LXX
Suatu hari,
Di dalam hutan Alas Matuk.
“Ayo, cepat!, Potong yang cepat,!”
“Jangan sampe penjaga hutan Darmasih menyadari pergerakan kita.”
Sambil Alap – Alap melihat – lihat sekeliling.
“He, kamu!, Tolong ini dibantu, Ambil kapak yang lebih tajam lagi!”, perintah beliau.
“Tokk! Tokk!, Tokk! Tokk!”
Bunyi peraduan kapak dan kayu terdengar ke penjuru hutan.
“Tokk! Tokk!, Tokk! Tokk!”
Terus dan terus bunyi peraduan itu menyebarkan sesuatu sedang terjadi.
“Ayo, cepatt!, Cepatt!, Sudah terlalu lama kita di sini.”
“Cepat selesaikan sebelum penjaga hutan tiba!”
“Segera angkut kayu – kayu itu,!,, Heh, kamu,, Ayo, diangkut,!”
Dengan dikuat – kuatkan seseorang yang baru saja selesai memotong kayu itu memikul potongan – potongan kayunya.
“Ayo, cepat! Cepat!, Bergerak,! Ayo, cepat,!”
Sebuah karavan yang sudah penuh dengan kayu segera melaju dari tempat itu.
“Ayo, tinggal sedikit lagi, Cepat!, Cepat!”
Tiba – tiba seseorang berlari kepayahan ke hadapan Alap – Alap.
“Bos,, penjaga hutan, bos!”
“?? Udah deket?”
“Lumayan, bos,”, sahut seseorang itu.
“Angkut sekenanya,! Cepat!,, Angkut sekenanya,!”
Alap – Alap segera menaiki kudanya, hendak menyingkir dari tempat itu.
Tapi sungguh tidak disangka,
Saat para pembalak liar itu tiba di persimpangan Alas Matuk.
Alap – Alap melihat karavan yang membawa kayu – kayu curian dihentikan oleh para penjaga hutan.
Terlihat panik laki – laki itu.
“Aduh, gawat,,! Lewat mana nih aku baiknya?”
Anak buah Alap – Alap yang sedang bersama bos nya itu juga tampak kebingungan.
“Kembali,! Kembali,! Kita lewat rute longsoran,”
“Tapi, bos,, karavan ini gimana?”
“Udah, tinggalin aja,, yang penting kita selamat,”
Penunggang karavan itu segera ikut naik pada kuda temannya.
Sesegera mungkin para pembalak liar itu meninggalkan Alas Matuk, menuju utara.
LXXI
Ruang kerja Tuan Rakat,
Tampak Alap – Alap sedang melaporkan kegagalan melakukan pembalakan liar.
Dirinya terlihat begitu takut saat menginformasikan kegagalan itu.
Kesadaran Alap – Alap sudah menyatakan, “Jika ini adalah kesalahan besar dan kamu patut mati.” Tak ada harapan lagi bagi dirinya untuk bisa merasakan berahi lagi.
Bahkan Tayar tampak mengambil nafas berkali – kali, guna menyiapkan mental jika dirinya harus mengeksekusi teman seperjuangannya itu.
Tuan Rakat tampak menghela nafas.
Penguasa Banadis itu terlihat sangat kesal.
Batin beliau berkata, “Kebodohan apalagi ini? Kenapa orang sehebat ini bisa gagal menjalankan tugas rutinnya?”
Kesadaran Tuan Rakat begitu ingin menghadiahi sayatan mematikan pada laki – laki bertato itu.
“Lap – Lap,, kamu kok bisa bodoh banget gitu, Tugas sederhana gitu aja kamu gagal, Kamu minta aku hadiahi apa atas kebodohan kamu itu?”
Alap – Alap tidak menjawab pertanyaan itu.
Dirinya semakin merasa ngeri dengan perkataan dingin tuannya.
“Apa kamu pingin kepala kamu itu lepas dari badan kamu? Atau burung kamu itu yang lepas?”
Alap – Alap semakin ketakutan.
Sepasang matanya melihat Tuan Rakat sudah mencabut pedangnya.
“Tak kira kamu tu pinter og, Ternyata sama saja kayak yang lain, Udah bodoh kamu gara – gara bercinta terus sama pacar kamu itu?”
Sambil Tuan Rakat berjalan pelan ke hadapan Alap – Alap.
Tayar tampak semakin ngeri juga dengan kenyataan di depan matanya.
Salah satu kaki Tuan Rakat sudah berada di dekat dahi anak buahnya itu. “Lain kali dipakai ya Lap otak kamu itu. Oh ya, nggak usah aja,, kan kamu nggak perlu mikir lagi mulai sekarang.”
Alap – Alap tampak sudah pasrah.
Membatin, “Mati ki aku, Selamat tinggal dunia,”
Sepasang mata laki – laki itu tampak berkaca – kaca, menerima takdirnya.
“Dasar bodoh,!!” Sekuat tenaga Tuan Rakat mendorong kepala Alap – Alap dengan salah satu kakinya itu.
Hingga laki – laki bertato itu terjengkang, dan menjerit – jerit histeris.
“HAA,,!! HAA,,!! HAA,,!!” Sambil Alap – Alap terus memegangi kepalanya.
Tersadar. “Hah? Kepalaku masih ada?”
“Kepala ku masih ada?!, Kepalaku masih ada,!!”
Alap – Alap tampak sangat gembira sekali dengan kenyataan itu.
Bersujud di sepasang kaki tuannya. “Terima kasih, tuan,, Terima kasih, tuan,,”
“Saya janji, Saya janji tidak akan gagal lagi, tuan,, Saya janji,!”
Tuan Rakat tertawa dalam hati melihat kekonyolan itu.
“Sudahh,, sana kembali ke markas kamu, Atau mau saya penggal beneran kepala kamu itu.”, ucap beliau.
“Iya, tuan,, Iya,, Terima kasih, tuan,, Terima kasih,,”
Sambil Alap – Alap meninggalkan ruangan itu, dirinya berteriak – teriak, “Kepalaku masih ada,! Kepalaku masih ada,!!”
LXXII
Alap – Alap marah besar.
Laki – laki itu merasa harga dirinya telah hancur.
Dirinya pun melakukan pergerakan gerombolan besar – besaran ke Alas Matuk.
Sambil mereka mengendap – endap, berbaur dalam rimbunnya semak belukar.
Mendekati markas penjaga wana di pinggir hutan.
Alap – Alap memberi isyarat kepada tim penyergap untuk maju.
Sepuluh orang anggota tim penyergap segera bergerak lebih dekat lagi dengan markas.
Dengan cepat mereka melumpuhkan dua orang penjaga yang sedang piket pengawasan.
Satu anak panah menancap pada masing – masing penjaga.
Kembali bergerak, lima – lima.
Lima orang menyergap melalui pintu masuk.
Sedangkan lima orang lagi menyergap dari belakang markas itu.
Seorang penyergap depan melihat beberapa penjaga tengah terlelap di serambi jaga.
Tampaknya beberapa waktu yang lalu para penjaga hutan itu telah melakukan judi dadu.
Di atas meja tergeletak tiga tempat minum, dan ceceran bekas kacang kulit.
Melihat kesadaran para penjaga hutan itu sedang tidak beroperasi,
Segera seorang penyergap memberi isyarat dengan 3 jari, lalu ditambah tanda jempol.
Membekap para penjaga itu, lalu tiga penyergap menggorok leher mereka.
Alhasil para penjaga hutan itupun meregang nyawa tanpa ribut.
Kamar istirahat penjaga,
Seseorang melihat empat orang penjaga hutan telah tidur pulas.
Mereka berempat pun tewas terkena anak panah.
Para pemanah keluar dari kamar istirahat itu tetap dengan langkah kaki nan senyap.
Tiba – tiba seseorang menyelinap keluar dari kamar kecil sambil meraih peluit bahaya.
“Hei!!,, Lumpuhkan,! Cepat, lumpuhkan,!” Sambil meraih tempat belati.
Benda tajam yang terlontar dari penyergap yang lain hanya menancap pada dinding.
Karena terlalu cepat larinya seseorang itu berhasil keluar dari markas.
Tim penyergap depan pun mengejarnya. Sambil menyapu keadaan di dalam markas.
Terkejut. Penyelinap itu bertemu wujud dengan para penyergap belakang.
Secepat mungkin dirinya kembali berlari ke arah kiri.
“Hei!, Berhenti,!!”, teriak seorang penyergap belakang.
Belati yang dipegangnya segera dilontarkan ke arah penyelinap itu.
“Crokk,” Benda tajam itu mengenai punggung kanan penyelinap.
Setelah kondisi dinyatakan aman, para pembalak mulai bekerja.
Sedangkan anggota yang lainnya menghalau pergerakan pasukan bantuan Darmasih.
LXXIII
Berhari – hari Alap – Alap dan anak buahnya menguasai Alas Matuk.
Membangun barikade dari batang – batang kayu di sekeliling hutan pinus itu.
Juga membuat jebakan – jebakan bawah tanah dari potongan – potongan kayu yang diruncingkan salah satu ujungnya dan dihadapkan ke atas.
Jebakan – jebakan itu ditanam secara tersembunyi pada tanah lapang di depan barikade.
Sungguh suatu pertahanan yang efektif menghalau laju lawan.
Melihat keadaan di sekitar lokasi pertahanan. “Kegilaan apalagi yang sedang diperbuat Alap – Alap ini?”, gumam Tuan Rakat.
“Kelihatannya Alap – Alap sudah terlalu berlebihan dengan semua tindakan – tindakannya itu, Tuan Rakat.”
“Iya, tapi mau gimana lagi? Orang yang memulai juga kerajaan Darmasih dulu,” Sambil Tuan Rakat memikirkan cara menghentikan kegilaan itu.
“Tuan,, Tuan juga harus memperhatikan pembiayaan kerajaan untuk hal ini, Apalagi Darmasih sudah mengirimkan surat keberatan mengenai hal ini. Saya khawatir tindakan Alap – Alap justru bisa memicu perang besar.”
Acuh tak acuh. “Iya, nanti saya pertimbangkan lagi., Tolong bantu saya berbicara dengan teman kamu itu.”
“Oh ya,, Siap, Tuan Rakat,!”
LXXIV
Markas komando pembebasan Alas Matuk,
Tuang Ibeng masuk ke dalam pusat komando itu.
Sontak para penjaga Darmasih berdiri dan memberi hormat.
Tuan Ibeng membalas penghormatan itu, “Lanjutkan,”
Para penjaga Darmasih kembali mengerjakan tanggung jawabnya.
“Bagaimana situasinya, Ndanspur?”
“Siap,, Kerajaan Banadis tampaknya hanya membuat pertahanan saja, tuan. Sepanjang hari ini juga tidak ada pergerakan yang berarti. Tapi setiap karavan logistik Darmasih lewat segerombol orang langsung membakar karavan itu.”
“Jelas ini Banadis hanya mempermainkan kita. Apa maunya raja itu?”
“Izin memberi saran, tuan.”
“Ya, diizinkan,”
“Bagaimana kalo kita bakar saja pinggiran hutan itu?”
“Ya, nanti saya pertimbangkan.”
Seorang penjaga menghadap penguasa Darmasih. “Lapor,, sebuah karavan dalam perjalanan menuju kerajaan Darmasih, tuan.”
Menghela nafas. “Perintahkan karavan itu untuk kembali, melewati rute Polepolis.”
“Siap, tuan,!” Penjaga itu segera berlalu dari dalam ruangan.
“Pak Dipo, tolong persiapkan pertemuan persekutuan.”
“Siap, tuan,”, sahut ahli diplomasi itu.
LXXV
Markas penghadangan bos Alap – Alap,
“Bos Alap – Alap, apa maksud kamu melakukan semua tindakan ini?”
“Saya hanya mau menunjukkan ke Darmasih sialan itu siapa Alap – Alap, tuan.”
“Apa kamu tahu tindakan kamu itu bisa memicu perang besar?”
“Iya, tuan,, Saya tahu, tapi tuan bisa mengingkari keberadaan saya dengan mengirim surat ke Darmasih jika tuan tidak bertanggung jawab atas tindakan saya ini.”
“Apa maksud kamu berkata seperti itu, bos Alap – Alap? Kamu itu anak buah saya,”
“Maaf, tuan,, saya sudah malu menjadi anak buah tuan dengan kegagalan saya kemarin. Saya sudah tidak peduli lagi dengan diri saya sekarang, tuan.”
“Apa kamu tidak berkenan dengan tindakan saya kemarin itu?”
“Saya sungguh bersyukur tuan tidak memenggal kepala saya. Tapi saya masih sangat kesal dengan orang – orang Darmasih itu, saya pingin mereka merasakan kekesalan saya itu.”
Tuan Rakat memberi isyarat kepada Tayar.
Segera tangan kanan beliau itu melakukan tugasnya.
“Baiknya kamu jangan melakukan itu bos Alap – Alap, saya tidak akan membantu apapun lagi apabila kamu membutuhkan bantuan atau terdesak karena serangan dari Darmasih.”
Sambil Alap – Alap berdiri tertunduk,
“Siap, tuan,, Saya mengerti, Sejak awal ini adalah pertempuran saya pribadi.”
“Baiklah, tapi saya ini tetap raja kamu kan, bos Alap – Alap?”
“Jika tuan masih menganggap saya bagian dari kerajaan Banadis maka saya menyatakan, Iya, tuanku.”
Tuan Rakat berdiri menghampiri Tayar yang sudah siap dengan wadah airnya.
“Duduklah kamu di situ, bos Alap – Alap.”
Setelah laki – laki bertato itu duduk, Tuan Rakat berlutut di hadapan anak buahnya itu dan hendak melepas sepatunya.
“Hah??, Tuan,, Hentikan, tuan,, Tuan nggak sepantasnya berbuat demikian.”
Dengan sangat lembut Tuan Rakat membasuh telapak kaki Alap – Alap.
“Sudahh,, kamu diem aja, Kamu juga kan yang bikin Tuan Rakat sampe berbuat kayak gini.”
“Tapi, tapi,,”
“Tuan Rakat mau minta maaf atas tindakan beliau kemarin itu. Kalo kamu belum memaafkan tuan maka tuan akan setiap hari membasuh kaki kamu.”
“??, Yar, Yar,, Tolong hentikan tuan, Yar.”
“Enggak mau,, Kamu bilang sendiri saja, “
“Tuan, tuan,, Hentikan, tuan,, Saya berjanji, saya berjanji untuk menghentikan semua perbuatan saya ini, tuan,, Saya berjanji akan menarik anak buah saya dari Alas Matuk.”
“Bener nggak janji kamu itu?”, seloroh Tayar.
Melihat penuh mimik Tuan Rakat. “Iya, tuan,, bener,, Saya berjanji akan menarik anak buah saya dari Alas Matuk.”
“Terima kasih ya, bos Alap – Alap.”
Setelah Tuan Rakat berdiri, segera Alap – Alap beranjak dari kursi kayu. Lalu secepat – cepatnya laki – laki itu keluar dari ruang kontrol.
LXXVI
Ruang pertemuan persekutuan Darmasih,
“Sudahh,, serang saja, Bikin kesal saja,”, ucap Tuan Bajir.
Tuan Surain mengimbuhi, “Iya, bikin biaya angkut tambah tinggi saja.”
“Benar, Tuan Ibeng,, Buat apa membiarkan kerajaan kayak gitu? Toh kita nggak perlu takut lagi sekarang dengan pasukan elitnya itu.”
“Saya akan menunggu paling tidak tiga hari lagi, setelah itu akan saya umumkan pertempuran dengan Banadis.”
Penguasa Urania tampak berkobar – kobar. “Halah, terlalu lama, Tuan Ibeng,, Kalo Tuan Ibeng perlu bantuan kami, militer kami sudah siap berperang sekarang.”
“Iya, Tuan Ibeng,, pasukan kami juga sudah siap. Tinggal menunggu digerakkan.”
“Tuan Ibeng, nyatakan perang saja sekarang, Kami akan total membantu.”, ucap Tuan Tusjam.
Penguasa Darmasih itu menjadi gamang dengan pernyataan – pernyataan anggota persekutuannya.
Seseorang masuk ke dalam ruang pertemuan.
Dengan sopan laki – laki itu menghampiri Tuan Ibeng, dan membisikkan sesuatu ke telinga penguasa Darmasih itu.
“Puji syukur,, Saya baru saja mendapatkan kabar dari Ndanspur bahwa Banadis sudah menarik pasukannya dari Alas Matuk, Jadi dengan ini pernyataan perang tidak diperlukan lagi.”
“Yaahhh,, Main – main saja pertemuan ini.”
“Iya, saya kira bakal ada rencana untuk berperang. Sudah sebal saya dengan Banadis itu.”, ucap Tuan Podi.
“Sabar,, Sabar,, Perang itu sesungguhnya tidak diperlukan terjadi, Kan kita sudah komitmen untuk menghindari peperangan.”
Anggota persekutuan Darmasih yang lainnya tampak bersungut – sungut.