XCI
Suatu hari,
Ketika buah – buah sudah masak.
Senja itu, warna yang menarik.
Kemerah – merahan, atau kekuning – kuningan.
Hanya mata yang memandang yang tahu.
Begitu pula ketika anak manusia melihat sebuah rasa cinta.
Mungkin bagi sebagian orang cewek itu montok,
Tapi bagi sebagian yang lain menyatakan jika cewek itu gemuk.
Mungkin beberapa orang menyatakan jika cewek itu cantik.
Tapi beberapa sisanya memberikan pendapat jika cewek itu menang dandan.
Sungguh mata ini sudah diilusi oleh cinta,
Dileburkan pada suatu pengorbanan tanpa syarat.
Seolah – olah cinta bukan milik siapapun.
Tapi sekaligus untuk siapapun yang menginginkannya.
Sungguh, cinta adalah kendaraan menuju ke surga.
Dan anak manusia berlomba – lomba menaiki kendaraan itu.
Termasuk Mamat yang menginginkan sebuah cinta dari seorang cewek cantik.
Melihat seseorang. “Kamu kenapa, Von?”
“Oh, enggakk, Nggak pa – pa kok.”
“Kamu ngelamun ya?”
“Enggakk, Siapa yang ngelamun.”
“Kamu kok hari ini banyak ngelamun sih, Von?, Tadi kamu di kantin ya ngelamun.”
“Enggakk,, Siapa juga yang ngelamun? Kamu tu yang sok tau, Aku tu lagi mikir.”
“Ohh, Iya deh,” Mamat mengajak cewek itu masuk ke dalam Soda’s Ice Cream.
Setelah mereka memesan es krim,
Mamat dan Vonni menunggu es krim itu diantarkan.
Sambil menunggu mereka mengisi waktu dengan hobi masing – masing.
Dan, Vonni kembali melamun.
Menghela nafas. “Ngelamun lagi deh,”, gumam batin Mamat.
“Von, Vonni,”
Cewek itu terkesiap.
“Nha kan, kamu ngelamun.”
“Enggakk,, Aku ngelihatin hp nihh,”
Membatin, “Ya ampunn,, aku kenapa sih? Aku kok jadi keseringen ngelamun gini,”
Sambil cewek itu memukul – mukul ringan kepalanya.
“Vonni kenapa ya,”, tanya batin Mamat.
Sebenarnya Mamat pun sama. Laki – laki itu sedang gamang.
Sejak tadi dirinya memikirkan, bagaimana mengungkapkan cintanya ke Vonni.
Maklum mereka berteman sudah lama.
Mamat tidak ingin dirinya salah sangka dengan perhatian Vonni selama ini.
Tapi ketidaksadaran dirinya membuat Mamat harus berbuat sesuatu.
Laki – laki itu harus melakukan sesuatu yang bisa membebaskan asanya selama ini.
Sementara itu Vonni masih berkutat pada kegelisahannya.
Dirinya menyamarkan hal itu dengan bermain hp.
“Akan tampak konyol kalo aku ngomong suka duluan ke Mamat.”
Padahal cewek itu sadar benar dengan keinginan Mamat.
Dan tampaknya gejolak batin mereka sudah ditunggu – tunggu oleh takdir.
Seolah – olah sang waktu belum akan berputar, jika mereka berdua tetap membisu.
“Tumben ya es krim nya lama banget.”, gumam batin Mamat.
Vonni pun membatin, “Mana sih ini es krimnya kok nggak dianter – anterin?”
“Lama ya Von es krimnya?”
“Iya, aku udah pingin makan aja.”
“Mungkin es krim nya lagi nungguin kita.”
“Heh? Maksud kamu?”, sahut Vonni, tidak paham.
Akhirnya, Karena batin semakin bergejolak, Mamat pun beraksi,
“Eh, Von,, aku mau ngomong nih, Kalo kamu mau ya alhamdulillah,,”
“Mm,, Von, aku suka kamu, Kamu mau nggak jadi pacarku?,”, ucap dirinya.
Respon Vonni, “??,”
“Beneran nih?, Mamat nembak aku?”
Mungkin cewek nan jelita itu beranggapan jika dirinya bermimpi.
Dalam sepersekian detik itu, Vonni merasa diombang – ambingkan.
Dihempas – hempaskan pada kehampaan, sekaligus pada kondisi berdinding.
Alhasil, Vonni seolah – olah tidak tersambung akal sehatnya.
Tampak seperti orang linglung, Kehilangan kontrol.
Untung saja hal itu hanya terjadi sementara.
Amnesia sesaat itu telah menjadi kesadaran baru. Dan Vonni tampak malu – malu.
“Akuu, akuu, Aku mau, Mat,”
Lega, Segenap gejolak batin Vonni seolah – olah luruh.
XCII
Malam hari,
Sang angin sedang bersahabat.
Dirinya tidak membawa serta rasa dingin.
Walaupun angkasa telah kehilangan cahaya matahari.
“Dek Erin,, Ayo, ndang tidur, Udah jam 10 nih,”
“Iya, mas,, sebentar lagi tidur kok.”
“Kurang berapa nomor lagi sih tugasnya? Dilanjutin besok pagi aja,”
“Tinggal dua nomor aja kok, mas. Sebentar juga selesai.”
“O, gitu,, Iya deh,,”
“Lha mas Yono mau tidur?”
“Ntar aja nunggu kamu selesai ngerjain tugas.”
“Oh ya, Hehe,, Makasih ya, mas.”, balas cewek lugu itu.
Sambil mengerjakan tugas, sesekali Erin melihat ke langit.
Tampak oleh mata di angkasa malam senyum tipis dewi rembulan.
Erin merasakan kesyahduan nan hangat.
Sekaligus greget bintang – bintang yang bertaburan.
Entah mengapa perasaan Erin begitu teduh malam itu. Seolah – olah sedang dipayungi oleh takdir.
Dirinya menjadi setenang samudra.
Juga pikirannya mampu mendengar pujian – pujian alam untuk sang khalik.
Rasa – rasanya Erin ingin ikut memuji kebesaran tuhan.
Berterima kasih atas karunia yang paling besar dalam hidupnya.
Sungguh malam itu tak akan dilupakan Erin.
Alam semesta begitu bersahabat, dan memanjakannya.
Memayungi cinta dan kehangatan dengan tulus, sepanjang waktu.
Hingga sepasang mata itu kantuk.
Dan raga tidak mampu lagi menopang kesadaran.
Mengirim pesan, “Mas, aku udah mau tidur nih,”
Tidak lama balasan tiba, “Oh ya, Met tidur,, Mimpi indah ya,”
“Iya, Mas Yono juga mimpi indah ya,”
“Ya, sayangku Erin.”, balas Yono.
Perjalanan hidup sepanjang hari itu pun ditutup dengan rasa syukur nan tulus.
XCIII
Esok harinya,
Ketika cinta dan kehangatan mereka berbuah.
Erin terlihat berlarian dari kamarnya, menuju kamar mandi.
Tampak raut wajahnya seolah – olah sedang menahan sesuatu.
Sesampainya di kamar mandi,
“Hoeg, hoeg,” Perut cewek itu terasa mual.
Juga tubuhnya lemas. “Hoeg, hoeg,”
“Ya allah,, rasanya perut ini kayak diaduk – aduk.”
Cewek itu bergumam, sambil hendak muntah.
“Cuhh,,” Hanya gumpalan air liur yang bisa dikeluarkan Erin.
Setelah berkumur – kumur, cewek itu keluar dari kamar mandi.
Tampak aura wajahnya pucat pasi, seperti orang kekurangan cairan tubuh.
Segera Erin meminum air manis hangat yang telah disiapkan ibunya.
Sontak bulir – bulir keringat bermunculan pada tubuh cewek itu.
Eksistensinya menjadi lebih ringan,
Termasuk suhu tubuh cewek itu kembali normal.
Lalu Erin berbaring di atas ranjangnya.
Dengan terpaksa hari itu dirinya tidak masuk sekolah.
Beberapa jam kemudian,
Erin terbangun dari tidurnya.
Meraih hp. Dirinya melihat ada pesan masuk.
Membaca pesan itu, “Dek Erin, hari ini jalan yuk,”
“Maaf, mas,, aku nggak masuk sekolah. Aku lagi demam.”, balas cewek itu.
Tidak lama Erin menerima sebuah pesan. “Oh, kamu ini nggak sekolah? Sakit apa?”
“Mungkin masuk angin, mas. Tadi pagi aku muntah – muntah.”
“Oh gitu, Lha udah kamu periksakan ke dokter?”
“Kayaknya nggak usah, mas. Mungkin cuma kecapaian aja.”
“Oh gitu, Moga lekas sembuh ya,”
“Iya, makasih ya, mas. Maaf nggak bisa keluar.”
“Oh, nggak pa – pa. Aku malah sebenarnya pingin jenguk kamu.”
“Oh, nggak usah, mas. Ntar malah ibu curiga.”
“Bener ya?, Istirahat aja ya, Jangan lupa minum obat.”
“Iya, mas,, Makasih,,”
“Ya, Aku udahan dulu ya,”
“Iya, mas,,”, balas cewek montok itu.
Erin kembali meletakkan hp di meja tidur.
XCIV
Beberapa minggu kemudian, Erin diketahui tengah hamil.
Dan dengan sangat terpaksa cewek itu dikeluarkan dari sekolah, termasuk Yono.
Tidak diketahui nasib sepasang muda mudi itu selanjutnya.
Tapi beredar kabar jika mereka berdua telah menikah.
Dan saat ini Yono beserta istrinya tinggal di rumah orang tua ayah Erin.
Juga beredar kabar jika Yono berhasil melanjutkan pendidikannya.
Sedangkan Mamat dan Vonni berhasil lulus dari SMA xx dan saat ini mereka berdua telah kuliah di perguruan tinggi yang berbeda, di kota yang berbeda pula.
Saat ini petualangan Mamat dan Vonni akan lebih seru lagi karena perjalanan cinta mereka terpaut jarak nan jauh,
Juga kesempatan yang sedikit untuk saling bertemu muka.
Tapi berharap saja kedua anak manusia itu dipertemukan kembali dalam keadaan yang lebih membahagiakan lagi.