Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dimensi Kupu-kupu
MENU
About Us  

Sepulang dari Bantar Gebang, aku dan Kak Arja memutuskan mencari makan ketika yang lain lebih memilih pulang satu-persatu. Kak Arja mengajakku makan seblak pinggir jalan yang katanya enak. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 18:30 tapi seperti kemarin, Mama sama sekali tidak menanyakan keadaanku. Suprise untuk Mama, berkat aku main dengan Kak Arja, sekarang aku jadi tahu jenis plastik poli-poli dan bakteri Ideonella Sakaiensis a.k.a bakteri pengurai plastik PET.

“Ras, lo ikut jadi tim debat ya?” tanya Kak Arja setelah menghabiskan porsi seblaknya. Aku yang masih kepedasan hanya mengangguk sambil menatapnya sangsi.

“Tau darimana?” tanyaku akhirnya.

“Pas nganterin lo ke sekolah waktu itu gue sempet liat liat mading. Kenapa sih lo belok dari passion, bukannya jiwa seni ya?” Kak Arja bertanya serius.

“Persis banget pertanyannya sama Ayah.”

"Karena lo aneh banget. Apa sih latar belakang ikut debat segala?”

“Ya gitulah, seneng banget ngeladenin orang ngomong,” jawabku tidak peduli sambail mengedikkan bahu.

“Pas gue tawarin ngedesain malah nggak mau, ini malah ambil yang probabilitas kemampuannya sedikit.”

Aku melirik Kak Arja tajam, bisa-bisanya dia meremehkan kemampuanku. “Emang kenapa kalau aku ikut debat? Masalah?” tanyaku sewot.

“Iya masalah. Tim debat SMA 11 itu dulu yang mempelopori gue. Skeptis aja kalau orang yang asal ngomong kaya lo ini jadi penerusnya,” ucap Kak Arja pedes tanpa tedeng aling-aling. 

Aku hanya menetap Kak Arja kesal. Yang ditatap malah berekspresi tidak peduli. Yang bakal jadi pacar Kak Arja ini apa nggak penyakitan nantinya? Bukannya makan enak, sama dia malah banyak makan hati.

“Lomba desain itu terlalu wah buatku. Siapa sih Raras sampai berani-beraninya ikut lomba nasional? Aku sadar diri kali. Dan soal tim debat itu aku cuma ngambil kesempatan aja buat Mama sama Ayah bangga,” ujarku ketus sambil memalingkan muka dan menyeruput es jeruk yang isinya tinggal setengah.

Kudengar Kak Arja berdecak pelan. “Ras, bisa nggak sih kita kalo ngobrol yang enakan dikit. Judes amat lo sama gue.”

“Asal situ nggak nyolot aja!”

“Gue nyolot karena lo dulu yang mancing-mancing.” Kak Arja malah menyalahkanku.

“Yaudah terserah,” kataku akhirnya.
Aku dan Kak Arja terdiam cukup lama. Dari sudut mata, kulihat laki-laki itu malah menghadapkan wajahnya kearahku. Bulu  kudukku meremang ketika diperhatikan begitu oleh Kak Arja.

"Kenapa Kak Arja selalu pengen jadi pelopor sampe ngebet banget buat itu Bioteknologi jadi UKM?" tanyaku akhirnya karena penasaran.

"Enggak. Gue cuma pengen ada tempat buat orang-orang peneliti sama praktek tapi dalam suasana luar kampus."

Aku memicing ketika laki-laki itu menjawab enggak. Enggak apa? Ambigu banget.

"Jadi bakal tetep ngambis sama itu?"

"Totalitas Ras. Udah basah nyebur sekalian jangan setengah-setengah. Gue udah punya rencana ini sejak dulu, jadi gue udah melakukan hal-hal yang probabilitas tujuan gue itu bakal berhasil."

"Jadi udah masuk list planning ya?" tanyaku. "Kenapa Kak Arja yakin banget, padahal kan skenario itu udah dari Tuhan. God does not playing dice with the universe."

Kak Arja menolehku sejenak.

“Lo tau efek kupu-kupu?” tanya Kak Arja.

“Dikit. Teori chaos itu kan?” Aku memastikan.

Kak Arja hanya mengangkat alisnya sekilas. "Suatu perubahan kecil bisa jadi efek yang besar, gue percaya itu kok. Butterfly Effect. Yang bilang kalau kepakan sayap kupu-kupu bisa menjadikan angin topan di belahan dunia lain," ucapnya. “Somehow, gue merasa kupu-kupu itu istimewa,” ujarnya.

Aku memandangnya dengan ekspresi bertanya. “Kok bisa?”

“Menurut lo kupu-kupu itu gimana?” 

Aku menoleh lagi hanya untuk memperlihatkan rautku yang bingung, kendati begitu aku tetap menjawab juga. “Indah, tapi sayang umurnya pendek.”

Laki-laki itu tersenyum dan itu membuat aura nyolotnya mengendur. “Kalo gue sih antara kasian sama iri. Kasian karena sebelum jadi kupu-kupu, hidup dia disia-siain. Dan setelah jadi kupu-kupu yang seakan-akan bilang ke semesta ‘hey its me. Thanks for your judgement, sekarang gue jadi keindahan’ malah Tuhan matiin dia secepetnya.”

Aku tertawa pelan ketika mendengar analogi dari Kak Arja. “Terus lanjutannya gimana?” tanyaku.

“Ya selanjutnya si kupu-kupu mati. Mungkin Tuhan nggak biarin dia hidup lama supaya hidupnya nggak banyak dosa.”

"Jadi si kupu-kupu happily ever after?”

Kak Arja mengangguk. “Iya. Iri nggak sih sama kupu-kupu?”

Aku hanya geleng-geleng sambil tertawa pelan. “Eh, mau nggak denger ceritaku?” tawarku yang entah kenapa tiba-tiba jadi semangat seperti ini.

“Boleh,” jawab Kak Arja tidak keberatan.

Kuperbaiki posisi duduk sebelum memulai aksi cerita. “Once upon a time,” mulaiku, tapi berhenti kemudian karena mendengar suara tawa dari Kak Arja.

“Ada seseorang yang disayang Tuhan,” lanjutku yang tidak peduli dengan Kak Arja yang masih tertawa. Selanjutnya laki-laki itu terdiam sambil mengerutkan kening.

“Disayang Tuhan?” tanyanya.

“Kadang semesta terlalu jahat saat bercanda, jadi Tuhan nggak ngebiarin orang yang dia sayang terlalu lama dipermainkan semesta. Manifestasi Tuhan atas kasih sayangnya itu dengan mematikan orang yang dia sayang secepatnya. Nggak kurang nggak lebih, tujuannya emang agar dia nggak punya banyak dosa. Tapi yang lebih istimewa lagi, dia mati dalam keadaan gemilang. Persis kan sama cerita kupu-kupu?” Aku mengakhiri ceritaku dengan memperhatikan wajah Kak Arja yang mendadak pucat pasi. Tapi cepat-cepat dia menyamarkan keadannya dengan tersenyum.

“Gue familiar sama ceritanya,” ucap Kak Arja.

“Iya, karena kisah itu pernah terjadi,” ucapku pelan sambil memilin-milin ujung baju yang kupakai.

“Jadi kenapa lo nggak bersikap kayak kupu-kupu?” tanya Kak Arja yang seketika membuatku mendongak dan menatapnya ragu. Aku tidak menjawab apapun selain menggigit bibir.

“Gue pikir lo tau tujuan gue selalu perintah lo seenaknya, yang maksa lo buat punya tujuan hidup.” Kak Arja berhenti sejenak untuk mengambil nafas kecil. “Karena …” ujarnya menggantung.

“Karena apa?” tanyaku gemetar. Dan jawaban laki-laki itu selanjutnya membuatku sangsi dengan seseorang bernama Arja.

“Karena gue selalu liat kematian lo di mimpi gue Raras.”

***
Ucapan Kak Arja benar-benar membayangiku setiap saat. Kami memang tidak melakukan komunikasi apapun setelah kejadian di warung seblak tempo hari. Perjalanan pulang waktu itu hanya diiringi keheningan karena aku yang tidak mengeluarkan suara setelah laki-laki itu berkata akan kematianku dan Kak Arja yang sepertinya enggan mengatakan apapun.

Tapi efek dari kalimat terakhir Kak Arja benar-benar menjadi pengusik dalam kegiatanku. Tidak nafsu makan dan seringkali ketahuan sedang melamun ketika diajak bicara membuat Mama, Ayah, Kak Ratih dan Devina senewen saat merasakan aku yang akhir-akhir ini jadi pendiam.  Devina malah dengan ngawurnya mengatakan aku ketempelan setan Bantar Gebang setelah dia tahu kemana Kak Arja mengajakku waktu itu. 

“Ma orang mati itu ada tanda-tandanya nggak sih?” tanyaku ketika formasi keluarga yang lengkap sedang menyaksikan acara televisi. Aku mendapati semua orang menoleh kearahku dengan wajah heran. Aku yang sejak  tadi hanya menggelayuti lengan Mama menanti jawaban wanita itu dengan resah.

“Pas Almarhum Om Herman meninggal, istrinya pernah duluan ngimpi,” jawab Ayah santai dengan perhatian kembali ke TV.

Aku langsung menegakkan tubuh ketika mendengar jawaban Ayah. “Ngimpi apa?” tanyaku.

“Ngimpi Almarhum meniggal. Katanya tiga kali mimpi gituan.”

Ucapan Ayah membuatku gugup. Meski pada dasarnya semua yang hidup pasti mati, tapi aku belum siap kalau cepat-cepat dipanggil pulang. Dan lagi aku belum memberi apa-apa ke Mama dan Ayah. Setidaknya kebanggaan, atau dua orang itu bahagia karenaku kurasa belum pernah kulakukan. Aku jadi merana sendiri.

“Cara buat Mama sama Ayah bangga apa sih?” tanyaku sambil kembali bergelayut di tangan Mama. Tiga orang itu kembali menatapku bingung.

“Kenapa sih Dek daritadi pertanyaannya aneh banget?” tanya Kak Ratih yang kembali menemukan keanehan dalam diriku. Gara-gara Kak Arja yang ngimpiin kematianku terus Kak!

“Iya. Kamu kenapa  sih akhir-akhir ini jadi aneh? Kena sawan di Bantar Gebang ya?” Aku tidak tahu ucapan Ayah barusan itu pertanyaan, bercanda atau asal bicara.

“Semua yang kamu lakuin itu sejatinya bikin kita bangga kok Ras asal itu ada manfaatnya.” Mama berujar lembut.

“Raras tuh sayang sama Mama, Ayah, Kak Ratih. Maafin Raras ya kalau belum pernah bikin kalian bangga,” ucapku kemudian bergegas menuju kamar. Meninggalkan tiga orang yang menatapku bingung lagi. 

Sampai di kamar, aku kembali melanjutkan kegiatanku akhir-akhir ini yaitu merenungi setiap kata-kata Kak Arja dan merenungi perbuatanku selama ini. Kalau Tuhan memang akan cepat memintaku pulang, bolehkah dalam keadaan seperti kupu-kupu?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Just a Cosmological Things
938      527     2     
Romance
Tentang mereka yang bersahabat, tentang dia yang jatuh hati pada sahabatnya sendiri, dan tentang dia yang patah hati karena sahabatnya. "Karena jatuh cinta tidak hanya butuh aku dan kamu. Semesta harus ikut mendukung"- Caramello tyra. "But, it just a cosmological things" - Reno Dhimas White.
Meja Makan dan Piring Kaca
57148      8411     53     
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.
Once Upon A Time: Peach
1118      656     0     
Romance
Deskripsi tidak memiliki hubungan apapun dengan isi cerita. Bila penasaran langsung saja cek ke bagian abstraksi dan prologue... :)) ------------ Seorang pembaca sedang berjalan di sepanjang trotoar yang dipenuhi dengan banyak toko buku di samping kanannya yang memasang cerita-cerita mereka di rak depan dengan rapi. Seorang pembaca itu tertarik untuk memasuki sebuah toko buku yang menarik p...
kekasihku bukan milikku
1306      666     3     
Romance
Intuisi Revolusi Bumi
1111      569     2     
Science Fiction
Kisah petualangan tiga peneliti muda
14 Days
970      676     1     
Romance
disaat Han Ni sudah menemukan tempat yang tepat untuk mengakhiri hidupnya setelah sekian kali gagal dalam percobaan bunuh dirinya, seorang pemuda bernama Kim Ji Woon datang merusak mood-nya untuk mati. sejak saat pertemuannya dengan Ji Woon hidup Han Ni berubah secara perlahan. cara pandangannya tentang arti kehidupan juga berubah. Tak ada lagi Han Han Ni yang selalu tertindas oleh kejamnya d...
Alfabet(a) Cinta
12961      2168     2     
Romance
Alfa,Beta,Cinta? Tapi sayangnya kita hanya sebatas sahabat. Kau yang selalu dikelilingi wanita Dan kau yang selalu mengganti pacarmu setiap bulannya
complicated revenge
21342      3289     1     
Fan Fiction
"jangan percayai siapapun! kebencianku tumbuh karena rasa kepercayaanku sendiri.."
Premium
Akai Ito (Complete)
6740      1343     2     
Romance
Apakah kalian percaya takdir? tanya Raka. Dua gadis kecil di sampingnya hanya terbengong mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Raka. Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu dan pita kecil yang menghiasi sisi kanan rambutnya itupun menjawab. Aku percaya Raka. Aku percaya bahwa takdir itu ada sama dengan bagaimana aku percaya bahwa Allah itu ada. Suatu saat nanti jika kita bertiga nant...
Black Lady the Violinist
15800      2810     3     
Fantasy
Violinist, profesi yang semua orang tahu tidak mungkin bisa digulati seorang bocah kampung umur 13 tahun asal Sleman yang bernama Kenan Grace. Jangankan berpikir bisa bermain di atas panggung sebagai profesional, menyenggol violin saja mustarab bisa terjadi. Impian kecil Kenan baru kesampaian ketika suatu sore seorang violinist blasteran Inggris yang memainkan alunan biola dari dalam toko musi...