LXXVII
Tuwang tutup usia.
Laki – laki nan bijak itu meninggal pada usia 90 tahun.
Suatu umur yang panjang bagi seorang penasehat.
Banyak jasa dan dedikasi telah beliau torehkan di seantero Nusantara ini, termasuk ketika bumi Nusantara mencoba bangkit kembali setelah perang besar kerajaan – kerajaan.
Namun kepergian Tuwang sang penasehat tampaknya membawa keguncangan besar pada perserikatan Cilikan.
Kepala – kepala suku di daerah Cilikan mulai saling berebut posisi yang ditinggalkan oleh bapak ketatanegaraan itu.
Mereka saling klaim bahwa mereka lah orang – orang terpilih yang memang sudah ditakdirkan langit untuk menggantikan Tuwang.
Berbagai intrik dan tipu daya juga mulai dilancarkan beberapa suku untuk mendapatkan posisi prestisius di Cilikan itu.
“Jadi begini,, kita semua ini kan berkumpul di sini untuk mencari pengganti posisi pak Tuwang yang sudah ditinggalkan, dan kami harap semua setuju dengan usulan saya ini, yaitu pak Bontoh yang menjadi penasehat perserikatan Cilikan ini.”
“Tidak bisa,, Tidak bisa, Tuan Caspal. Kita harusnya mengadakan dahulu beberapa kriteria bagaimana orang yang layak menjadi penasehat perserikatan Cilikan ini layaknya pak Tuwang.”, ucap kepala suku Fonta, tegas.
“Iya, Tuan Caspal,, tuan harus mendengar juga kami ada ataukah tidak calon penasehat perserikatan Cilikan ini layaknya pak Tuwang.”
“Tuan – Tuan kepala suku yang terhormat saya menyarankan pak Bontoh menjadi penasehat perserikatan Cilikan karena beliau paling tua di antara kita semua di sini, pengalaman beliau juga sudah banyak. Maka cukuplah kiranya itu dijadikan perbandingan yang mendekati sosok pak Tuwang.”
“Tidak bisa, Tuan Caspal,, memang pak Bontoh yang paling tua di antara kita semua tapi saya kira beliau tidak bisa diperbandingkan dengan pak Tuwang.”
“Benar, Tuan Caspal baiknya kita – kita ini mengadakan dahulu kriteria – kriteria penasehat Cilikan yang kita harapkan bersama.”
“Tidak mungkin lah Tuan Fofak itu dijalankan, Jika itu dijalankan maka orang – orang Taragam lah lagi yang akan menjadi penasehat perserikatan ini, Bukankah sebelumnya Taragam sudah mendapatkan tempat untuk menjadi penasehat perserikatan ini?”
“Apakah yang kamu cakap itu, Tuan Mecak?, Jangan jadikan itu sebagai halangan untuk memilih penasehat yang benar – benar kita butuhkan.”
“Masalahnya Tuan Fofak, orang – orang Taragam itu bukan asli perserikatan Cilikan ini, Mereka dari Banadis, Mana mungkin kita serahkan riwayat hidup perserikatan Cilikan ini pada orang luar?”
“He, Tuan Combre,, Apa kamu lupa? Justru dengan kehadiran orang – orang Banadis ini kita bisa duduk bersama di sini. Apa yang kita lakukan selama ini sebelum mereka tiba?, Kita hanya bermain – main dengan perang dan sihir – sihir saja kan? Lalu apa salahnya dengan kehadiran mereka di sini?”
“Saya setuju dengan Tuan Woni, dengan kehadiran mereka lah kita bisa bernafas lega dari perang – perang yang melelahkan itu. Saya sendiri merasa terbantu dengan pak Tuwang selama ini mengurus perserikatan Cilikan.”
“Iya, benar itu, Tuan Ciluk,, Karena itu baiknya kita tak permasalahkan asli atau tidaknya orang – orang Taragam ini. Mereka sudah menjadi bagian dari perserikatan Cilikan.”
“Saya tetap tidak setuju, saya tetap menyarankan pak Bontoh menjadi penasehat perserikatan Cilikan, Tak lihatkah kalian jika umur orang – orang Taragam itu masih muda – muda bahkan dari umur – umur kita.”
“Iya, itu benar sekali,, Saya yakin pengalaman pak Bontoh lebih banyak dari orang – orang Taragam itu.”
“Tak bisa,, Tetap tidak bisa,, Kita akan tetap memasukkan Taragam dalam proses pemilihan ini dan juga kita diharuskan menuliskan kriteria – kriteria penasehat perserikatan Cilikan.”
“Iya, Iya,, Kita tuliskan kriteria – kriteria itu.”
“Tak bisa, tak bisa,, Apa kalian ingin menyangsikan pengalaman pak Bontoh dengan menuliskan kriteria – kriteria itu?”
“Jadi, wahai Tuan Caspal,, Kenapa juga kamu mempertanyakan umur orang – orang Taragam ini?”
“Betul, Tuan Caspal,, Betul,,”
“Baiklah,, saya tak hendak paksakan tapi,,”
“Permisi, Tuan Caspal,, Saya izin untuk berbicara sebentar.”
“Oh ya, ya,, Silakan,”
“Terima kasih,, saya Dona mewakili suku Taragam dengan ini menyatakan untuk tidak ikut serta dalam proses pemilihan penasehat perserikatan Cilikan, Dan dengan ini kami mencabut hak kami untuk memberikan suara pada proses pemilihan penasehat tersebut. Namun demi rasa keadilan dan rasa kebersamaan kami perwakilan Taragam mohon kesediaannya agar kami suku Taragam menjadi pengawas atas berlangsungnya pemilihan penasehat perserikatan Cilikan tersebut. Demikian, atas perhatiannya,, terima kasih,”
“Yahh,, mana pula tidak ikut proses pemilihan? Kita semua berhak kan ikut proses pemilihan itu?”
“Kami mengambil inisiatif tersebut karena sesuai arahan pak Tuwang untuk menyerahkan tata kelola perserikatan Cilikan pada orang – orang asli Cilikan, Demikian wasiat dari mendiang kepala suku kami.”
“Baik, saya dari suku Cakem setuju dengan usulan itu.”
“Saya juga dari suku Mencaka setuju dengan usulan tersebut.”
“Suku Cimbrit juga setuju.”, ucap Tuan Combre, merasa senang dengan hal itu.
Dengan terpaksa keempat suku yang lain setuju dengan usulan tersebut.
LXXVIII
Pondok kopi Coff,
Sambil Combre menikmati kopi panas. “Hampir saja rencana kita digagalkan,”
“Iya, aku sungguh nggak nyangka pengaruhnya itu orang tua besar banget.”, sahut Caspal, melinting pengasap.
“Tapi untung saja itu orang tua sudah ada di atas sana, Kita jadi bebas lagi hendak berbuat apa pada perserikatan ini.”
“Iya, mana mau kita diatur – atur macam begitu dengan orang luar, Dimana harga diri kita? Kita kan suku – suku kuat,” Sambil Caspal mengasap tembakau.
Setelah Mecak menggigit kayu manis. “Iya, sekarang itu suku – suku bonsai sudah berani – berani menyalak kita, Coba dulu waktu kita masih berjaya.”
“Karena itulah aku tadi atur supaya itu orang – orang Taragam tidak bisa ikut pemilihan penasehat perserikatan. Kalo ikut mana mungkin kita bisa bersuara lagi.”
“Tapi aku ketawa juga dengan sikap wanita itu, bodoh benar itu wanita menuruti wasiat kepala sukunya, Apa mereka tidak pikir posisi itu berjaya sekali?”
“Halah, tidak perlu pusing – pusing kamu memikirkan itu. Anggap saja itu kebodohan mereka saja. Kita jadi leluasa lagi mengontrol Cilikan ini.” Angan Mecak bagaikan telah mencapai surganya dewa – dewa.
“Aku jadi punya pikiran bagaimana kalo kita enyahkan saja sekalian orang – orang Taragam itu?”
“Kamu sudah mabuk minum kopi segelas?, Mana mungkin lah kita bisa menghancurkan mereka dengan pasukannya. Justru pasukan mereka lah yang paling kuat sekarang di antara suku – suku Cilikan ini.”
“Iya, ya,, bahkan suku – suku bonsai itu kekuatannya juga hampir sama dengan pasukan perang kita.”
“Kalau begitu kenai saja mereka dengan sihir,” Tampak percaya diri Mecak mengusulkan malapetaka menyakitkan itu.
Caspal menyahut, “Ah, kamu ini sudah pikun, bodoh pula. Dulu mereka kan satu – satunya yang bisa melepas sihir rawa gandeng kita.”
“Iya, ya,, Aduh,, kayaknya orang – orang Taragam itu kuat – kuat ya,”
LXXIX
Pondok kepala suku Fonta,
Sambil bersantai mereka membicarakan topik yang sangat penting.
“Jadi siapa Tuan Fofak yang hendak kita ajukan?”, tanya Tuan Ijoined.
“Baiknya kita mulai mengingat – ingat anggota suku kita yang hampir menyamai pak Tuwang.”
“Aduh, kalo tempat aku kayak tidak ada Tuan Fofak.”, sahut Tuan Woni.
“Kalo Tuan Woni ingin tetap ajukan pilih yang bersemangat dan tak kenal takut layaknya pak Tuwang.”
“Oh ya, ya,, Kalo itu ada Tuan Fofak.”
Dengan saksama dan penuh perhitungan mereka menuliskan nama – nama bakal calon pada lembaran kertas tulis.
“Nha baru nanti nama – nama anggota suku kita masing – masing yang telah kita pilih, kemudian kita cairkan ke anggota suku supaya lebih menemukan pilihan mana yang lebih disepakati anggota suku kita masing – masing. Lalu kita bahas lagi seperti ini hingga kita sepakat menjadikan satu orang yang bersangkutan menjadi calon penasehat perserikatan Cilikan.”
“Tampaknya ide Tuan Fofak bagus juga, tapi harap diingat lagi lah tuan – tuan sekalian kita di sini bergerak bersama – sama untuk tujuan satu kita bersama perserikatan Cilikan. Jadi jangan lah tuan – tuan merasa susah atau sedih jika anggota suku kalian tidak menjadi penasehat perserikatan.”
“Betul itu ucapan Tuan Ciluk, Kita di sini mempunyai niat bersama – sama membangun Cilikan supaya menjadi perserikatan yang layak dilihat oleh lain – lain kerajaan. Kita warisi bersama tekad pak Tuwang supaya perserikatan Cilikan ini tetap utuh dan tidak melakukan perang – perang lagi seperti tempo waktu.”
“Tampaknya memang harus begitu, Tapi sungguh saya tak paham apa maksud suku Cakem dan lainnya tetap tak hendak berbicara seperti kita – kita ini?”
“Kita semua tau lah mereka bertiga dulu suku paling garang di Cilikan ini. Mungkin mereka merasa sedikit terinjak – injak harga dirinya dengan perlakuan pak Tuwang yang menyamaratakan seluruh suku di Cilikan.”
“Tampaknya aku mulai paham dengan maksud mereka bertiga itu, Jangan jangan pak Bontoh menjadi penasehat Cilikan supaya bisa mereka kendalikan setiap cara dan kebijakannya nantinya.”
“Saya rasa pikiran Tuan Ciluk itu benar adanya, pak Bontoh itu orangnya suka menurut – menurut saja dengan orang lain. Saya menjadi khawatir pak Bontoh hanya akan menjadi boneka mereka saja.”, ucap Tuan Woni.
Terasa hangat dan akrab percakapan itu,
Hingga sajian Tuan Fofak habis berpindah ke dalam lambung.
LXXX
Pertemuan Perserikatan Cilikan,
Satu per satu kepala suku yang hendak mengajukan calon penasehat perserikatan maju ke hadapan nona Dona sebagai pengawas jalannya pemilihan.
Dengan saksama dan penuh kehati – hatian cewek itu mengumpulkan berkas – berkas yang diserahkan kepala suku.
“Baik, proses pemilihan akan dimulai dengan membacakan pandangan dan tata cara berkebijakan selama memimpin menjadi penasehat perserikatan,”
Bapak Bontoh dan satu calon dari empat suku maju ke depan.
Mereka berdua langsung mengambil nomor urut pemaparan pandangan.
Tampaknya kasak kusuk mulai terjadi di kubu suku Cakem.
“Permisi, nona Dona,”
“Iya, Tuan Caspal,”
“Nona Dona, saya mau bertanya,, Apakah dibenarkan empat suku sekaligus hanya mengajukan satu nama calon saja?”
“Baiklah,, Kepada keempat suku, Fonta, Wowor, Cingkap dan Ijjok,, Apakah tuan – tuan sekalian yakin dengan hanya mengajukan satu calon saja?”
“Iya, nona Dona kami berempat sudah memikirkan hal tersebut baik – baik.”
“Apalah ini? Kalian semua hendak berbuat curang kan?”
“Kami berbuat curang bagaimana Tuan Caspal, Ini semua atas pemikiran kami bersama juga.”
“Iya, Tuan Caspal,, Kami sudah sepakati bersama, kalo pak Doyoh ini cocok menjadi penasehat perserikatan.”
“Apa sikap kalian ini hendak menyalak pada kami bertiga? Tak penting kesepakatan kalian itu, kesepakatan itu di sini.”, ucap Tuan Caspal.
“Tak apalah kami sepakat lebih dulu karena kami sadar benar kalo perserikatan Cilikan ini dibangun atas dasar kesamaan cara pandang dan keinginan bersama.”
“Hah, mana ada perkataan macam itu?!, Kalian ini nyata – nyata hendak menyalak kepada kami. Cuhh,, kami tak ingin lagi ada di sini, Perserikatan apa ini? Muak aku dibuatnya,”
“Tuan Caspal,, Tuan Combre,, Jika tuan – tuan sekalian keluar dari pertemuan ini maka suara tuan – tuan dianggap tidak ada.”
“Biarlah suara – suara bodoh itu menyalak, Kalian pikir sendirilah pembangkangan kalian itu, Tapi ingat kami akan jadi kan kalian tahu rasa atas salakan kalian itu.”
Setelah ketiga kepala suku itu hilang dari ruang pertemuan,
“Dikarenakan hanya ada satu calon penasehat yang masih berkehendak mengikuti pemilihan calon penasehat perserikatan, maka sebelum saya umumkan secara mutlak hasil pemilihan, Apakah tuan – tuan kepala suku hendak memberikan tanggapan?”
“Tidak, nona Dona,, Nona bisa putuskan hasil pemilihan penasehat perserikatan ini.”
“Baik, Terima kasih,, Dengan menyebut nama tuhan didasarkan bahwa jumlah kepala suku yang hadir tetap memenuhi kesepakatan bersama, dan hanya terdapat satu calon saja yang maju hingga tahap pemaparan pandangan dan tata cara kebijakan, Maka dengan ini dinyatakan bahwa bapak Doyoh secara bulat telah sah menjadi penasehat perserikatan Cilikan yang baru.”
Seketika suara riuh tepuk tangan menggema di dalam ruangan itu.
“Kepada bapak Doyoh selaku penasehat perserikatan Cilikan yang baru dipersilakan memberikan pengantarnya,”