekeh dan mengacak rambutnya gemas. “Hai, Keni.”

 

Keni tersenyum. “Oh iya. Keni mau gulali gak?” tawar Kak Rigel.

 

Keni mengangguk semangat, “Mau!” serunya.

 

Kak Rigel mengangkat bungkus gulali nya ke udara, “Kakak punya gulali. Nih, buat Keni.” lalu memberikannya pada Keni.

 

“Makasih Kakak baik,” ucap anak itu imut.

 

Kak Rigel tersenyum sambil mengangguk lalu dia berdiri, menepuk dua kali kepala Keni. “Ya udah, kamu main lagi sana.”

 

Keni pun berlari menghampiri teman-temannya, dan aku tertawa terbahak setelah melihat begitu menggemaskan nya Keni dan lucunya Kak Rigel.

 

“Kenapa malah ketawa sih?” ketusnya.

 

“Ketawa aja gak boleh?”

 

“Haha apa yang enggak buat pacar,” suara Kak Rigel jenaka sambil meletakkan tangannya di atas kepalaku.

 

“Jadi masih nih Kak?” tanyaku mengenai ‘Kak Rigel pacarku’ itu.

 

“Iya,” jawabnya.

 

Aku mengulas senyum, aku dan Kak Rigel kembali berjalan beriringan sampai akhirnya aku berhenti pada satu tempat. Yaitu danau.

 

“Sini duduk, Gel,” ajakku padanya. Kak Rigel menurut dan duduk di sampingku. Rasanya aku kembali teringat lagi dengan Gilang, dengan penolakannya yang benar-benar nyata dan terasa amat menyakitkan seakan membuatku tak lagi bisa menatap setiap inci ukiran wajahnya. Karena setiap kali mataku dan retina nya bersitatap, Gilang selalu saja mengacaukan hatiku.

 

“Gue masih kecewa dengan Gilang, Gel. Jadi apa gunanya semua yang dia beri ke gue selama ini? Hanya perhatian semu dan harapan palsu?” Aku menoleh pada Kak Rigel yang sedang menatap lurus ke arah danau.

 

Ini memang terjadi secara tiba-tiba dan mendadak, tentang pengungkapan perasaanku kepada Gilang yang berlangsung begitu saja tanpa ancang-ancang. Karena keberanian ku yang aneh dan terlalu percaya diri ini, membuatku merasakan hal yang tidak pernah sedikitpun terpikirkan olehku sebelumnya.

 

Gilang terlalu hebat dan lihai membolak-balikan perasaanku. Dulu, sebelum bersama dengan Jerry saat kelas 9, aku sudah menyukai Gilang. Aku menyayanginya saat itu dan aku mengerti akan cinta pertama karena sosok Gilang dan dengan Gilang, aku paham bahwa; cinta pertama, patah hati pertama akan selalu punya posisi sendiri di hati dan sulit untuk di lupakan apalagi dihilangkan.

 

Gilang memang orang pertama yang membuat aku mengerti dengan perasaan cinta dan rasa ingin memiliki, dia orang pertama yang menciptakan debaran aneh di dalam dadaku setiap kali berada di dekatnya. Ini patah hati kedua ku karena Gilang, setelah yang pertama aku merasa patah untuk yang pertama kalinya saat ku tahu Gilang menyukai Retna setelah dia putus dari pacarnya, Sherly.

 

Aku menghela napas kasar, potongan memori tentang patah hati pertamaku dan kesekiannya membuat luka lama yang hampir saja sembuh menganga kembali. Mengingat kesan pertama ku dulu rasa nya seperti aku menaburkan garam pada luka yang tengah menganga lebar. Di usiaku yang saat ini 16 tahun, aku sudah merasakan sakit yang terbilang dalam dan hampir mencapai sempurna. Saat hatiku menjadikan Gilang sebagai cinta pertama, saat itu juga hatiku di patahkan dengan kenyataan bahwa Gilang tak pernah menyukaiku.

 

Lalu saat aku berupaya percaya dan menjaga hati untuk Jerry kekasih pertama ku setelah jatuh cinta dengan Gilang, aku di kecewakan. Aku ditinggalkan dengan luka baru yang menambah kesan kesakitan yang sempurna dengan luka ku yang sebelumnya. Aku ditinggalkan oleh Jerry bersama dengan sosok yang lebih jauh sempurna di matanya.

 

Ku pikir, semua akan berakhir setelah aku memasuki masa SMA. Ku pikir juga dengan dunia dan lingkungan sekolah baru aku bisa menemukan orang baru yang berbeda dengan orang pertama dan orang kedua dalam hidupku. Ku pikir juga, setelah dengan Jerry aku bisa bangkit lagi dengan rasa baru. Tetapi aku salah, Gilang datang lagi ke kehidupanku seolah memporak-porandakan semua nya dan meruntuhkan tembok kokoh yang hampir saja selesai ku bangun.

 

Gilang mengacaukan semuanya dengan kedatangannya yang menjelma sebagai pengukir pelangi setelah badai berlalu dengan angan yang semu.

 

Kadang, orang yang kita sayangi selalu saja membuat semua yang kita lalui bersamanya terasa begitu indah. Tetapi jangan lupakan, bahwa dengan orang yang kita sayangi juga kemungkinan rasa sakit yang menikam dan begitu besar akan menjumpai kita seiring rasa manis yang sesaat.

 

Gilang adalah kecapan rasa manis yang pertama, Jerry adalah rasa manis yang sesaat dan Gilang juga adalah rasa sakit yang menikam setelah janji semu yang tak nyata.

 

“Gue pikir, Jerry yang terakhir, Gel. Tapi nyatanya, yang terakhir sepertinya Gilang setelah apa yang dia beri ke gue,” kataku kemudian.

 

Kak Rigel melipat kakinya menjadi duduk bersila, jari-jarinya bertautan. Dia menghela napas, “Berhenti menyalahkan si pemberi rasa sakit, tapi sadarilah bahwa terlalu perasa justru membuat lo semakin cepat bertemu dengan yang namanya kecewa.”

 

Aku mengerjap bingung menatap ke samping, “Jadi ini semua terjadi hanya karena gue yang terlalu perasa? Begitu?”

 

Kak Rigel menggeleng pelan membuatku menautkan alisku, dia menoleh padaku dengan senyum tipis di bibirnya. “Bukan, tapi hati lo yang terlalu mudah di sentil.”

 

“Berbelit-belit,” dengusku.

 

Kak Rigel terkekeh, dia berdiri dan mengulurkan tangannya padaku untuk membantuku berdiri. Aku menyambutnya dan menepuk pantatku untuk menghilangkan debu yang menempel di celana karena aku yang duduk di tanah tadi.

 

“Udah mau malem. Pulang yuk,” ajak Kak Rigel.

 

Aku mencebikkan bibir kesal dan meninju perut Kak Rigel membuatnya kesakitan. “Sebentar banget sih ngajak adek sekaligus pacar jalan-jalan,” rutukku.

 

Kak Rigel tertawa keras dan berjalan mendahuluiku. “Terserah kalo masih mau di sini, gue sih mau pulang aja,” ucapnya.

 

“Kampret!” umpatku kesal.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Cemplonkisya

    @penakertas_ paham kok wehehe

    Comment on chapter Prolog
  • yourex

    @Lightcemplon
    Sulit dimengerti prolog nya ????

    Comment on chapter Prolog
  • Cemplonkisya

    awal yang dalem:(

    Comment on chapter Prolog
  • Alfreed98

    Wow

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Intuisi Revolusi Bumi
1136      580     2     
Science Fiction
Kisah petualangan tiga peneliti muda
G E V A N C I A
1165      638     0     
Romance
G E V A N C I A - You're the Trouble-maker , i'll get it done - Gevancia Rosiebell - Hidupnya kacau setelah ibunya pergi dari rumah dan ayahnya membencinya. Sejak itu berusaha untuk mengandalkan dirinya sendiri. Sangat tertutup dan memberi garis keras siapapun yang berniat masuk ke wilayah pribadinya. Sampai seorang cowok badboy selengean dengan pesona segudang tapi tukang paksa m...
Hujan Bulan Juni
397      274     1     
Romance
Hujan. Satu untaian kata, satu peristiwa. Yang lagi dan lagi entah kenapa slalu menjadi saksi bisu atas segala kejadian yang menimpa kita. Entah itu suka atau duka, tangis atau tawa yang pasti dia selalu jadi saksi bisunya. Asal dia tau juga sih. Dia itu kaya hujan. Hadir dengan serbuan rintiknya untuk menghilangkan dahaga sang alang-alang tapi saat perginya menyisakan luka karena serbuan rintikn...
The Yesterday You
379      270     1     
Romance
Hidup ini, lucunya, merupakan rangkaian kisah dan jalinan sebab-akibat. Namun, apalah daya manusia, jika segala skenario kehidupan ada di tangan-Nya. Tak ada seorang pun yang pernah mengira, bahkan Via sang protagonis pun, bahwa keputusannya untuk meminjam barang pada sebuah nama akan mengantarnya pada perjalanan panjang yang melibatkan hati. Tak ada yang perlu pun ingin Via sesali. Hanya saja, j...
Di Bawah Langit
3262      1028     1     
Inspirational
Saiful Bahri atau yang sering dipanggil Ipul, adalah anak asli Mangopoh yang tak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Namun, Ipul begitu yakin bahwa seseorang bisa sukses tanpa harus memiliki ijazah. Bersama kedua temannya Togar dan Satria, Ipul pergi merantau ke Ibu Kota. Mereka terlonjak ketika bertemu dengan pengusaha kaya yang menawarkan sebuah pekerjaan sesampainya di Jakarta. ...
It Takes Two to Tango
472      346     1     
Romance
Bertahun-tahun Dalmar sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kota kelahirannya. Kini, ia hanya punya waktu dua minggu untuk bebas sejenak dari tanggung jawab-khas-lelaki-yang-beranjak-dewasa di Balikpapan, dan kenangan masa kecilnya mengatakan bahwa ia harus mencari anak perempuan penyuka binatang yang dulu menyelamatkan kucing kakeknya dari gilasan roda sepeda. Zura tidak merasa sese...
Warna Untuk Pelangi
8528      1816     4     
Romance
Sebut saja Rain, cowok pecinta novel yang dinginnya beda dari yang lain. Ia merupakan penggemar berat Pelangi Putih, penulis best seller yang misterius. Kenyataan bahwa tidak seorang pun tahu identitas penulis tersebut, membuat Rain bahagia bukan main ketika ia bisa dekat dengan idolanya. Namun, semua ini bukan tentang cowok itu dan sang penulis, melainkan tentang Rain dan Revi. Revi tidak ...
Help Me to Run Away
2649      1186     12     
Romance
Tisya lelah dengan kehidupan ini. Dia merasa sangat tertekan. Usianya masih muda, tapi dia sudah dihadapi dengan caci maki yang menggelitik psikologisnya. Bila saat ini ditanya, siapakah orang yang sangat dibencinya? Tisya pasti akan menjawab dengan lantang, Mama. Kalau ditanya lagi, profesi apa yang paling tidak ingin dilakukannya? Tisya akan berteriak dengan keras, Jadi artis. Dan bila diberi k...
Dark Fantasia
5221      1549     2     
Fantasy
Suatu hari Robert, seorang pria paruh baya yang berprofesi sebagai pengusaha besar di bidang jasa dan dagang tiba-tiba jatuh sakit, dan dalam waktu yang singkat segala apa yang telah ia kumpulkan lenyap seketika untuk biaya pengobatannya. Robert yang jatuh miskin ditinggalkan istrinya, anaknya, kolega, dan semua orang terdekatnya karena dianggap sudah tidak berguna lagi. Harta dan koneksi yang...
Parloha
10784      2572     3     
Humor
Darmawan Purba harus menghapus jejak mayat yang kepalanya pecah berantakan di kedai, dalam waktu kurang dari tujuh jam.