Sudah hampir seminggu aku tinggal di rumah nenek.Bunda tidak pernah meneleponku lagi sejak saat itu.
Entah kenapa aku jadi merindukan Ayah.Sampai detik ini aku tidak mengetahui keberadaannya,aku juga tidak pernah ke rumahku lagi karena Bunda melarangku.
Aku duduk manis sambil memainkan senar gitarku asal,aku sangat bosan sekarang.Di balkon kamarku,aku menatap pemandangan di bawah.Hanya ada jalan raya dan gemerlap lampu jalan yang terlihat dari sini.
Aku jadi teringat seseorang yang pernah mengirimiku pesan suara nyanyian sebuah lagu yang ia buat sendiri.Aku mencoba memainkannya dengan gitarku,
"Cahaya rembulan
Hiasi malam yang sunyi
Bintang-bintang bertebaran
Berkerlap-kerlip
Malam itu sangatlah indah
Semuanya terasa sempurna
Tapi tidak dengan diriku
Yang kesepian
Ku sendiri merasa tak sempurna
Tanpa hadirmu disisiku
Ku merindukan dirimu
Ku ingin berjumpa denganmu
Melewati hari-hari
Bersamamu lagi
Ku harap kau disana
Selalu mengingat diriku
Dan tak melupakan semuanya
Yang pernah terjadi antara kita"
Aku jadi mengingatnya,seseorang yang menciptakan lagu ini.
Dia baik,makanya aku suka.
Tapi takdir tidak membiarkan kita bersama.Dia sudah pergi jauh sebelum aku mengungkapkan semuanya.
Namanya Anggia,perempuan yang nyaris sempurna di mataku.Aku mengenalnya saat dia pindah ke sekolahku saat kelas 6 SD.Kamipun satu sekolah di SMP.Namun,Tuhan lebih menyayanginya.
Tepat saat setelah kelulusan,dia menghembuskan napas terakhirnya.
Padahal,aku baru menyadari perasaanku padanya.
Dia mengirimi aku nyanyian itu saat setelah UN,katanya dia sedang merindukan seseorang.Entah siapa,sampai sekarang aku tidak mengetahui orang yang menjadi alasan Anggia membuat lagu itu.Yang pasti,hanya aku yang mengetahui lagunya karena dia tak sempat menyanyikannya untuk orang yang begitu dia rindukan.
Handphone-ku berdering,aku mengangkatnya.
"Halo"
"Halo,maaf ini siapa ya?"
"Ini Alfa ya,sepupunya Arya bukan?"
"Iya,emang ada apa?"
"Aku Indri"
"Oh,ada apa ya?"
"Kamu tau 'kan aku pacarnya Arya?"
"Oh...
Dede gemes di kelas IPS"
"Arya bilang gitu?"
"Iya"
"Ih,so sweet"
"Tujuan lo nelfon gue apa?"
"Aku mau nanya aja.
Emang benar Arya selingkuh sama mantannya waktu SMP?Nggak 'kan,semua orang bilang liat Arya jalan sama cewe cantik.Dia sepupunya Arya 'kan?bukan mantannya 'kan?"
Aku membeku.
Mampus lo,Arya.
"Halo?"
"Iya,apa?"
"Gimana?itu semua gak bener 'kan?"
"Indri,lo serius suka kan sama Arya?"
"Iya"
"Gue harap lo bisa cari tau sendiri,gue gak mau terlibat di antara lo sama Arya.Semua jawaban ada di Arya,jadi jangan nanya gue,oke?"
"Aku lagi marahan sama Arya,dia ngambek waktu aku telat angkat telfonnya.Padahal,cuma gak diangkat tiga kali aja.Aku gak bisa ngomong baik-baik sama Arya di saat seperti ini."
"Gue bantu lo baikan aja sama Arya aja,gue bikin Arya gak marah lagi deh"
"Beneran?Serius,fa?"
"Gue usahain,"
"Makasih,Alfa"
"Iya,sama-sama"
"Kamu bisa temuin aku besok?"
"Ngapain?"
"Banyak yang aku mau tanyain tentang Arya,aku pikir kamu orang yang sangat tepat"
"Arya gak akan cemburu?"
"Aku juga gak marah dia jalan sama cewe itu,Arya harusnya jangan egois.Toh aku ngomongin dia kalo sama kamu"
"Gue gak tanggung jawab ya kalo resikonya lo putus"
"Iya,Alfa"
~telfon mati
Aku jadi mengingatnya lagi,dia yang selalu menceritakan semua masalahnya padaku.
Kenapa aku selalu jadi tempat curhat para wanita?
Emang aku mirip host-host yang ngisi acara gosip?
Nggak 'kan?
Aku masuk ke kamar dan menutup pintu serta jendela yang masih terbuka.
Aku merebahkan diriku di atas kasur yang begitu empuk ini,sudah lama aku tidak tidur sendiri.Di rumah nenek,Zahra tidur bersama Haura,makanya aku bisa bebas sendiri seperti ini.
Aku memejamkan perlahan mataku,hari ini begitu melelahkan.
Dring-dring-telepon masuk-dring-dring
Nada dering teleponku berbunyi,aku mengambil handphone-ku di atas nakas.
Ku lihat siapa yang menelepon.
~Bunda~
Aku segera terduduk begitu menyadari si penelepon.
"Halo,Alfa?"
Begitulah suara yang terdengar dari seberang sana,dia bukan Bunda.
"Ini siapa ya?Bunda mana?"
"Alfa,ini Ayah"
"Ayah?Ayah kemana aja?Alfa khawatir,Bunda mana?"
"Ayah menemukan handphone Bunda di semak-semak,Ayah pikir kamu tau.Karena history telepon teratas itu nomor kamu,makanya Ayah langsung telfon"
"Apa?Jadi Bunda hilang?"
"Hilang?Memang Bunda tidak ada bersamamu?"
"Bunda bilang mau nyusul Ayah ke Bogor"
"Ayah gak pernah ketemu sama Bunda,fa."
"Ayah kemana seminggu ini?"
"Ayah di Bogor,di villa milik nenekmu"
"Ayah baik-baik aja?"
"Baik,memangnya ada apa?"
"Ayah gak tau?"
"Nggak,memang ada apa?"
Tut-tut-tut.
Klung-klung.
Baterai handphone-ku lemah,aku menchargernya segera.
Aku menelepon nomor Bunda lagi,tapi gak aktif.
Ini ada apa sih!
Aku membanting handphone-ku kesal.Aku membantingnya di atas kasur,karena walaupun aku sedang kesal,aku masih mikir beli handphone itu susah untuk ukuran pelajar SMA yang ditinggal orang tua seperti aku ini.
Tok-tok-tok
Begitulah suara yang terdengar jika sebuah pintu yang terbuat oleh kayu di ketuk.Suara dihasilkan tergantung bagaimana kita mengetuknya,apakah dengan tangan,kepala,kaki,ataupun alat lainnya.Mungkin untuk pintu utama sering menggunakan bel karena faktor rumah yang terlalu besar.
Lalu--eh,apaan sih kok jadi cerita tentang pintu.
Maksudnya,aku mendengar ada yang mengetuk pintu kamarku.
Aku bangkit dan membukakan pintu.
"Fa!" sapa Yuda,si pengetuk pintu
Aku hanya menautkan kedua alisku,karena kalo sebelah aku gak bisa.Aslina,wani diriungkeun!
"Gue perlu ngomong sama lo" ucapnya begitu penuh dengan teka-teki,kaya cewe aja.Ngomong aja kali,gak usah basa-basi.Udah basi tau dari kemaren.
Aku hanya menatapnya lekat,aku mencoba menerka apa yang akan ia bicarakan.
"Biasa aja kali liatnya,gue gak nafsu sama lo" katanya melewatiku dan menerobos masuk kamarku.Dia duduk di kasur,aku menghampirinya dan duduk di kursi belajarku.
"Apaan?"tanyaku langsung menanyakan apa yang sebenarnya ingin Yuda bicarakan,tapi aku punya feeling gak enak.
" Gimana Beta kalo di kelas?"tanyanya membuatku serasa menjadi seorang peramal hebat
"Napas," jawabku asal
"Gue tau"ucapnya mendecak sebal
"Kalo tau kenapa nanya," ketusku
"Yang lebih spesifik,semua orang juga napas kalo di kelas"
"Pokonya dia tukang curhat sama gue" kataku malas bercerita panjang×lebar=luas persegi panjang,luas segitiga aja belum tentu benar.
Eh,apaan.
Fokus!
"Suka curhat apa?" tanya Yuda berapi-api
"Banyak"
"Iya apa aja?"
"Kebanyakan,udah ah.Gue mau--"
"Gue akan terus ngikutin lo kemanapun lo pergi sampai lo cerita semua yang dicurhatin Beta"
"Kenapa?gue mau pup,mau ikut liat minion gue?"
"Enggak gitu,maksudnya--"
"Terserah!" potongku cepat,aku keluar kamar untuk ke toilet sesuai rencana.
Kenapa Yuda suka Beta sih?
Emang Beta cantik?
Cantik relatif,Beta cantik karena dia perempuan.Kalo seandainya dia cowo,dia ganteng.Tapi lupakan kata 'seandainya' itu karena akan selamanya tetap menjadi khayalan.
Lalu apa yang dia suka dari Beta?
Baik?Emang Yuda udah mengenal Beta sejauh mana?
Terus apa?
Apa waktu Yuda di Bogor cewe-cewenya jelek?
Atau ... Yuda putus asa karena jomblo,jadi dia maksa pengen ngegebet cewe tanpa mikir panjang?
Entahlah,
Aku terlalu payah dalam urusan cinta.
Aku membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk meyakinkan hatiku untuk mencintai seseorang,begitulah yang kurasakan pada Anggia dulu.
Langkahku terhenti di depan pintu WC,aku melamun sedari tadi.
Aku lupa mau ngapain ke WC.Mau BAB juga udah nggak lagi sekarang.
Aku memutar langkahku ke ruang tamu.Entah kenapa disana terdengar lebih ramai saat ini.
Aku membeku saat melihat orang-orang disana.
"Aisyah!" teriak seseorang yang begitu familiar di telingaku
Dia melambaikan tangannya padaku untuk mengisyaratkan aku mendekat.
"Aku kangen,Aisyah" ucapnya langsung memelukku,tentu saja aku begitu syok dipeluk tiba-tiba seperti itu.
"Gue bukan Aisyah" sanggahku seraya melepas pelukannya
"Nama kamu Alfatih Adriansyah,kan?" tanyanya kemudian
"Iya," balasku singkat
"Kan biar gampang,aku singkat jadi Aisyah!"jelasnya selalu seperti itu
"Gue cowo,bego!" umpatku kesal
"Aku gak bego" balasnya ketus sembari berjalan menuju tempatnya duduk tadi.
Maurella Alexis.Anak bungsu dari adiknya nenekku dari pihak bunda yang sekarang sedang kutinggali rumahnya.
Sering kupanggil Maurel atau Mau-Pau,karena pipinya kaya bakpau.
Usianya hanya selisih satu tahun dariku,dan sekarang dia masih kelas 3 SMP.Sejak kecil aku selalu jadi super hero untuknya.Karena saat kecil dulu,dia selalu dikeroyokin anak laki-laki dan membuatnya menangis.Entah kenapa Maurel lebih suka berlindung dibelakangku dibanding dengan Arya dan Yuda,karena jelas-jelas saat itu tubuhku paling kecil di antara mereka berdua.
Kisah kami terhenti saat dia memutuskan melanjutkan SMP di Depok.Aku bisa menghirup udara segar karena aku tidak akan dipeluk lagi oleh anak cengeng yang selalu memelukku karena ketakutan.
Dan malam ini,dia muncul lagi.Dia memelukku lagi.
Malang nasibmu,nak.
"Duduk!" kata Maurel sambil memukul kasar sofa yang di sampingnya.
Aku menatap nenek sekilas,
"Alfa,kapan lagi Maurel kesini coba.Nurut aja," ucap Nenek seolah mengerti tatapan memelasku,walaupun nyatanya nenek tidak peduli
Aku berjalan gontai menuju tempat kosong di sebelah Maurel.
Aku hanya diam dan kebanyakan melamun daripada mendengar obrolan membosankan antara nenek,adiknya dan kakaknya Maurel.
'Pluk'
Ada timpukan halus di bahuku.
Ku lirik sebentar,kepala seorang perempuan bersandar nyaman di bahuku.Aroma rambutnya begitu tercium harum oleh hidungku yang lubangnya dari dulu ada dua.Aku menyibakkan poninya dan melihat sedang apa Maurel,aku menghela napas kesal.
Dia tertidur!
"Alfa,kamu tidurkan Maurel di kamarmu ya" suruh nenek mengejutkanku
"Apa,nek?" pintaku meminta nenek mengulang ucapannya barusan takut aku salah dengar.
"Soalnya semua kamar udah penuh,kamu tidur di bawah aja gelar tikar.Jangan macem-macem loh!" jelas Nenek sembari memperingatkanku.
Aku mengangguk lemah,membayangkan harus menggendongnya ke kamarku yang berada di lantai dua dan dengan badannya yang hampir menyamai badanku sendiri,hanya saja pipi bakpau itu yang aku keluhkan.
Nenek,adik nenek dan kakaknya Maurel sudah pergi meninggalkan ruang tamu sejak semenit lalu.
Aku sudah lima menit mencoba melepas bahuku dari sandaran Maurel,akhirnya bisa juga.
Aku menatap Maurel yang sudah terbaring di sofa.
Aku tarik napas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan.
'Hep'
Waduh,berat banget nih anak.
Saat ini sang putri sedang dalam pangkuan sang pangeran tampan dari negeri dongeng.
Aku melangkah pelan menuju tangga.
Nih anak makannya apa sih.Badannya langsing tapi beratnya minta ampun,masa sih berat sama pipi.
Sudah hampir 3 menit aku masih berusaha menaiki anak tangga kelima,Maurel berat banget.
Setelah lima menit berlalu,akhirnya aku bisa sampai di depan kamarku.
Aku membuka pintu dengan bagian tubuhku sebelah kiri.
'Blam!'
Pintu tertutup kembali.
Aku menghempaskan Maurel ke ranjangku.Aku meregangkan otot-ototku yang tegang karena baru saja menggendong anak gajah macam Maurel.
Aku menggelar karpet yang ukurannya sangat pas untuk kutiduri bagaimanapun posisiku.
Aku membawa dua bantal dan menumpuknya jadi satu.Aku men-charger handphone ku yang sempat kubanting tadi.
Aku berbaring dan memejamkan mataku.
'Brrr-brr'
Aku mendengar suara orang yang sedang menggigil kedinginan.
Aku terduduk dan menatap Maurel yang masih tertidur,sepertinya dia kedinginan.
Aku berinisiatif menyelimutinya.
Aku tatap wajahnya yang tidak pernah berubah sejak dulu,cantik.
***
"Hoaaaam!selamat pagi Maurel cantik" gumam Maurel sambil menggeliat dan menguap
"Udah bangun?" tanyaku yang sedang mengancingkan seragamku
"Kenapa aku ada disini?"
"Semalem,lo ketiduran.Nenek nyuruh gue tidurin lo disini" kataku sambil memasukkan beberapa buku pelajaran untuk hari ini ke dalam tas ranselku
"Kamu tidurin aku disini?!"ucap Maurel dengan matanya yang membulat sempurna
"Iya," balasku santai sambil menyisir rambutku di depan cermin
"Aku ditidurin kamu?!"ulangnya lagi
Aku menoleh ke arahnya,ia menutupi tubuhnya dengan selimut dan memandangku ketakutan,kenapa sih?
"Kamu apain aku aja semalem?" tanyanya dengan nada ketakutan
"Gak ngapa-ngapain,gue cuma disuruh nenek gendong lo kesini,lo tidur di kasur,gue gelar karpet di bawah.Apa masalahnya?" jelasku yang mulai paham kenapa Maurel ketakutan seperti itu
"Syukurlah," ucapnya sambil menghela napas lega
"Gue anak baik-baik loh," kataku sambil menenteng tas sekolahku
"Kemana?" tanyanya segera menyimpan selimut yang ia pegang erat tadi
"Mau sarapan,gue mau sekolah.Lo lagi libur?" tanyaku menatapnya jengah
"Iya,"balasnya segera beranjak dari kasur.
" Lo mandi dulu aja,nanti kita sarapan bareng"saranku saat melihat dia mendekat ke arahku
Aku mengacak-acak puncak kepalanya,
"Kamu sekolah di SMA mana?" tanyanya menatapku lekat
"Tribuana" balasku singkat
"Aku mau sekolah di SMA kamu kalo udah lulus,aku mau--"
"Jangan sambil meluk juga,Pau!"potongku yang merasa sesak dipeluk oleh Maurel dengan erat
"Kamu panggil aku apa tadi?" tanyanya makin mempererat pelukannya
"Lepasin!" cercaku
"Jawab dulu,kamu bilang aku siapa tadi?"pintanya
" Pau!"jawabku malas
"Pau itu apaan?"
"Mau-Pau!Maurel bakPau!
Awas,gue mau sekolah!" kataku sambil melepas pelukannya dan membuka pintu.
"Aku kangen banget dipanggil Bakpau sama kamu,aku ikut kamu ke sekolah ya" ucap Maurel membuat langkahku terhenti
"Jangan,gue juga gak pernah ke sekolah lo" balasku kemudian menutup pintu dan meneruskan langkahku menuju ruang makan.
"Ya udah,ke sekolah aku yuk!" teriak Maurel
"Gila lo!" balasku dengan teriakan juga
"Siapa yang gila?"
Aku menoleh ke asal suara,
"Maurel!" jawabku sambil berjalan melewatinya
"Hidup lo enak banget sih, dikelilingi banyak cewe yang nyaman di dekat lo.Tapi kenapa lo masih jones aja ya,gak paham gue.Pilih satu aja,fa." ucap Arya,orang yang berkata “siapa yang gila?” tadi.
"Gak tertarik!" balasku meneruskan langkahku yang sempat terhenti tadi.
***
"Kamu yakin sama keputusanmu,rel?" tanya Oma,adik nenekku sekaligus ibu Maurel
"Yakin,sangat yakin.Lagian,ada Aisyah disini" balas Maurel dengan mulut penuh makanan
"Aisyah?siapa Aisyah?" tanya Yuda tak mengerti
"Alfatih Adriansyah!" jawab Maurel lantang
"Emang ada apaan sih?" tanyaku bergabung dengan obrolan di meja makan ini
"Maurel mau tinggal disini," jawab nenek
"Hah?!uhuk-uhuk!"
Aku,Arya dan Yuda tersedak bersamaan.
"Kenapa?seneng banget ya," kata Maurel dengan senyum termanisnya
"Kenapa harus pindah,rumahmu di Depok bagaimana?" tanya tante Rina,ibunya Yuda
"Ayah dan Ibu ada urusan pekerjaan di Bali,dan mungkin akan sangat lama.Dan aku juga sibuk dengan pekerjaanku di Jakarta.Maurel tidak mungkin tinggal bersama pembantu saja di rumah,kami sangat mengkhawatirkannya" jelas tante Ina,kakaknya Maurel
"Kapan dia pindah?" tanyaku memberanikan diri menanyakan hal itu
"Secepatnya!" jawab Maurel dengan mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum
"Tapi, Maurel gak tidur di kamar Alfa,kan?" tanyaku memastikan
"Ya enggaklah,Maurel akan tidur di kamar dekat kamar nenek,di lantai dasar" balas nenek
Selamat,
"Maurel akan sekolah di SMP Harapan Bangsa,sekolah kamu dulu,fa" lanjut nenek
"Dan aku akan diantar Aisyah setiap hari!" tukas Maurel
"Aisyah mulu,Alfa aja" kataku mulai kesal dipanggil Aisyah oleh Maurel.
"Berangkat yuk!"ucap Yuda yang sudah berdiri dengan tas ranselnya yang sudah tergantung di bahu kanannya.
Akupun berpamitan dan bersalaman dengan semua yang ada di ruang makan.
" Bang Alfa,Ara sayaaaang sama bang Alfa"ucap Zahra langsung memelukku
"Aisyah,aku sayaaang sama Aisyah"timpal Maurel dengan mata tertutup dan senyuman manisnya.
" Alay,"gumamku kemudian meninggalkan ruang makan untuk menyusul Arya dan Yuda yang sudah menunggu di luar.
Aku jadi kepikiran Maurel,
Membayangkan setiap hari dipeluk olehnya dan dipanggil Aisyah setiap waktu sudah membuatku risih.
***
Aku meneguk habis minuman dingin yang baru saja ku ambil dari kulkasnya Pak Tejo,salah satu pedagang di kantin.Aku baru saja selesai olahraga di jam ke-4 sebelum istirahat barusan.
"Siang!" ucap seorang perempuan langsung duduk di depanku tanpa meminta izin atau basa-basi dulu.
Aku menatap ke arah lain guna menghindari tatapannya.
"Kamu Alfatih,kan?" tanyanya membuatku terpaksa harus menatapnya
"Iya,"balasku sambil memakai jam tanganku yang sejak tadi kulepas dan ku masukkan ke dalam saku celanaku.
"Aku Indri," katanya membuatku paham kenapa dia mengenalku
"Aku 'kan udah bilang mau ketemu sama kamu," lanjutnya sambil memainkan jemarinya sendiri
"Mau nanya apa soal Arya?"tanyaku langsung ke topik utama
" Jadi beneran Arya naksir lagi mantannya?"kata Indri menatapku lekat
Aku mengalihkan pandanganku,aku takut Indri melihat mataku dan mengerti apa yang sebenarnya terjadi walaupun tidak kuucapkan.
"Alfa,aku nanya.Jawab,pliss" mohon Indri
"Gue sih--"
"Kemarin aku lihat Arya boncengan sama perempuan,itu siapa ya?" potong Indri
Apa mungkin itu Resti?
Kemarin 'kan Arya yang mengantar Resti pulang.
"Alfa," panggil Indri menyadarkan lamunanku
"Itu ... emh,temennya mungkin" balasku sangat bingung mencari alasan yang masuk akal dalam waktu yang sangat singkat
"Indri!ngapain kamu sama dia!"
Bentakan itu mengagetkanku dan Indri,pandangan kami langsung tertuju pada asal suara
Arya?
Arya menatapku begitu intens,seakan aku adalah seorang buronan yang tercyduk polisi.
"Ngapain lo sama Indri berduaan?Resti nyariin lo dari tadi," ucap Arya begitu serius,seumur hidup aku baru tau dia bisa seserius itu.
"Arya,ini gak seperti--"
"Gue gak nanya sama lo!" bentak Arya memotong ucapan Indri yang berusaha mengklarifikasi
Indri bersembunyi di belakangku yang sudah berdiri menghadap Arya.Sepertinya dia sangat takut dengan Arya saat ini.
"Gue pergi," pamitku segera meninggalkan kantin agar keadaan tidak terlalu kacau
"Alfa,kamu mau kemana?" ucap Indri
"Indri, inget!Dia siapa,dan aku siapa?Yang pacar kamu itu aku atau dia" cegah Arya dengan mencengkram tangan Indri.
Aku langsung meninggalkan kantin,Resti menghampiriku.
"Alfatih,kamu kenapa?" tanya Resti
Aku melewatinya begitu saja,aku butuh ketenangan untuk melampiaskan amarahku.
Sepertinya Resti tidak mengikutiku karena langkahku yang begitu cepat.
"Fa,lo latihan jalan cepat?mau lomba dimana?" tanya Yuda begitu aku melewatinya, aku hanya meliriknya sebentar kemudian mempercepat langkahku.
Aku terduduk di koridor yang begitu sepi.Ruangan di sekitar sini hanyalah gudang dan UKS.
Aku menundukan kepalaku,memikirkan runtutan penyesalan yang sudah terlambat kusadari.
Aku tau Arya akan marah padaku,aku akan dituduh nikung dia karena berduaan dengan Indri,pacarnya.Tapi seandainya Arya masih memiliki akal sehat,dia akan menyadari bahwa Indri adalah pacarnya,dan Resti adalah mantannya.Berhenti mendekati Resti,prioritaskan kebahagiaan Indri.
Tapi sepertinya Arya begitu emosi tadi.
Apa yang harus kulakukan?
Saat ini aku tinggal satu rumah dengan Arya,aku tidak bisa pulang ke rumahku sendiri begitu saja.
"Alfa,"
Suara itu membuatku mengangkat kepalaku,apakah ini mimpi?
"Lo kenapa?" tanyanya duduk di sebelahku dan memandang ke arahku.
"Gpp," kataku sambil tersenyum agar tidak terlihat lemah.
"Berapa hari sih kita kaya musuh gini," gumamnya dengan pandangan lurus ke depan.
"Musuh?" tanyaku dengan mengerutkan keningku karena tak paham dengan ucapannya barusan
"Iya,emang lo lupa?" tanyanya
"Oh ... Jadi lo nganggap gitu,maaf ya,gue emang agak kasar waktu itu," ucapku menyadari bahwa aku sedang perang dingin dengannya.
"Jangan kaya orang frustasi gitu,dunia gak berputar mengelilingi lo.Jangan anggap lo bisa beresin semua masalah," katanya memberi wejangan yang begitu membuatku bisa tenang.
Aku tersenyum simpul,kenapa aku lupa bahwa ada dia di hidupku.Iya,dia yang berada di sampingku.Dia Beta,teman sebangkuku.
"Gue liat kejadian di kantin tadi,waktu Arya marahin lo.Gue ngikutin lo sampe sini,emang ada yang salah ya?Cewe tadi siapa ya?" tanya Beta
"Pacar Arya," jawabku cepat
"Terus lo kenapa bisa berduaan sama dia?" tanyanya lagi
"Dia duluan yang nyamperin"
"Banyak ya cewe yang nyaman di deket lo,sampai orang yang udah punya pacar aja bisa deket sama lo"
"Termasuk lo juga,kan?"
"Eh," gumam Beta dengan menggeser posisi duduknya.
Aku hanya menatapnya.
"Iya deh," lanjut Beta sambil menggandengku,tentu saja dia mendekat.
Aku tertawa melihat kelakuannya,kenapa aku merasa merindukan kebersamaan dengannya seperti saat ini,ya?
"Gue cape kemana-mana sendirian,fa.Kalo lewat rumah lo juga bikin ngeri,kenapa lo pindah sih?" tanya Beta setelah melepas tangannya yang menggandengku tadi.
"Rahasia,"
Beta menatapku lekat,
"Biasa aja kali liatinnya,masuk kelas yuk" ajakku segera bangkit dari posisi dudukku.
"Iya," balasnya sambil menggandengku
"Lepas aja,gak enak" kataku sambil menurunkan tangannya yang dia kaitkan di bahuku.
"Gak enak apaan?"
"Lo keliatan pendeknya," balasku sambil berjalan meninggalkannya.
"Woy,rese ya" umpatnya kesal.
Terima kasih Beta,kau memang sahabatku.
***