Bayangan itu selalu menyesakkan dada
Aroma tubuhmu yang khas
Membuatku selalu jatuh cinta
Pantaskah aku berada di samping mu saat ini?
Mata kami bertemu secara tak terduga, kecanggungan yang hadir tak bisa membuat kami berbicara satu kata pun. Waktu bertatapan kami berakhir, ia yang menempati kursi kosong di sebelahku membuat jantung ini tak beraturan.
“Mau ke jogja?” Ucapnya.
“I...yaa... kamu?” Ia membalasku dengan sorot mata tajam. Ya Tuhan jantung ini semakin sesak dan rasanya sudah tak tahan lagi menatap nya lebih lama.
“Lama gak ketemu, ternyata lo masih kurus.” Ia bersandar ke kursi nya dengan santai, aku terdiam ingin sekali mengatakan bahwa aku sangat kesal mendengar kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya. Lelaki mana yang bertemu mantan kekasih nya dan mengucapkan kalimat seperti itu? Jelas! Hanya dia yang mengucapkan kalimat itu. “Kenapa? Lo gak suka gue bilang gitu? Apa perlu gue bilang kangen, setelah lama kita gak ketemu?”
Aku berusaha mengalihkan pembicaraan yang ia mulai dan ingin mengakhiri nya segera. “Mba! Ada kursi kosong lagi gak? Saya boleh pindah tempat duduk?” ucapku kepada seorang Pramugari Kereta Api.
Ia menatapku dengan penuh tanya, “Maaf.. Mba, kami tidak bisa memindahkan penumpang ke kursi kosong. Jika tidak dalam keadaan darurat, apa, Mba, ada masalah?”
Jika aku mengatakan aku mempunyai masalah dengan lelaki ini, pasti akan menjadi rumit urusan nya. “Engga, Mba, saya cuman mau cari spot foto dari kereta yang bagus.”
Setelah pramugari meninggalkan kursi kami, ia menghela napas dalam-dalam. “Gak nyaman gitu lo duduk berdua sama gue disini?” ia berdiri dari kursi nya, “Kalau lo gak nyaman, biar gue duduk di resto kereta.” Kemudian ia berjalan menelusuri pintu kereta makanan.
Rasa bersalah meracuni pikiran ku, apa aku salah memperlakukan nya, seharusnya aku bersikap baik. Karena setelah 3 tahun kami memutuskan hubungan, kami tidak pernah lagi bertemu, bertukar kabar, atau bahkan memberikan sapaan ‘Hei’ atau ‘Hallo’.
Perpisahan dengan ego masing-masing tidaklah mudah, aku terkadang menyesali perbuatan ku kala itu. Tapi apakah dia pun begitu? Kurasa tidak, ia hidup bahagia diluar sana dengan yang lain. Sedangkan aku menangis dalam hati, tanpa ada yang tau bagaimana luka yang tersimpan selama 3 tahun ini.
Aku belum siap bertemu dengannya setelah 3 tahun, perasaan ku akan berantakan jika bertemu dengan nya lagi. Dan terbukti ini terjadi, aku tidak bisa tenang saat menatap mata yang sayu. Mata yang penuh makna, mata yang selalu aku rindukan tatapan nya. Kini tatapan itu tak lagi menoleh padaku, tetapi pada wanita lain yang ia cintai.
***
Perjalan yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya aku tiba di hotel dimana aku bisa menikmati waktu istirahat yang tersita banyak sedari tadi. Aku tidak tidur dengan lelap, aku merasa gelisah setiap ia duduk di sebelah ku.
Tiba-tiba bel pintu kamar ku berbunyi. “Iya.. Mas?”
“Anu... Mba, makan malam nya sudah disiapkan. Boleh turun ke bawah.”
Sejujurnya aku ingin beristirahat di kamar ini, tapi jika menyangkut makanan aku tak dapat dihentikan. Semalas apapun ketika mendengar kata makanan, aku orang nomor satu yang menghampiri nya.
Saat aku menuju lift, jantung ku tiba-tiba berdegup kencang seolah memberikan sinyal bahwa akan terjadi sesuatu. Bodohnya aku yang menghiraukan semua kegelisahan ini, hingga akhirnya kemalangan ada di hadapan ku kembali. Yap, seorang pria tinggi, dengan postur tubuh yang berisi, dengan kacamata kotak berwarna hitam, hidung mancung, dengan kulit yang tak begitu gelap. Membuatku tersadar bahwa dialah sosok lelaki yang aku takuti keberadaan nya, tapi takdir selalu mempertemukan aku dengannya.
“Carla!!!”
“I...yaa?”
“Maaf.” Aku terkejut saat ia mengatakan ini, untuk apa ia mengatakan hal yang ia benci. Apakah ini mimpi? Atau ia sedang meminum sebuah wine yang tersedia di bar sebrang hotel, kata ‘maaf’ yang tak pernah terlontar dari mulutnya tiba-tiba keluar begitu saja. Sekarang aku merasa dalam keadaan tidak baik-baik saja.